Untung kalian tak mengenal Untung.
Temanku yang kali ini aku ingin kalian menyapanya demikian.
Ia seorang yang pandai lagi kaya. Prestasi belajarnya di sekolah selalu mengagumkan padahal semestinya tak perlu menjadi orang yang pintar secara akademis sekalipun, ‘teorinya’,
Untung tak bakalan miskin tujuh turunan berkat warisan toko kelontong yang dirintis puluhan tahun oleh moyangnya.
Tapi diantara semua keadaan ‘unggulnya’ itu, satu hal yang menjadi ‘kekurangan’ di mata teman-temannya adalah sikap kikirnya yang aujubilah akutnya!
Untung sendiri barangkali lebih dari ribuan kali selalu menampik tuduhan itu.
“Aku itu ndak kayak yang mbok duga! Aku itu ndak pelit… mung aku mikir gimana carane biar hemat!”
Meski tak selalu, tapi alasan yang diucapkannya selalu kurang lebih demikian dan itu tak mengubah sedikitpun ke-kikir-annya di mata kami, orang-orang yang masih mau dianggapnya sebagai teman.
Kalian mungkin penasaran, seberapa parah sih ke-kikir-annya?
Coba simak.
Baju yang dikenakannya selalu yang itu-itu saja.
Ia begitu setia pada polo shirt mengkilap berhias tekstur tak jelas serta celana jeans baggy yang jelas sudah tak model lagi!
Kalau ditanya kenapa tak ganti-ganti, ia selalu menjawab “Ini warisane Papahku, Don! Masih enak dipake kenapa mesti beli lagi?”
Ketika keluar makan bareng teman-teman di fast food restaurant, ia pasti memilih untuk membeli sebotol air mineral lalu duduk bersama kami yang rata-rata ‘makan besar’!
“Tung, kamu nggak laper tho?”
“Ndak ik! Aku dah makan da rumah… lagian aku tahu sing mbok makan itu ndak sehat jadi ya aku ndak terlalu doyan!”
Wuuttttt!!! Ngaku makanan ngga sehat dan nggak doyan tapi masih tak lepas dari ingatanku tentang bagaimana lahapnya ia menyantap double sandwidch saat ditraktir makan ulang tahun Mei-Mei, temanku yang lainnya, sebulan lalu.
Dan yang paling parah adalah cerita kesialannya diputus si Ling-Ling, pacar yang semoga bukan satu-satunya wanita yang pernah mau dipacarinya.
Ceritanya, waktu itu Papa si Ling-Ling mendadak sakit dan butuh diantar ke rumah sakit.
Karena si Ling-Ling tak memiliki mobil, ia lantas menelpon Untung untuk minta tolong supaya Papanya diantar ke rumah sakit.
Sialnya, Untung saat itu sedang ke gereja sehingga ia harus mematikan suara handphonenya.
Barangkali kalian bertanya kenapa Ling Ling tak mengirim sms? Ya, kalian tak salah duga.. baik Untung dan Ling-Ling, keduanya sama-sama pelit dan kikirnya!
Sepulang dari gereja, Untung mendapati sebuah miss called dari Ling Ling.
Dasar pelit, Untung memilih untuk tak menelpon kekasih hatinya itu. Ia hanya mengirimkan sms “Ada apa say? Sorry tadi aku lagi ke gereja!”
Tentu saja Ling-Ling tak membalas sms itu karena pada saat itu, ia sedang jatuh pingsan, tak kuat menahan duka tentang Papanya yang meninggal beberapa saat setelah mendapatkan perawatan di rumah sakit, tempat yang akhirnya dengan susah payah ditempuhnya dengan menggunakan jasa angkutan taksi.
Teman, kisah si Untung dan Ling-Ling itu hanyalah murni rekaan saja.
Hanya sebuah pengumpan untuk mengajak kalian berpikir, “Kenapa kita perlu jadi kikir kalau hidup ini hanya sebentar?”
Kenapa kita harus terlampau berhemat seandainya sedetik ke depan pun kita tak tahu akan seperti apa rupa dan wujud dunia dan kehidupan ini.
Simply, bagiku, mempersiapkan dan menyikapi kehidupan dalam kaitannya dengan rejeki adalah tentang bagaimana kita mampu bertahan untuk berjalan dan berdiri di atas garis keseimbangan antara jurang “hemat”dan jurang “boros”
Misalnya dalam hal membeli celana.
Adalah salah apabila kita harus merogoh kocek untuk menebus jeans Italia ber-merk Diesel Jeans seharga 700 dollar tapi sesudahnya lantas kita harus mengemis untuk makan. Itu pertanda kita terlalu menghambur-hamburkan uang untuk hal yang lebih sekunder ketimbang lainnya yang primer. Namun ketika kita sudah bisa me-manage keuangan termasuk menabung dan masih menyisakan lembaran-lembaran dollar sebanyak itu di saku celana, kenapa tak kita ambil saja celana jeansnya dan berpikirlah betapa kita akan sangat tampak menarik dan percaya diri jika mengenakannya?
