Walk the talk

28 Jun 2012 | Cetusan, Indonesia

Pernah dengar istilah ‘walk the talk’??
Aku sedang suka lagi dengan istilah itu. Menurutku, selain enak diucapkan (setiap kata dalam bahasa inggris yang diakhiri dengan ‘lk‘ itu menuntut lidah yang menari dan bagiku itu seksi!), secara konsep, walk the talk bermakna ‘menjalani apa yang telah diucapkan’.

Aku dengar pertama kali istilah ini dari bosku di perusahaan lama yang mengatakan bahwa tantangan terberat menjadi seorang pemimpin adalah menjadi seorang yang ‘walk the talk’.

Nah, kenapa tiba-tiba aku suka lagi?
Itu tak lain karena terpantik tayangan debat calon gubernur DKI di salah satu stasiun televisi tanah air yang kuakses lewat parabola.

Bagian paling menarik dari seluruh rangkaian acara yang sebenarnya tak menarik itu adalah ketika para calon diberi waktu 1.5 menit untuk menjelaskan visi dan misinya.

Dari enam calon yang hadir, aneka rupa cara mereka tampilkan untuk memanfaatkan waktu yang sangat sempit itu.

Ada yang berapi-api, ada yang memulainya dengan puji dan puja doa yang berkepanjangan, ada yang sok cool meski ada pula yang seperti kalah sebelum bertanding.

“Kita tak butuh pemimpin kalau memang tak ada pilihan yang demikian.?Kita hanya butuh seseorang yang mengaku sebagai pemimpin…”

Tapi sebenarnya intinya toh sama saja.
Setiap calon gubernur mengutarakan janji perubahan, tak terkecuali bahkan sang incumbent pun bertekad untuk berubah. Aneh sih sebenarnya karena kalau dipikir logis, apa mungkin dari orang yang sama bisa menghasilkan perubahan yang signifikan dalam tenggat waktu yang tak panjang, selama masa jabatannya? Logika lainnya, kalau bisa berubah kenapa baru sekarang akan berubah?

Pemaparan mereka, seindah dan seburuk apapun adanya juga menyiratkan arti betapa lidah yang digunakan untuk mengucapkan itu tak bertulang, tapi kuasa sihirnya mampu menaklukkan keseluruhan tubuh kita yang ditopang tulang belulang ini.

Lidah mereka seolah menghadirkan kebodohan mendadak dan membuat kita manggut-manggut mengiyakan… maaf, maksudku, sok yakin untuk menganggap bahwa pilihan kita, siapapun itu, adalah sosok yang tak hanya akan sanggup bicara, tapi juga sanggup melaksanakannya, walk the talk!

Persoalannya sekarang, maaf kalau terdengar skeptis, sudah berapa generasi pemimpin yang kita lewatkan yang semuanya melakukan kebijakan hariannya lepas dari janji-janjinya yang pernah diucapkan?

Mungkin lantas ada yang berteriak, “Ah, kalau demikian mana ada pemimpin yang benar-benar walk the talk, Don?!”

Jawabanku sederhana. Kita tak butuh pemimpin kalau memang tak ada pilihan yang demikian.?Kita hanya butuh seseorang yang mengaku sebagai pemimpin untuk mengisi kursi kepemimpinan dan konyolnya menarik pajak dari kita sebagai bayarannya.

So, siapapun pilihanmu,?jangan berharap yang berlebihan dari siapapun itu. Berharaplah dari dirimu sendiri. Itulah pengharapan terbesarmu setelah berharap kepada Tuhan, tentunya.

Begitu saja, dan mari kita lanjutkan hidup :)

There are a few people who truly, truly walk the talk. – Olympia Dukakis

Sebarluaskan!

13 Komentar

  1. tanpa pemimpin yang baikpun sebenarnya negara kita bisa jalan sendiri.. begitu kelihatannya ya… semoga.

    walk the talk itu yang sering diajari… itu salad satu kunci sebagai seorang pemimpim..

    Balas
    • Salah besar jika negara bisa berjalan tanpa pemimpin, Mas. Tahu kalimat Homo homini lupus oleh Plautus? Yang artinya kurang lebih “manusia adalah serigala bagi manusia lain”.

      Balas
  2. Peringatan keras bagi orang yang doesn’t walk the talk dengan jelas disebutkan dalam Al-Quran dan aku yakin, salah seorang dari para calon itu mengetahui benar tentang ayat ini. Ah… Semoga saja mereka tidak sedang menggali kuburan mereka sendiri melalui janji-janji manis tersebut…

    Balas
  3. kalau org kita bukannya bisa dan biasa walking while talking eh talking while walking? :D

    Balas
  4. hiahaha.. cirebon juga sebentar lg mau pilihan walikota.. tapi walaupun tinggal di kota tp ktp saya kabupaten jadi gak perlu repot mikirin siapa yang mau naik :D

    Balas
  5. Berarti berdasarkan pengalaman, menjadi logis kalau kita pesimis terhadap para calon pemimpin itu.

    Balas
  6. Tak baik memang menggantungkan harapan terlalu banyak pada pemimpin, karena pada dasarnya mereka cuma manusia, hanya bisa berjanji dan berusaha. Selebihnya banyak hal yang akan beperan.

    Balas
  7. entah kenapa aku pesimistis dengan segala macam kampanye politik di negeri ini. rasa-rasanya sama saja, selama sistem politik kita diisi oleh orang-orang yang hanya memikirkan diri mereka sendiri, calon pemimpin yang keren (apalagi diajukan oleh partai yang ternyata punya catatan buruk), ya bisa jadi –kalo tidak berhati-hati– hanya mengulangi kesalahan (atau bahkan memperburuk) keadaan. calon independen? apalah artinya kalo dibanding dengan calon yang didukung oleh partai, sih? :D

    Balas
  8. seburuk apapun.. manusia itu butuh pemimpin.. lah wong ada pemimpin aja ego pribadi masih tinggi.. gimana kalau gak ada pemimpin…

    Balas
  9. Baca rangkuman dari Kompas…makin bingung milihnya…..
    Pintar tak selalu berani mengatasi masalah.
    Jujur saja tidak cukup.
    Ahli strategi…eksekusinya ragu-ragu….

    Balas
  10. mnrtqu pemimpin itu perlu.. orang d rmh aja ad pemimpin kog (ayah) , dalam rapat osis pun ketua osis (sbg pemimpin) brtugas mengarahkan bwhannya pd suatu persoalan dan tidak mlenceng dari suatu persoalan yg dibahas dan mnentukan hasil dr apa yg tlh didiskusikan…. apa lagi di ruang lingkup yang lebih besar…
    memang benar jgn smpai berharap penuh pd pemimpin.. tp pemimpin itu perlu..

    Balas
    • Setuju!

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.