Bagi sebuah festival dengan banyak acara pertunjukan seperti FKY misalnya, urusan tata kelola panggung adalah kunci!
Untuk itulah orang seperti Novindra Diratara Kirana, seorang manager panggung atau dalam bahasa menterengnya, stage manager, diperlukan.
Selama tinggal di Jogja dulu, sebenarnya aku tak pernah kenal secara personal dengannya. Vindra adalah satu contoh bahwa melalui social media dan melalui ?tema? yang selalu sama untuk diperbincangkan yaitu Jogja, dua orang yang semula tak kenal bisa saling berkawan.
Bagiku Vindra yang lahir pada 1 November 1980 ini adalah sosok ?teknis? tapi seleb, seleb tapi teknis.?Kalau tak percaya perhatikanlah linimasanya di Twitter, ia begitu dikenal sebagai sosok yang kehadirannya selalu membawa kebahagiaan bagi kawan-kawan setidaknya se-lini masanya tadi.
Bersama dengan Bayu Pamura dan Handoko Wiyanto, Vindra adalah salah satu pendiri online radio yang banyak digemari di Jogja (dan kota-kota lainnya), Pamityang2an.
Masih kurang percaya se-seleb Vindra?
Hari Senin lalu, sesaat setelah aku mempublikasikan tulisan tentang Ari Wulu yang tak lain juga adalah kawan Vindra, aku iseng membuat polling?tentang feature/cover photo mana yang cocok kujadikan cover foto tulisan ini, tiba-tiba ada seorang dari Malang yang tak kukenal sebelumnya mengirimiku email berisi tiga puluh delapan? kuulang t-i-g-a p-u-l-u-h d-e-l-a-p-a-n foto Vindra yang bisa kujadikan alternatif pilihan karena mungkin ia tak begitu puas dengan pilihan yang kusediakan di halaman polling!

Ini salah satu dari 38 foto yang dikirim dan foto ini menarik karena saya cukup susah cari foto Vindra lengkap dengan rambutnya :)
Penasaran sensasional apakah Vindra? Simak cuplikan wawancaraku dengannya berikut ini mulai soal konser Sheila On 7 yang minggu lalu dihentikan polisi, proses pendirian PamitYang2an, kenapa dia tak tamat kuliah, situasi kota Jogja dalam perspektifnya hingga berapa sih honornya sebagai stage manager sehingga dia mendapat predikat sebagai stage manager termahal di Yogyakarta?
Cekidot, Dab!
DV: Vin, kejadian polisi yang naik ke panggung Sheila On 7 beberapa hari lalu itu menurutmu tanggung jawab stage manager apa bukan?
Vindra: Bukan! Saya barusan nonton link videonya di Youtube, menurutku itu polisinya yang tak punya etika!
Harusnya pihak kepolisian punya cara yang lebih baik untuk menghentikan sebuah acara. Hubungi dulu panitia yang bertanggung jawab menggelar acaranya, tidak asal langsung naik ke atas panggung dan menghentikan acara apalagi di tengah-tengah lagu.
Oh, kupikir itu adalah tanggung jawab stage manager juga. Kalau gitu, sebenarnya tanggung jawab stage manager itu seperti apa?
Sebenernya stage manager hubungannya lebih ke teknis panggung. Wilayah kerjanya nggak sampai ngurusin perijinan.
OK, to the point, Vin.. ndak pake tedeng aling-aling ya? Khalayak Jogja bilang kamu adalah stage manager termahal di Jogja. Piro bayarmu?
ASEMIK! Ora yooooo!!!! (Ouccchhh, ungkapan seindah ini terlalu sayang untuk diterjemahkan ke bahasa lain, jadi kalau kamu tak tahu artinya tolong minta bantuan kawanmu yang berasal dari Jawa-Jogja untuk menerjemahkannya -red).
Lho, tapi ini info valid lho! Namanya juga khalayak!
Duh ya ampun? Fitnah iki hahahahaha…
Jadi gini, yang pertama harus dijelaskan itu mungkin mahal secara apanya dulu!
Mahal secara fee jelas enggak. Lha wong saya nggak profesional-profesional banget.?Tapi kebetulan alhamdulillah, sementara ini tuh saya selalu dapet event-event yang bagus. Baik secara kemasan maupun kualitas event-nya.?Jadi itu mungkin yang menjadi pemicu fitnah bahwasanya saya adalah stage manager termahal.
Hmmmm?. backgroundmu kok bisa sampai jadi stage manager itu bagaimana?
Jadi gini, di awal-awal masuk kuliah,saya mulai tertarik dengan seni pertunjukan.?Kebetulan saya punya relasi yang bisa memasukkan saya ke dalam lingkaran para seniman-seniman pembuat event tersebut.
Mulailah saya mengawali dunia saya di bidang seni pertunjukan.?Tahun 2000 awal, saya mulai membantu sebuah festival tari internasional sebagai seorang sopir.
OK, lalu tugas pokoknya stage manager itu apa?
