• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Why should i get married?

12 Desember 2011 41 Komentar

Selain soal ciuman, ‘pasangan hidup’ juga dipandang dalam persepsi yang berbeda oleh banyak kalangan. Tak jarang perbedaannya membuat sesuatu kurang ‘mengenakkan’ ketika seseorang/sekelompok orang mulai ‘kepo’ dan bertanya, “Kok mereka gitu sih? Salah tau!”
Kalau kita tinggal di Indonesia dan berkenalan dengan pria yang baru kita kenal di acara kawinan misalnya, dengan paparan usia sekitar 30-an, sebagai basa-basi kita biasa bertanya, “Istri dan anaknya nggak diajak? Sudah menikah?”
Sembilan puluh persen jawaban akan baik-baik saja semisal, “Oh, saya belum menikah, Pak!” atau “Oh, istri saya repot ngurus anak di rumah…” Tapi membayangkan pertanyaan seperti itu ditujukan pada orang-orang di sini, bisa-bisa jawaban yang diberikan akan tak terlalu menyenangkan atau bisa jadi di luar perkiraan kita.

“Married? Are you kidding me? I’m still 30!”

Pada dasarnya rata-rata orang di sini tak mematok bahwa pada usia tertentu kita harus menikah. Ada yang menikah umur 35-an, ada pula yang malah menikah ketika usia sudah 60-an.
Suatu waktu aku datang ke pesta dan banyak orang kaget ketika aku bercerita bahwa aku sudah punya seorang anak perempuan berusia satu tahun. “Hah? Kamu 33 tahun sudah punya istri dan anak? You’re too young, Donny!” Dalam hati aku berpikir, ini orang belum pernah datang ke Indonesia. Barangkali kalau ia datang ke pesta di sana dan ketika tahu bahwa ia belum lagi menikah apalagi punya anak padahal keriput di sudut matanya telah lebih dari 3 lekukan, apa kata dunia?!
 

“Istri? Aku tinggal bersama my girl friend and why should i get married?”

Banyak orang di sini memilih untuk tak menikah (bahkan seumur hidupnya) dan lebih senang tinggal kumpul kebo bersama pacarnya.
Alasannya banyak, tapi beberapa yang kutahu, mereka memilih untuk tidak/belum menikah karena pertimbangan komitmen. Bukan komitmen untuk saling mencintai lho, karena kalau itu mereka sudah tahu dan rata-rata terbuka bahwa ketika mereka sudah tak cinta ya mereka akan langsung mengemukakan satu sama lain. Komitmen yang dimaksud adalah komitmen yang sifatnya administratif di hadapan hukum (dan sebagian orang masih respek terhadap agama tentu saja).
Ketika sebuah pasangan bercerai, di sini, detail urusan administrasi yang menyertai proses itu harus dilakukan secara seksama. Nah, inilah yang membuat mereka rata-rata memilih untuk berpacaran saja.
 

“Istri? Saya tinggal bersama my boyfriend!”

Nah loh! Kenyataan bahwa ada sebagian orang yang memilih untuk berorientasi seksual sesama jenis sebenarnya bersifat mendunia. Tak hanya di Australia, bahkan di Vatikan pun barangkali ada, maka di Indonesia juga banyak seharusnya! Yang membedakan cuma soal keterbukaan dan bagaimana kita mampu menghargai keberadaan mereka sehingga mereka pun tak malu-malu untuk mengakui identitasnya dan balik menghormati kita.
Sejauh yang kutahu, di sini ada pasangan yang masih belum mengumumkan ke khalayak namun semakin hari semakin banyak yang ketika ditanya, tak segan bilang “I’m a gay!” atau “I’m a lesbian!” Jadi jangan heran kalau misalnya di kereta, tiba-tiba di depanmu ada dua orang pria yang saling berpelukan, membelai rambut satu sama lain lalu tiba-tiba… berciuman bibir…
OK! Jangan panik! Ambil handphonemu, sibukkan diri misalnya dengan membuka facebook or twitter atau baca buku atau palingkan wajah ke arah jendela mengamati alam sekitar misalnya… Tapi kalau kamu malah menikmati pemandangan itu? Ya,beda urusan sih :)
 

“Eh, kamu pikir kamu siapa? Kenapa tanya-tanya?”

Kalau ini yang paling pahit! :)

Paribahasanya sih memang “Air susu dibalas dengan air tuba” tapi nyatanya masa kini tak semua orang doyan susu, dan kamu memancing orang untuk diberi setetes tuba.