Menghabiskan jutaan rupiah untuk menelpon kekasih yang tinggal di lain benua adalah sesuatu yang jahat jika untuk itu harus berhutang dan meninggalkan nama buruk atas hutang tersebut bertahun-tahun kemudian. Tapi jika tak harus berhutang karena memang ada ‘spare’ untuk itu, apa perlu kita sesali jika cinta adalah taruhannya?
Hidup ini adalah perkara ‘waktu’ yang terus berjalan maju dan kita akan menyusut lantas menghilang di peredarannya. Masalahnya adalah, kita hanya tahu kekalnya hukum itu tanpa tahu tepat dan pastinya kapan kita akan menghilang. Maka, marilah kita menikmati hidup sewajarnya. Jangan menghambur-hamburkan uang namun juga jangan sebaliknya, bersikap terlampau kikir dan pelit atas nama ‘hidup hemat’ karena itu hanya akan menenggelamkan kalian ke kubangan comberan yang bernama penyesalan :)
Jangan sampai, lima tahun dari sekarang kalian berujar “Wah, bagus ya jeans itu… pengen beli tapi kayaknya aku kok sudah tua sekarang…” atau “Wah, pantas dulu dia mutusin aku, lha wong
keluarin pulsa aja aku nggak mau kok!”
Ketika semua itu terjadi, layaknya sebuah kereta kehidupan yang sudah hampir berangkat dari stasiun pemberhentian, kalian adalah sosok tergopoh-gopoh yang mengejar gerbong terbelakang dari rangkaiannya.
Selamat berakhir pekan!
untungggg gak kenal sama Untung-mu…tapi aku juga kenal beberapa Untung yang lain, dengan versi yang sedikit berbeda tentunya hahhaa. Moga2 kita ya ndak ketularan Untung dan masih bisa berbagi, menikmati hidup semampu kita, gak pake ngutangggg hahaha..Nice weekend, Don! Salam buat keluarga:)
Hahaha
Kalau kita kebalikan Don
Aku kenal si miskin yang baik hatinya minta ampun akutnya.
Sampai aku berpikir dia itu terlalu baik hati, terlalu lugu, terlalu bodoh atau ada pemikiran dibelakang yang aku ga bisa menebak.
Dia ga ada pekerjaan tetap, nda bisa menghasilkan uang secara tetap, tapi selalu memberi kemana-mana, padahal anak-anaknya masih semi terlantar. memberi kado kemana-mana padahal sepatu anaknya sudah butut. listrik rumah lom dibayar, uang sekolah terlambat beberapa bulan, tetapi tetap bisa memberi ke teman2nya yang mana tidak ambil peduli dengan keadaan dia ..
kalo untungnya gak bikin buntung ndak ada salahnya (alias gak kikir tapi untung hehehe)
motiflection.com udah ganti wajah, don. tapi hosting-nya ampun deh. padahal ini udah pakek hosting baru. coba cek di tempatmu lemot gak.
Hemat itu dekat sekali dengan pelit…
Batasannya mana…ini yang perlu kita tahu, dan berbeda pada masing-masing orang.
Ada yang pelit atau bajunya itu-itu aja, tapi uangnya boros untuk beli buku. Ada yang memang senang pakai barang bermerk, namun dia menahan hasrat atau diet di bidang makanan. Namun satu hal yang penting, jika berhubungan dengan orang lain, tentu kita harus saling toleransi…
Pernah ada teman, kalau naik taksi rame2 tak pernah mengeluarkan uang sepeserpun, bahkan pura2 buka taspun tak pernah, padahal baju, sepatu, tas nya bermerk semua. Saya lihat kok dia lebih tak bahagia, dibanding teman lainnya yang bisa saling mengcover ongkos taksi, padahal baju sederhana….
Yang ada adalah hemat pangkal kaya , bukan kikir pangkal kaya. Jadi, hemat lebih berkonotasi positif sedangkan kikir berkonotasi negatif. Hemat masih terbaca sikap peduli, meski ada pertimbangan-pertimbangan tertentu; tapi kikir, tak sedikit pun ada sikap peduli, malah cenderung cuek meski ada tetangga yang keleparan padahal ia berkelimpahan.
Salam kekerabatan.
thanks for your post..
kadang org mau untung, tp akhirnya, ujung2 nya malah buntung..
so,. marilah kita lebih bijak lagi kalo mau untung..
Gbu
A 700 dollar pair of jeans…. Hmmmm… Sounds very familiar…
Hehehe …. kayaknya ini yang beli jeans Donny sendiri … :D
Wah, jadi pengin lihat foto Donny pake jins seharga 700 dollar …
Batas antara Hemat dan Pelit amat teramat tipis…
Yang namanya teman selalu bisa membedakan mana teman yang hemat, dan mana yang kikir. Sialnya (dulu jaman saya sekolah) banyak juga yang mengidentikkan “tidak kikir” dengan royal. Jadi istilah “kikir” ini digunakan sebagai peer pressure untuk “menekan” seseorang supaya mau menyumbang duit (untuk hal2 yang umumnya gak penting). :lol:
Setiap Rejeki yang kita terima wajib kita kelola dengan baik.
sebagian mesti “ditabur” supaya orang lain bisa merasakan manfaat kehadiran kita
sebagian lagi mesti “disimpan” untuk masa-masa “paceklik” yang mungkin saja akan datang.
sebagian lagi mesti dinikmati dengan bijaksana…
ya semua tergantung bagaimana kita bisa mengelolanya dengan baik, bukan?
Untungnya…aku gak kenal Untung itu..hihihi
jadi, yang sedang-sedang saja ya… nikmati hidup ini
kalo ndak kikir, 1 rumah pun ga cukup buat menampung baju2ku…
:P
*jadinya gue kikir ya?*
qiqiqiqiqiqiqiq…..
ya.. kikir & hemat emang beda2 tipis koq… :D
emang idealnya yg sedang2 aja.. yg penting enjoy, n gak ngutang kemana2..
Hahahaa…
Paling enak itu ya menikmati hidup dengan wajar. Lha klo kita pelit2 terus besoknya masuk rs krn jatuh sakit trs ga boleh makan ini itu, pasti jadi nyesel kan kenapa waktu sehat tdk berusaha menikmati uang kita. Yah, berbelanja baju mahal dan nyaman itu kebutuhan ya don biar kita jg pede berjalan dgn yg kita beli itu.
kalau perkara kikir nih … saya jadi kepancing nggosipin tetangga sebelah ..
gimana nggak .. kalau dah urusan iuran yang gak seberapa … mesti ujung-ujungnya adu mulut sama yang kebagian tugas nagih …
udah ngga mau urunan … celotehnya kesana-kemari.
Padahal kan namanya hidup bertetangga ya harus mau urun rembug seadanya ..
ya kalau ndak mampu dengan biaya .. tenaga atau pikiran juga ndak apa-apa sebenarnya … tapi bukan celotehan komplen nggak jelas ujung pangkalnya.
lha kalau kena musibah .. apa tetangga juga mesti urunan celotehan? (Lho… kok jadi kesannya curhat …?!!!!)
Jangan-jangan ini ceritanya postingan pembelaan diri setelah belanja diesel jeans $700? Hihihi ngasal… :p
Pa kabar doooon? :)
Kikir dan hemat itu sebenarnya gampang dibedakan. Kikir atau ‘uthil’, itu gak mau keluar uang meskipun untuk hal-hal yang semestinya dikeluarkan. Nah, kalau hemat, gak mau mengeluarkan uang untuk hal-hal yang memang tidak diperlukan.
Aku termasuk yang mana? B-o-r-o-s …. hahaha :D
Tapi kalau beli jin seharga 700 dollar, nggak deh :(
kalo gw di kehidupan nyata ada temen yang kopet meredit macam itu Mas. Sumpah deh parah banget. Tu orang kalo abis pulang dari rumahnya (tiap minggu pulang coz deket ajah Bogor-Jakarta), bawa banyak makanan tapi ga pernah bagi2 ke penghuni kost. Giliran tu makanan udah ampir basi, baru deh dia bagiin karena dia udah ga sanggup ngabisin. pernah loh dengan tega dia ngasih roti yang udah sekeras batu sama kita teman2nya. Parah kan!! *jadi curhat deh*
setuju aku! kalo terlalu hemat itu juga salah to? emang duitnya mau buat apa disimpan sampe bertruk-truk? hihihiihih…
Dulu ada tetanggaku yang kikir minta ampun… itungannn… banget! Kalau ada acara kumpul2, dia maunya mengeluarkan sumbangan makanan sesedikit mungkin. Modal kerupuk doang! Tapi dia bawa beberapa wadah kosong… jadi kalau ada makanan berlebih, pasti deh dia bungkus-bungkus, untuk dibawa pulang. yang lain sih udah maklum, jadi cuma saling tukar lirikan mata. lha mosok to, opo yo pantes, kerupuk diganti rendang, sosis dan bakmi yang dibawanya pulang itu? dan yang ngisin-isini, keliahatan banget dia bawa wadah kosong… haha… aku jane tergelitik untuk nulis ini di blogku. Tapi bojoku wanti2 karena tetanggaku itu juga baca blogku hehe… jadi aku melampiaskannya di sini hihi..
wahaha..tulisan yang lucu, menarik, sekaligus dalam maknanya. Kaya cerita beneran :D . Salam kenal mas..