Orang-orang sini sulit mengucap nama Donny ketika kuberi tahu kepada mereka namaku D O N N Y!
Oh Johnny?
No! Donny!
Yoni?
No! Donny!
I see. Thanks, Tony!
Nooo? D-O-N-N-Y?.Delta Oscar November November Yankee!
Nama Donny memang tak umum digunakan di sini. Kalaupun umum, mereka mengira itu adalah kependekan dari Donald seperti halnya Sam untuk Samuel, dan Bill untuk William.
Yang susah kalau ke coffee shop! Hal yang kutulis di atas selalu terjadi.
Ngomong-omong, adakah nama lain yang juga sulit dieja oleh mereka?
Ya banyak. Buanyak banget!
Ada kawanku yang nama belakangnya ?Brotowalujo?, orang Indonesia lah. Dan mungkin karena saking desperate-nya, setiap berhadapan dengan receptionist yang butuh data nama lengkap, ia lebih suka menyodorkan ID card supaya si receptionist membaca sendiri ketimbang ia harus mengajarinya mengeja namanya itu.
Jangankan nama-nama yang terdengar sebagai nama migran, nama mereka sendiri pun juga kadang membingungkan mereka sendiri kok!
Kenapa? Kebanyakan nama depan di sini standard: Mike, John, Peter, Jacob, Nigel, Angela, Michelle, Julianne dan lain-lain. Tapi surname lain ceritanya. Mereka harus mengeja satu-per-satu untuk memastikan tak ada yang salah.
Misal kawanku. Surnamenya ?Blighton? tapi kerap ditulis sebagai ?Blyton? kecuali ia akhirnya mengeja sebagai B-L-I-G-H-T-O-N.
Kok bisa begitu ya? Entah aku bukan ahli dalam hal beginian tapi menurutku ini terjadi karena apa yang terucap dan terbaca boleh berbeda dengan apa yang tertulis. (Yang ahli bahasa, please help me, apa ini istilahnya?)
Misalnya begini
Kamu mungkin tak sadar bahwa ?poor? dan ?door? diucapkan dengan cara yang berbeda padahal keduanya punya ?oo? yang sama.
Door diucapkan sebagai d?? (doooo, dengan r yang mati) padahal poor diucapkan sebagai p??,p?? (puaa dengan R yang mati juga).
Susah kan?
Beda dengan bahasa kita. Slamet, selamanya akan jadi Slamet. Tuti selamanya akan jadi ?Tuti? meski orang Jawa lebih suka menyebut sebagai ?Tutik? seperti halnya ?Watik? terhadap Wati. Meski kebanyakan sekarang mulai juga kebingungan karena ada yang ?suka-suka? memberi nama termasuk memodifikasi nama dari tulisan asalnya. Misalnya Kayla. Ada yang menulis sebagai Kaela, Chaella, atau ya Kayla biasa.
Terkait nama-nama dan cara menyebut begini aku punya cerita dari kawanku, lucu juga.
Dia bule, pernah tinggal di kawasan Cikini selama sembilan tahun. Kakaknya, cewek, pernah bemasalah ketika memanggil taksi lewat telepon, maklum waktu itu kan belum ada Uber yang bisa pesan taksi via aplikasi ya.
Namanya Jeanne yang orang Indonesia kebanyakan akan memanggil sebagai ?Jen? dengan ?e? seperti pada kata ?ekor?. Padahal dia sendiri dan orang-orang di sini menyebut sebagai Ji-in dengan ?i? yang panjang.
Alhasil, ketika pak sopir sampai di depan rumahnya, pembantu yang membukakan pintu bilang, ?Maaf, di sini nggak ada yang namanya Jen??
Kakaknya kawanku tak kehilangan akal.
Alih-alih memaksa lidah operator dan supir taksi mengikuti caranya mengucap nama, ia memutuskan pakai nama ?Indonesia?.
?Taksi atas nama siapa, Bu??
?Atas nama WATI.?
?Baik Bu Wati. Armada nomer 79 siap meluncur ke rumah Ibu! Ditungg ya…?
Habis perkara! Yang ia lakukan tinggal mengkomunikasikan ke pembantu bahwa mulai saat itu kalau ada yang tanya rumah Bu Wati, itulah dia, si Jeanne itu!
Kembali ke soal bagaimana caraku akhirnya ngakalin pesan kopi supaya tak berlarut-larut dalam membantu penjual mengeja namaku?
Pasrah saja. Nggak kuakal-akali. Aku butuh kopi cepat, jadi mau dipanggil Yoni, Johnny, Tony atau apapun aku manut pokoknya kopiku buruan jadi!
0 Komentar