Viral dulu, viral sekarang.
Viral dulu terkait virus dalam istilah biologi (misal virus penyakit), tapi viral sekarang itu penyebaran konten melalui medium internet atau kalau mau agak sedikit dipersempit melalui social media.
Tak semua hal yang diviralkan itu buruk sebenarnya. Misalnya kita ingin mem-viral-kan hal-hal yang sifatnya manusiawi, apa salahnya?
Tapi kita juga harus sadar tak semua hal yang menurut kita baik itu baik juga untuk orang lain.
Beberapa hari lalu orang heboh soal bagaimana bagusnya layanan kereta api di Jepang yang tetap berhenti di satu stasiun meski hanya satu penumpang yang menggunakannya.
Sehari kemudian, hal itu disanggah oleh sebuah kantor berita dengan pernyataan bahwa ?Belum tentu apa yang diberitakan itu benar?
Lalu kita bingung, udah terlanjur memuja-muja tapi kok ternyata bo?ongan?
Beberapa bulan lalu, sekelompok orang merilis gambar-gambar mengerikan berisi potongan-potongan tubuh yang konon adalah korban kekerasan terhadap etnis Rohingya dan Syria. Tak lama kemudian, ada orang-orang yang kontra dan mengatakan bahwa foto-foto itu sebenarnya bukan foto yang diambil dari kejadian terkait.
Orang-orang yang sudah terlanjur hancur hati karena perlakuan yang sangat kanibal itu jadi bingung entah dengan kebingungan yang seperti apa karena sejatinya kekerasan adalah kekerasan with or without picture,?kan?
Iseng-iseng aku berpikir, bagaimana sebaiknya supaya proses viral-memviral ini dihentikan. Sejam berpikir sama dengan semilyar jam berpikir karena kesimpulannya sama, tidak akan bisa dihentikan. Kenapa? Karena viral itu tak bergantung pada satu sisi dan sebenarnya asal untuk kebaikan, viral itu diperlukan.
Solusinya adalah mengelola supaya tetap baik. Selama negara belum (semoga tidak) mengatur, selama pemilik social media belum punya pandangan yang sama tentang mengatasi hal-hal beginian, tanggung jawab ada di pundak kita baik sebagai pembuat maupun penikmat konten.
Viral, untuk pembuat konten
Untuk para pembuat konten, pesanku hanya satu, ingatlah azab! Ingatlah pertanggungjawaban atas segala hal yang telah kita lakukan di hadapan Tuhan, kalau kalian masih percaya Tuhan, kalau tidak ya dihadapan moral dan kemanusiaan.
Menyebarkan berita untuk kepentingan sendiri tentu boleh, tapi jangan sampai hal itu mencelakakan logika orang lain yang menikmati kontenmu. Celaka badan bisa diobatin, celaka logika, obatnya apa?
Viral, untuk penikmat konten
Untuk para penikmat konten, ada delapan poin yang berhasil kutemukan.
- Internet bukanlah pusat alam semesta. Jangan terlalu banyak menghabiskan waktu internet dan jangan terlalu bodoh percaya bahwa apapun yang ada di internet itu pasti benar adanya.
- Jangan mudah percaya pada konten milik siapapun termasuk blog dv.fyi ini. Gunakan akal sehat dan hati nurani untuk percaya-tidak percaya tentang content tersebut.
- Cari dan ambil nilai positif dari konten terlepas dari benar atau tidaknya konten tersebut. Misal soal train station di Jepang tempo hari, terlepas dari benar atau tidaknya, nilai positifnya adalah sebuah negara memang harus perhatian pada setiap warga yang telah urun tenaga dan pajak untuk kepentingan negara.
- Jangan menganggap semua konten terlalu serius.
- Konten yang menurut kita menarik itu belum tentu menarik orang lain; hati-hatilah mem-viral-kannya.
- Kalau kamu menemukan konten yang mencurigakan di social media, laporkanlah pada perusahaan penyedia jasa social media tersebut dan minta untuk diblok.
- Jangan ragu untuk berhenti follow seseorang meski ia adalah saudaramu sendiri kalau ia menyebarkan berita tak benar, ada baiknya kamu tak mengikutinya toh saudara tetaplah saudara tak tergantung pintar-bodohnya.
- Meski kamu tidak setuju, jangan mem-viral-kan ketidaksetujuanmu terhadap sebuah konten. Misalnya kamu tak setuju dengan konten yang bicara soal penodaan agama tertentu. Kamu lantas mem-viral-kan ketidaksetujuanmu itu, Menurutku, hal itu justr membuat si pembuat konten awal mula bertepuk tangan karena apa yang ia buat mampu membuat kubu percakapan yang makin meluas.
Seperti gini: ngetop dulu salah benar belakangan, haha…
Saya setuju gunakan akal sehat dan hati nurani untuk percaya-tidak percaya tentang sesuatu di berita internet.