Yang ini untuk mereka yang menghambakan diri pada fashion…

27 Feb 2012 | Cetusan

Kali ini, mari kita ngobrol yang ringan-ringan saja, soal fashion.
Kita awali dengan satu pernyataan bahwa salah satu hal menarik yang bisa disimpulkan dari hubungan kisah Adam dan Hawa dengan peradaban adalah, sejak mereka jatuh ke dalam dosa, Tuhan mengimbuhkan rasa malu dan oleh karena itulah mereka berpakaian sejak saat itu untuk menutupi kemaluan mereka.
Namun kini, lebih dari sekadar itu, pakaian bagi sebagian orang juga dipandang mampu menentukan harkat dan menjadi parameter kualitas hidup seseorang dari yang lain dalam pergaulan kesehariannya.
Tapi konsep pemikiran seperti itu, di Australia sini kurang begitu laku. Orang-orang di sini rata-rata tak terlalu peduli pada penampilan orang lain; atau setidaknya hal itu (fashion) tidak akan menjadi dasar untuk seseorang berinteraksi dengan sesamanya.
Terkait denganku, aku bukanlah tipe orang yang ‘mudah cocok’ dalam hal fashion.
Dulu, ada suatu masa dimana aku merasa bahwa fashion adalah segala-galanya. Semua barang yang kupakai mulai dari ujung kaki hingga kepala haruslah bermerk dan mahal. Tapi seiring berjalannya waktu dan mendapati kenyataan yang demikian di Australia, orientasiku pun berubah!
Sekarang, aku membeli pakaian mahal dan bermerk ketika aku memang butuh membeli sesuatu yang bagus dan awet serta tahan lama.
Katakanlah jas.
Aku tak sungkan untuk membeli jas yang mahal sekalian karena aku tahu aku harus mengenakan jas yang bagus potongannya dan bahannya serta awet. Tapi untuk urusan kemeja kerja sehari-hari (kadang aku kerja pakai jas tapi tak selalu), aku memilih membeli yang murah-meriah. Kenapa, karena kemeja kantor adalah pakaian yang sangat kerap dipakai, tak menjadi perhatian utama (apalagi kalau dipadu dengan jas, akan tenggelam dibalik jas dan dasi) dan tak memerlukan detail untuk kualitasnya.
Lalu, jeans.
Aku sepakat dengan pendapat Momon, sahabat blog yang kukagumi tulisannya itu. Suatu waktu ia pernah berkata “Orang keren harus punya jeans yang keren juga!” Nah, untuk itu aku tak sungkan untuk membeli jeans yang bagus sekaligus awet karena aku merasa aku adalah ‘orang keren’ :)
Tapi untuk kaos oblong yang dipakai untuk kerja hari jumat ataupun akhir pekan, aku tak lagi memilih untuk beli kaos bermerk yang mahal-mahal. Aku memilih kaos obralan yang dijual tak sampai 10 dollar (untuk ukuran sini sudah sangat murah) dan kukenakan begitu saja.
Alasannya, sama dengan pakaian kantor, selain tak ada yang memperhatikan, sekalinya bosan, ketika membuang tak sampai sakit hati untuk melakukannya karena murah.
Barang ketiga yang kuikhlaskan jika harus kubeli dengan harga lumayan mahal adalah sepatu. Sama halnya dengan jas dan jeans, sepatu haruslah kuat dan tahan lama. Ganti-ganti sepatu selain tak bagus diongkos, apakah kalian juga punya pengalaman sama denganku yaitu ketika harus mengganti baru, kaki kalian akan lecet-lecet pada awalnya?