Kosik thooo.. durung rampung ki aku le cerito.. (Ouccchhh lagi, baru pertama kali aku ?dimarahi? nara sumber tapi karena dia lucu, aku tertawa saja ? tentu tertawa virtual karena aku juga hanya ?bertemu? via Google Hangout -red)
Hahahahahaha? ok.. ok maaf! Lanjuttt!
Nah, selain menjadi supir, saya juga pernah bekerja sebagai tukang tempel poster dan sebar flyer khusus untuk event-event seni pertunjukan.
Dari situ saya berlanjut jadi fotografer seni pertunjukan. Tahun 2003 saya menjadi stage crew untuk Kua Etnika (Grup musik pimpinan Djaduk Ferianto, saudara kandung Butet Kartaredjasa dan putra maestro tari, Bagong Koesoediarjo). Mulai dari situ saya belajar menjadi stage manager.
OK, aku masih penasaran, bayarmu 50 juta lebih kurangnya untuk sebuah event?
Asemik, bali meneh pertanyaane hahahahaha…
Loh ben pembacaku ora penasaran thooo ayo.. kurang atau lebih saja dari angka itu tadi?
Nggak lah! Untuk kelas Jogja belum ada yang segitu. Saya kelasnya masih ecek-ecek kok.. jauuuh di bawah itu. Hambok yakin!
Gini. Pertunjukan di Jogja itu tiketnya paling mahal berapa sih? Bahkan saya sering bekerja untuk pertunjukan-pertunjukan yang tidak ditiketkan (gratis -red). Nggak masuk akal kalo saya sebagai stage manager bayarnya segitu!
Kalau boleh menyebutkan tiga saja.. tiga event terbesar yang pernah kamu garap, Vin?
Apa ya? (berpikir)
Yang pertama mungkin acara Peringatan Waisak Nasional di Borobudur beberapa tahun silam, lalu beberapa pementasan Papermoon Puppet Theater dan yang paling baru kemarin itu, Konser 50 Tahun Djaduk Ferianto “GENDING DJADUK” di Jakarta (13 Agustus 2014) dan Jogja (17 Agustus 2014).
OK, kalau sepuluh juta?
Laaaahhh, mbalik lagi!
Yaaaa?. beberapa project segitu-an tapi sayangnya nggak sering juga dapet project sebesar itu hehehe?
Selain jadi stage manager, kamu terkenal lewat Radio PamitYang2an. Ceritakan awal mulanya…
Pendiri Pamityang2an itu ada tiga orang. Saya, Bayu Pamura dan Handoko (Endoch – kawan dekatku sesama alumni SMA Kolese De Britto Yogyakarta -red).
Pamityang2an itu buah keisengan. Pas nongkrong terlintas ide membuat radio untuk “menyiarkan” playlist yang kami suka.
Trus kenapa namanya pamityang2an?
Pamityang2an itu refleksi kegalauan. Paling tidak galau yang saya dan Endoch alami hahahaha…
Semacam ‘sindiran halus’ karena nggak pernah pamit buat yang2an (pacaran -jw) gitu?
Hehehee.. lebih tepatnya sebuah doa. Karena sebuah nama bisa diartikan sebagai sebuah doa.
Dan kami pengen punya nama radio yang nggak muluk-muluk pake bahasa yang “keminggris” sok internasional. Pamityang2an lebih dekat dengan kami.
Tapi pamityang2an itu kan breakthrough ya sebagai radio berbasis QWERTY (sebutan untuk tipe keyboard yang artinya lebih kurang adalah online radio)? Banyak radio lain yang punya kantor dan frekuensi sementara Pamityang2an? Apakah ada konsep ekonominya atau pegawainya overhead biaya yang harus dibayar dan lain-lain selayaknya radio ?sungguhan??
Bener!
Karena awalnya radio iseng, kami nggak mempersiapkannya.
Pendapatan kami cuma dari penjualan merchandise, dan dari beberapa institusi besar yang menggunakan jasa kami sebagai media partner. Ya sekarang alhamdulillah masih bisa bertahan karena semua penyiar tidak dibayar.
Berapa jumlah penyiarnya?
Beberapa sahabat datang dan pergi untuk siaran di Pamityang2an. Tapi yang tetap ada sekitar tujuh sampai sepuluh orang.
Modalnya apa saja untuk Pamityang2an?
Pamityang2an itu bukan sebuah cerita tentang kesuksesan radio online. Pamityang2an itu lebih menarik dilihat dari sudut pandang persahabatan. Ini sebuah cerita tentang persahabatan.
Kami dari dulu itu beruntung punya banyak teman yang baik. Secara umum, teman2 di Pamityang2an itu pemalu dan jarang gaul. (Di bagian ini saya sempat ngakak virtual lagi membayangkan Vindra mengucapkannya.. -red)
Tapi banyak teman yang datang membantu kami. Pertama kali Pamityang2an online, kami nunut (numpang -jw) internet di Yayasan Umar Kayam. Pinjem komputernya Yayasan.
Lalu pertama kali sewa server, uangnya dari hasil kami jualan bir saat event-event pertunjukan. Lalu setelahnya baru datang teman-teman yang mau jadi penyiar.
Pernah juga suatu saat Pamityang2an menjadi media partner untuk konser Sheila on 7 dan dipercaya untuk live streaming. Pada saat itu pendengarnya benar-benar tak terduga, mencapai 1000-an listeners padahal kapasitas server kami cuma 200 listeners.
Tapi beberapa sahabat meminjamkan secara cuma-cuma servernya untuk menambah kapasitas.
Itulah, seperti kubilang di awal, Pamityang2an tidak akan hidup tanpa sahabat-sahabat yang ada di sekitarnya.
Menurutmu sendiri radio-radio di Jogja itu bagaimana sekarang? Kalau dulu aku amati sebelum pindah ke Australia, makin lama radio Jogja semakin men-Jakarta dan keminggris? Nah menurutmu bagaimana baiknya radio Jogja bersikap?
Iya. Setuju banget tapi setiap perusahaan kan memiliki gayanya sendiri dalam memperoleh image sesuai segmennya jadi menurutku ya sah-sah saja?
Tapi secara ngga langsung hal itu jika dibiarkan kan akan mengubah ‘wajah’ Jogja karena bagaimanapun juga, radio itu media yang bisa diakses terus menerus dan antar generasi lho…
Nah, itulah yang sekarang ditawarkan pamityang2an itu! Apa sih kok bisa berbeda dari radio-radio lainnya??Pamityang2an itu berusaha membuka wawasan tentang musik yang baru tapi berkomunikasi dengan gaya lokal. Itu yang tidak dimiliki radio lain!
Gaya lokal itu implementasine bagaimana? Bahasa? Cara penyampaian?
Iya, berkomunikasi dalam hal ini adalah gaya bahasa.
Masing-masing penyiar Pamityang2an menyapa pendengarnya menggunakan bahasa ibunya yaitu Bahasa Jawa.
OK, sekarang soal hal lain. Kamu kan pernah bilang tak lulus kuliah meski dulu kamu sempat di jurusan Ilmu Komunikasi, FISIPOL UGM? Kenapa sih banyak sekali ?tokoh? Jogja yang sukses tapi tidak lulus kuliah?
Kuliah atau nggak kuliah itu kan sebenernya sama-sama nggak punya jaminan untuk sukses. Hehehehe?.?Tapi ketika orang-orang mau membuka dirinya, mencari banyak ilmu (tidak hanya dengan jalur formal), itu jadi sangu hidup yang sangat berarti.
Lha kalo gitu kenapa kamu dulu kuliah?!
Hihihi.. Kalo kamu suka hidup yang lempeng-lempeng saja ya hidupmu harus normatif.
Tapi kadang-kadang saya agak bingung kalo harus hidup tanpa banyak pengalaman, teman, dan ilmu. Jadi saya nyoba kuliah dulu, walaupun trus akhirnya bosen karena ilmu, pengalaman, dan pertemanannya ternyata lebih banyak di luar daripada di bangku perkuliahan. Kalo nggak lulus kuliah itu masalah nggak mampu mbayar jilidan aja hahahaha?
Maksudmu jilidan skripsi?
Iya! Hahahahaha?..
Terakhir, Vin. Jogja sekarang menurutmu bagaimana?
Jogja secara fisik remuk. Baliho nggak jelas ada dimana-mana dan jalanan macet. Yang membuat saya betah di Jogja adalah manusianya, yang masih menghargai satu dengan yang lainnya.
38 poto itu pasti dari cecep! :)))
Hooh. Mesti cecep bakule font xD
Aku bangga sudah pernah ditraktir sama GusVin :”>
Yeah!
Terharu bacanya. Sebagai salah satu pendengar pamityang2an dan pernah sekali bertemu Gus Vin ketika mengambil kaos pamityang2an di Sawitsari, aku seneng baca tulisan ini..
Hidup Gus Vin!
Gajinya Vindra guedi tenan, kalo abis bayaran event, saya biasanya ditraktir dugem sama karaoke…
asal ora ngeple hahaha :)
cen cahaya asia tenan kok. \o/
aku bocahmu, Gus!
Gus Vin idolaku
Aku rikues !!
kuwi 38 foto pak direktur Pamityang2an mbok ditayangken
dibikin gallery vindrasu jaa x))
Dipikirkan, ide bagus! :)
Rikues dipikirken!
Tak andani yo, Don. Tulisanmu iki marai aku dadi pengin nulis je. Kae wis tak posting ning blogku. Haha. Malah promosi blog.
Tapi aku senang dengan tulisan dan wawancaramu ini. Terutama karena menyelipkan bahasa Jawa itu looo. :D :D
Hehehe lha yang nginterview wong Jawa, sing dijak omong wong Jawa mosok pake Bahasa Enggres? :)
apik mas, tapi masih kurang dibagian pamityang2an, mung marai galau tulisane nek ra komplit :p