Sama dengan kenyataan bahwa homoseksualitas adalah fakta, maka pernikahan, pilihan orientasi seksual dan pacar adalah juga hal-hal yang faktanya bersifat personal. Namanya juga personal, ia berada dalam pagar diri kita masing-masing. Kita berhak untuk tak membagikan hal itu pada orang lain dan orang lain wajib menghormati keputusan tersebut.
Hal hormat-menghormati ini tentu dalam rangka menciptakan civil society yang lebih baik; kalau dalam bahasa guruku SD dulu, “Kalau kamu tak mau dicubit ya jangan mencubit!”
Maka pertanyaan-pertanyaan semacam yang kusebut di kalimat pertama tulisan ini bukannya tak awam di sini tapi setidaknya tak jarang orang menghindari kalau mereka memang belum kenal secara personal.
Jadi misal kamu berlibur atau pindah kemari, trus di dalam bis atau kereta bertemu seseorang lalu ingin berkenalan, meski tak kusarankan tapi silakan dicoba.?Sekalinya dicoba berhasil dan dia OK saja, hal itu bukan berarti pertanyaan kamu selanjutnya padanya adalah “Eh kamu kok sendirian? Suami kamu mana?”
Wah, kalau dia berkepribadian OK, barangkali ia menjawab, bisa pula ia menghindar dengan bilang “Sorry…” lalu pergi karena merasa tidak nyaman. Tapi kalau ketemu yang senewen lalu pertanyaan kamu yang sebenarnya tak bermaksud apa-apa selain basa-basi itu dibalas dengan sesuatu yang kurang menyenangkan, ya lantas jangan ngambek dan bilang “Yah, ditanya baik-baik kok jawabnya ketus…!”
Paribahasanya sih memang “Air susu dibalas dengan air tuba” tapi nyatanya masa kini tak semua orang doyan susu, dan kamu memancing orang untuk diberi setetes tuba.
Ya, gitu deh!

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Australia, Cetusan, Indonesia

Tentang Donny Verdian

Donny Verdian born in Indonesia, 20 Dec 1977. He moved to Sydney, Australia in 2008. Donny is a songwriter, singer and musician. He's also known as Superblogger Indonesia.

Reader Interactions

Komentar

  1. honeylizious mengatakan

    12 Desember 2011 pada 5:11 pm

    tanya saya aja, saya akan langsung jawab, saya belum menikah dan sedang mencari kok *eh*

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:42 pm

      nyari apa? tiket?

      Balas
  2. airyz mengatakan

    12 Desember 2011 pada 6:05 pm

    hihi, kalo di Indonesia umur 30 udah ketuaan malah ya om >.<

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:43 pm

      ember

      Balas
  3. krismariana mengatakan

    12 Desember 2011 pada 6:15 pm

    aku sekarang kok makin nggak peduli ya, orang itu udah kawin apa belum, punya anak atau tidak. mau kawin, kek; mau kumpul kebo, kek…. ya itu sih urusan dia aja. asal dia nggak mengganggu hidupku, ya ngapain terlalu kepo dengan urusan orang lain?

    Balas
  4. Kaget mengatakan

    12 Desember 2011 pada 6:55 pm

    Usia 27 tujuh pun dulu saya sudah di sodori pasangan, mikir 35 Om???? Di negri sendiri bakal jadi buah bibir yang katanya ‘dagangan ngga laku2’ :P
    And soal sejenis itu….. *no comment ah!*

    Balas
  5. giewahyudi mengatakan

    12 Desember 2011 pada 8:54 pm

    Nikah itu sebuah tantangan dan saat umurku baru masuk 26 tahun aku berani berkata “Nikah yuk..” *mlengos*

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:44 pm

      yang perlu ditelusuri sebelum kamu bilang “Nikah yuk!” itu apa ada pesan sejenis “Kamu kapan nikahin anakku?” *mlengos tanpa njedhir :)

      Balas
      • isnuansa mengatakan

        16 Desember 2011 pada 5:31 pm

        *melotot*

        Balas
  6. kw mengatakan

    12 Desember 2011 pada 9:59 pm

    hi mas salam kenal
    agak susah menjelaskan ke mereka
    tapi memang harus dimulai…
    ketika ke resepsi, ada pertanyaan kapan nyusul. aku jawab langsung, aku tidak menikah. nah biasanya mereka langsung salah tingkah, mati gaya. entah merasa bersalah atau shock
    :)

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:45 pm

      ya memang harus terus dibegitukan supaya terbiasa, Mas :) Salam kenal, blog Anda bagus sekali!