Tapi untuk kaos kaki, singlet dan celana dalam, aku tak pernah membeli barang yang terlalu mahal. Malah sebaliknya, semakin murah yang kudapat, semakin bangga rasanya.
Barang terakhir yang bole kubilang rela untuk kubeli mahal adalah sabuk. Aku memilih membeli sabuk yang berkualitas bagus sekalian dan bisa kupakai hingga tahunan. Alasannya jelas, daripada gonta-ganti yang kualitasnya buruk, mending beli sekali lalu sudah… :)
Perpaduan barang-barang mahal dan murah pada akhirnya menjadi keseharianku. Hasilnya? Aku tak pernah merasa tak tampan ataupun terganggu ketampananku karena pakaian yang kukenakan hahahaha!
Resepnya? Simak berikut di bawah ini lalu praktekkan!
Pertama, pagi hari sebelum mengenakan pakaian apapun, bercerminlah di kaca lalu yakinkan dirimu bahwa apapun yang hendak kau pakai hari itu, kau akan tampak setidaknya sama-sama tampan/cantiknya dengan hari lalu. Jadi, jangan pikir yang mahal atau yang murah dulu, pikirkanlah, apapun itu dan reaksinya terhadap ketampanan/kecantikanmu :)
Kedua, kamu harus tahu bahwa pakaian, sebagus apapun yang kamu pakai kalau jiwamu tak mencerminkan sebuah kebahagiaan dan kemapanan, semua akan hilang begitu saja.
Kalian ingat Steve Jobs? Pernah lihat dia pake kaos selain kaos warna hitam dan celana jeans biru dan sepatu kets di tahun-tahun terakhir hidupnya?
Ia berpenampilan sederhana… sesederhana itu, tapi kita melihatnya sebagai seorang yang ‘wah’ karena jiwa dan kepiawaiannya dalam karier berbicara sangat lebih banyak ketimbang pakaian yang ia kenakan.
Lalu yang ketiga… tanamkan dalam dirimu bahwa berpakaian harus memuat misi bahwa setidaknya ia tidak akan melukai orang lain termasuk melukai pandangan orang lain.
Maksudku, jangan kamu pakai pakaian yang kontrasnya bikin orang lain ‘ilfil’ karena kalau demikian alih-alih kamu merebut hati orang, yang ada kamu justru dijauhi orang lain. Aku tak bisa menyebut seperti apa kriteria pakaian yang ‘melukai pandangan orang lain’ tapi kenalilah lingkunganmu.
Misal kamu hadir di lingkungan orang muda yang menggelar acara di tepi pantai. Tentu kurang pas kalau kamu datang mengenakan jas atau waktu kamu hadir di lingkungan agama, tentu tak elok kalo kamu hanya pake tank top saja.
Keselarasan kita dengan lingkungan dan sejauh mana cara berpakaian kita tak menimbulkan ‘pergunjingan’ orang lain saja menurutku setidaknya sudah ‘menyelamatkan’ muka ketimbang ribut mikir mana yang mahal dan menyingkirkan yang murah untuk dikenakna.
Nah lalu yang terakhir, dan kupikir yang terpenting adalah, aku percaya setiap manusia memiliki style dalam hal apapun termasuk dalam hal berpakaian. Menurutku, orang berpikir tentang style terlebih dahulu baru kemudian mengimplementasikannya ke dalam fashion yang sesuai. Dengan demikian, semurah apapun itu, selama pakaian masuk dalam style kita, harusnya hal itu tak menjadi soal. Dan bukan yang sebaliknya, style yang mengikuti fashion. Karena kalau demikian adanya, hingga akhir dunia pun, kau tak kan pernah puas untuk mengumbar nafsu dan uang dalam hal yang akan selalu berganti waktu demi waktu: fashion.
So, tentukan style-mu!

Style is a very personal. It has nothing to do with fashion. Fashion is over very quickly. Style is forever.
(Ralph Lauren)

Sebarluaskan!

39 Komentar

  1. Hani sih sederhana aja, style Hani adalah pakaian yang membuat nyaman bergerak dulu. Baru melihat kesesuaian warna dan cuaca. hehehehehe

    Balas
    • Good:) Itulah style-mu :)

      Balas
  2. Jadi, kemeja kotak kotak dipadu dengan celana pendek corak tentara, cocok gak ya?!

    Balas
    • Nggaaaa… Cocoknya pake clana pendek item… Kita cari sabtu ini di city:)))) ok?:)

      Balas
  3. Kalau bicara kualitas, harus diakui barang mahal itu biasanya kualitasnya bagus dan potongannya enak dikenakan. Cuma ya itu tadi, kalau bicara fashion atau sesuatu yang sifatnya musiman, harga miring juga ngga papalah. Toh begitu barangnya mulai tak layak dipakai, biasanya musimnya pun udah berlalu…
    My Style? Standar, yang penting matching. Saya ngga berani pake pakaian yang meskipun lg ngetrend, tapi membuat saya terlihat aneh..

    Balas
    • Anda memang dewasa:)

      Balas
  4. Aku gak pernah memperhatikan merk, yang penting pas dengan keinginan, cocok dengan warna kulit, cocok pula harganya dengan kantongku. :)
    Setuju..ketampanan atau kecantikan seseorang tidak tergantung pada mahal tidaknya barang yang dikenakan. Ke PeDe an seseorang jg menentukan.

    Balas
    • Cewek banyak yg seperti itu… Ga liat merk yg penting pas dan “worth it” :)

      Balas
  5. kalau aku ngejqr kualitas mas.. misal pakaian dalam.. klo yg murah kan suka kendor geje gt.. makenya gak enak.. jadinya aku beli yg harganya pertengahan deh :D

    Balas
    • Yup, tapi menurut hematku, hati2… Ktika patokanmu kualitas, berarti panca indramu yg harus obyektif menilainya…:)

      Balas
  6. lha piye? nek butuh kemejo lurik dikulakne seko beringharjo pow? wkwkwkwkwk

    Balas
    • Wahahahaa :)

      Balas
  7. Kalau ini sih aku percayakan kepada stylish-ku, Mbah..

    Balas
    • Stylish atau stylist, Le?

      Balas
  8. Standarnya sih jeans. Kalau informal, pakai kaos. Kalau formal, dipadu kemeja lengan pendek atau batik. Tapi tetap jeans. Sekali jeans, ya tetap jeans hehe
    Aku gak terlalu memperhatikan penampilan, kecuali lagi dihadapan cewek cantik *eh
    Gak terlalu selama gak bau kecut, gak robek/berlobang. “Tidak melukai pandangan orang lain” lah…

    Balas
    • Wah sayang batiknya yg aku kurang sreg entah knava :)

      Balas
  9. Kalau pakai celana jins yang sobek2 bagian lutut dan ujungnya “pating kliwir”, kaus oblong dan sandal jepit “slewah” piye mas DV ?

    Balas
    • Tetep keren asalkan kampusnya De Britto :))))

      Balas
  10. kalo kemeja mesti yang mahal karena keliatan dari kualitas kerahnya, kalo aku mensiasatinya dengan order alias bikin sendiri, jadi kualitas terbaik hanya saja gak bermerk.

    Balas
    • Gw dulu juga slalu pake penjahit, tp di sini lebi mahal hehehhehe

      Balas
  11. Aku bangun tidur malah takut berkaca Om.
    Secara tak sadar, berkaca usai bangun tidur seperti melihat iblis,… eh maksudku sisi negaitive sendiri. Lebih enak usai mandi, aku yakin sekali diriku semakin tampan dengan pakaian apapun, atau kusebut sisi positif :D

    Balas
    • Wah kalo aku ga pernah mandi pagi brarti liat iblis terus?:)))

      Balas
  12. Untuk pakaian kerja atau mengajar, andalanku adalah kemeja lengan pendek, apapun motifnya, mau batik atau bukan, yang penting lengan pendek. Atau dengan kata lain, no lengan panjang, hahaha.. :D
    Eh, kaos oblog Ausi yang seharga 10 dollar itu kalau nyampe di Jogja bisa jadi mahal itu. Bukan mahal harganya, tapi mahal karena oleh-oleh dari luar negeri… :p

    Balas
  13. aku termasuk orang yang jarang beli baju. kalau beli, jarang pula yang bermerek. asal enak dipakai dan aku suka sajalah. itu cukup. dan aku rasa, salah satu yang penting dijaga juga soal kebersihan. kadang aku ketemu cowok yang celana jins atau jaketnya sampai bau. duh! kalau rapi dan bersih, kan enak juga dilihatnya :)

    Balas
  14. wah pake jas nih ke kntor…? kalau aku sih setiap hari pakai batik… menarik loh… buat formal bisa buat non formal bisa. jadi kalau mendadak mau meeting ya tinggal jalan, tidak perlu salah kostum..

    Balas
    • Lha pake jas lebi ga salah kostum lg kalo di sini hehehehe :)

      Balas
  15. “Kali ini kita ngobrol riangan”, posting-posting sebelumnya berat-berat ya mas Don. Iya sih kadang saya kelimpungan bacanya… tapi seru, kadang bikin deg-degan gituh. Masalah fashion saya sih ketinggalan jaman sekali. Asal nyaman dan gak salah dipake waktu acara tertentu sih cukup ya, gak suka tampil mencolok sih.

    Balas
  16. Pilihan mahal dan murahnya pakaian sampeyan sih seperti kebanyakan orang sih. Sabuk, sepatu, jeans dan jaket atau jas biasanya cenderung memilih yg mahal dan atau kualitas yang lebih bagus. Sedangkan kaos atau kemeja cenderung yang lebih murah, apalagi cuma kaos kaki.
    Tapi, alasan untuk jeansnya kurang masuk akal sih mas. Huehehehe.
    Tapi kalau aku sih, paling rempong kalau suruh milih sandal dan sepatu. Sulit cocok sama modelnya :3

    Balas
    • Dan aku pernah nemenin Rusa beli sandal. REMPONGGGG!

      Balas
      • Nomernya kebesaran semua, pasti!:)

        Balas
  17. Saya sebenarnya juga tidak peduli dengan merk, dibandingkan dengan beberapa kawan di lingkungan saya, mungkin saya adalah yang paling murah dari segi harga pakaian saya.
    Tapi saya setuju dengan anda, dalam beberapa hal saya tetap merelakan uang saya untuk yang lebih mahal dibanding yang lainnya, seperti sepatu. Untuk kaos kaki, saya memilih yang berkualitas, biasanya memang lebih mahal karena beberapa membeli yang murah meriah hasilnya adalah cepat rusak dan bau.
    Untuk pakaian kaos di rumah dan untuk jalan-jalan, harga untuk saya adalah berkisar 50-100 ribu, merk tidak penting yang penting nyaman dipakai. Saya belum pernah membeli pakaian bermerk seperti Quiksilver, Billabong, Rip Curl dan merk-merk seperti itu yang disini cukup banyak dipakai oleh teman-teman yang berduit. Maklum harganya cukup mahal bagi kantong saya, hehe *maaf nyebut merk

    Balas
    • Hehhehe saya juga skrg ga ‘gila merk’, Bli :)

      Balas
  18. Aku ndak punya barang yang mahal, Om. Tak satupun. :mewek:

    Balas
    • Suamimu? Kurang berharga?

      Balas
  19. saia sepakat dengan kutipan dari Ralph Lauren di atas….
    kalo boleh saia menafsirkan….
    “….Style is forever.” karena style itu melekat dalam diri setiap individu… jiwanya yang memancarkan style tersebut… :D #IMHO

    Balas
    • Tepat! Dari kata2mu, pasti kamu seorang yg punya style sendiri :)

      Balas
  20. aku suka fashion sebagai pengamat bukan penggila. kalo penggila fashion, yang gak match juga dipakek. kalau pengamat, yang gak match ya cukup diamati aja dan mengagumi style orang yang lain pas di mata hehehe…
    karena sudah tidak ngantor banyak baju-baju yang bagus nganggur di lemari. sampai kepikiran buat dijual atau dihibahkan tapi kok ya sayang, soalnya terkesan jual style sendiri ke orang lain. baju-baju itu walaupun tidak mahal sekali, tapi perjuangan nyarinya lumayan juga. alhasil ya tetap dipajang dan berharap kalau ada acara-acara tertentu masih bisa dipakek, tentu harus menunggu sampai badan ini sesuai dengan berat badan waktu zaman punya baju itu hehehe

    Balas
    • Ahaaa… Tantangan ibu2 sesudah melahirkan ya :)

      Balas
  21. haha, yang pasti aku TIDAK MAU membeli baju/tas dengan tulisan nama orang lain gede-gede seakan kita ini papan reklame dia. Udah beli mahal kok, mustinya kita yang dibayar tuh!
    Untuk sepatu aku akan lebih royal dibanding yang lain karena aku perlu sepatu yang enak dipakai jalan. High heel tidak bisa dipakai di Jepang (tanpa mobil)
    Aku suka pakaian dari Talb*t yang classic. Sudah lama tidak membelinya :) karena merasa belum perlu menambah tumpukan baju di lemari.

    Balas

Trackbacks/Pingbacks

  1. Yang ini untuk mereka yang menghambakan diri pada fashion? | Placedelamode - [...] Yang ini untuk mereka yang menghambakan diri pada fashion?  » http:// donnyverdian.net [...]

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.