      Balas
  7. Ceritaeka mengatakan

    13 Desember 2011 pada 12:07 am

    Hahaha pernah ada temenku bule bilang, “I heard in Indonesia u guys like to get married very young. Why?”
    Serius gue kelimpungan jawab itu :)) hahaha

    Balas
  8. Maztrie Utroq mengatakan

    13 Desember 2011 pada 10:48 am

    Manthuk-manthuk gak mau setetes tuba pun segelas susu. Tapi mau susu yang tanpa kemasan saja, aku belum nikah kanggg… #numpangpromo

    Balas
  9. Edi Psw mengatakan

    13 Desember 2011 pada 8:54 pm

    Kalo ada orang yg bertanya kpdku, ya langsung aku jawab aja apa adanya.

    Balas
  10. wiwikwae mengatakan

    13 Desember 2011 pada 9:32 pm

    Jadi intinya piye iki, don? Harus nikah apa nggak nih?

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:46 pm

      Lha mbuh… tanya gitarisnya KOIL aja hahaha

      Balas
  11. edratna mengatakan

    14 Desember 2011 pada 9:14 am

    Kayaknya, di kota besar orang sudah jarang tanya hal pribadi, karena semakin banyak orang yang memilih tidak menikah (banyak manager di bawahku yang memilih tak menikah)…baik laki-laki maupun perempuan.
    Dan…bukankah kita bergaul dengan pribadi orang tsb? Bukan karena siapa-siapa?

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:47 pm

      Sayangnya sedikit yang berpikiran terbuka seperti Bu Eni…

      Balas
  12. pampie mengatakan

    14 Desember 2011 pada 1:32 pm

    * ALERT! Ini pendapat pribadi, hanya berbagi perspektif *
    Kenapa harus menikah sekitar/sebelum 30an?
    Karena kalau terlalu tua kasihan anaknya, ketika mereka belum siap berdiri sendiri orang tuanya sudah harus pensiun.
    As simple as that.

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:48 pm

      Good one! Pemerintah harusnya memberi jaminan bahwa kalaupun tanpa orang tua, anak harus mampu hidup.
      Definitely ini tanggung jawab pemerintah, menurutku.

      Balas
  13. imroee mengatakan

    14 Desember 2011 pada 6:08 pm

    Wow…!!!

    Balas
  14. Baju bali mengatakan

    14 Desember 2011 pada 6:44 pm

    Wah baru tahu kalau di australia cowok umur 35 masih dibilang muda. Gak heran kalau lihat film amrik gitu banyak yang usia diatas 40 tahun belum nikah ( di cerita film ) . Beda kalau di jawa, habis lulus sma dah pusing ditanyain kapan nikah. Setelah nikah ditanya lagi , kapan nih mau punya anak.heheh berbeda sekali.

    Balas
  15. Hanif Mahaldi mengatakan

    14 Desember 2011 pada 9:29 pm

    wah, berasa tinggal disana seperti di eropa,dimana ras bangsanya semakin sedikit karena tidak ada yg semangat untuk menikah.Jadi ya penduduknya makin kesini makin sedikit jumlahnya.Berbanding terbalik dengan indonesia.

    Balas
  16. zee mengatakan

    15 Desember 2011 pada 12:08 am

    Kalau di Indonesia, sekarang ini umur 33 belum menikah sudah bisa digolongkan terlambat, padahal temanku (which is sudah 36thn) memang belum menemukan jodohnya. Dan aku pun ikutan berkaca untuk mengetahui ada berapa banyak kerutan di mata hehehee….
    Beda negara, beda ras, beda budaya pula… Kalau aku pribadi cenderung tidak keberatan dengan paham yang dianut oleh the western, karena kalau dipikir dengan logika, ya memang tidak ada yang salah.. Tapi karena aku stay di Indonesia, di situlah aku menjunjung adat itu.

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:49 pm

      termasuk adat untuk menghargai hak orang lain untuk menikah/tidak menikah yaw :)

      Balas
  17. nonadita mengatakan

    15 Desember 2011 pada 11:20 am

    Hal yg tidak mengenakkan dari kebiasaan yg dijunjung di Indonesia adalah judgement yang mengikuti setelah percakapan tersebut. Bila orang sudah tau saya belum menikah (dan karena emang belum mau!), banyak yg kemudian ngejudge, “Kamu kebanyakan kerja!”, “Inget umur, jangan seneng2 mulu”, “Pikirin keinginan orangtua dong!”. Menyebalkan sekali. Padahal kalau aku nikah, apa urusannya dengan mereka2 yg dengan “care”-nya nanya2 soal ini?

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:50 pm

      apapula yang mereka bisa berikan pada kita kalau kita sudah menikah ya? :)

      Balas
  18. herman saksono mengatakan

    15 Desember 2011 pada 11:28 am

    Kalimat penutupnya nendang :))

    Balas
  19. liza mengatakan

    15 Desember 2011 pada 11:28 am

    hore! pertanyaan itu sekarang hampir tidak berlaku lagi untukku :D

    Balas
  20. satch mengatakan

    15 Desember 2011 pada 12:11 pm

    Saya nunggu budaya temen2 saya ngasih kado hasil urunan ilang dulu. Kalo mereka sudah mampu ngasih kado nikahan sendiri2, atau ngamplopin duit minimal 200 ribu per orang, barulah saya nikah

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:50 pm

      Good one!

      Balas
  21. ajengkol mengatakan

    15 Desember 2011 pada 11:39 am

    menikah dini dengan segala konsekuen yang juga nggak mudah eh 30 itu muda yah #melipir

    Balas
    • DV mengatakan

      15 Desember 2011 pada 12:51 pm

      Hehehehe… muda itu selamanya :)

      Balas
  22. imadewira mengatakan

    15 Desember 2011 pada 2:16 pm

    Sangat jauh berbeda dengan disini ya. Tulisan ini membuka wawasan saya. Terima kasih.

    Balas
  23. zulhaq mengatakan

    15 Desember 2011 pada 2:44 pm

    umur bukan patokan sih ya soal nikah, walaupun kita tinggal di Negeri dengan sejuta pertanyaan “kapan nikah” ini.
    Buktinya, saya belum kepikiran untuk menikah Mas hahahahaha…..

    Balas
  24. budi mengatakan

    15 Desember 2011 pada 3:48 pm

    salah satu basa basi yang paling basi :D
    ganti tanya gini: kenapa dari dulu sampai sekarang negara indonesia masih jadi negara berkembang? kapan majunya?
    *ga nyambung*

    Balas
  25. niee mengatakan

    16 Desember 2011 pada 8:08 pm

    Mungkin karena di indonesia masih memegang adat istiadat serta agama yak.. jadinya harus menikah..
    Tapi klo keputusan tidak menikah atau blm menikah di usia yg sudah lanjut aku seh respek aja.. dan sampai skrg aku menghindari bertanya.. sudah menikah atau yg lagi hits: kok belum hamil?? *jewer* hehehe

    Balas
  26. hesty mengatakan

    18 Desember 2011 pada 4:41 am

    iya ya, saya juga pernah baca, mnurut penelitian katanya orang luar banyak yang lebih memilih kumpul kebo, soalnya kalo nikah ribet, butuh dana dan segala macam, iya juga sih.. nikah kan gak bole maen2 :D
    aduuhhhh sedih bener klo liat orang gay,,, masih ada saya dimari.. halohhhh #garukaspal :D

    Balas
  27. fazza mengatakan

    20 Desember 2011 pada 3:27 pm

    salam kenal pak donny
    kalau baca cerita jadi gimana gitu….
    lesbian di depan umum..
    hiii….
    mungkin tradisi dan adat yang membedakan…

    Balas
  28. Anderson mengatakan

    23 Desember 2011 pada 2:54 pm

    Hi Bro,
    Kalau gue perhatiin beberapa tahun terakhir di Jakarta, basa-basi dengan pertanyaan udah menikah apa belum atau udah punya anak apa belum kayaknya mulai jadi pertanyaan sensitif. Faktanya, kayak yang bu edratna bilang diatas, mulai banyak orang yang memilih untuk tidak menikah atau belum dikarunia anak…jadi kalau ditanya begitu agak sensitif jadinya.
    Lha Opie aja bikin lagu, “I’m Single and Very Happy…”
    Salam

    Balas
  29. Dony Alfan mengatakan

    7 Oktober 2012 pada 9:16 am

    Ahh, jingan kowe, Don. Omongan ngene ki marai sirahku cumleng :-/

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT