Untuk Franz, dari seorang pengagum patung

22 Jan 2016 | Agama

Aku menyayangkan opinimu, Franz di kolom kecil seperti tertulis di bawah ini?

blog_franz_01

Indonesia memang negara demokrasi yang menjamin kebebasan berpendapat warga negaranya, tapi sebagai seorang padri yesuit, seyogyanya kamu berpikir bahwa apa yang diutarakan olehmu sedikit banyak akan diperhitungkan dan jadi bahan pertimbangan mendalam oleh umat.

Persepsimu mempertemukan ide pembangunan patung tersebut dengan simpati dan toleransi umat beragama lain di sekitar menurutku juga kurang pada tempatnya.

Aku yakin umat beragama lain, apapun itu di tempat itu, memahami dan menjunjung tinggi toleransi lebih tinggi dari sekedar mempermasalahkan patung Bunda Maria yang konon tertinggi di dunia itu.

Franz

Umat muslim pun tak enggan berfoto di depan patung (credit: ucanews)

Mengkhawatirkan tidak adanya simpati dan goyahnya toleransi hanya karena hal itu sama saja sebuah penghinaan terhadap kemampuan umat-umat beragama lain di sekitarnya untuk bertoleransi dan saling mengungkapkan simpati.

Dari sisi ekonomi, hadirnya patung itu kuyakin juga menguntungkan warga sekitar, apapun agamanya. Banyaknya orang berziarah dari seantero Indonesia dan dunia, bukankah itu mendatangkan banyak devisa untuk warga dan pemerintah lokal? Dan apa sih yang lebih menyenangkan di dunia ini selain perasaan tercukupi secara ekonomi dan kenyang, Franz?

Jangan lupakan juga perasaan umat Katolik di sekitar Gua Kerep itu sendiri dan se-Keuskupan Agung Semarang juga para donatur, Franz. Apa kau pikir mereka tak lantas sakit hati terhadap ungkapanmu saat mengistilahkan bahwa patung itu sebagai sebuah perbuatan agamis yang paling konyol?

Menurut KBBI, konyol itu mengandung sesuatu yang tidak sopan, kurang ajar, kurang akal, tidak berguna dan sia-sia.. dimanakah letak kekonyolan patung tersebut?

Gimana, Franz?

Semoga sehat selalu dan Berkah Dalem.

Sebarluaskan!

5 Komentar

  1. “Dan apa sih yang lebih menyenangkan di dunia ini selain perasaan tercukupi secara ekonomi dan kenyang?”

    Sungguh betul-betul pemberitaan dan opini media yang sangat provokatif :).

    Bukankah ada tertulis “Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” (Matius 4:4)?

    Apakah kebahagiaan hidup manusia hanya dipenuhi oleh perasaan tercukupi secara ekonomi dan kenyang? Apakah kebahagiaan tidak bisa menjadi bagian untuk mereka yang tak punya uang, kelaparan, sakit, terpinggirkan dan papa?

    Kalau demikian, tentu tidak akan pernah ada sejarahnya Bunda Teresa di Kalkuta, India dan Romo Mangun di Code, Jogja, juga kisah dan kasih para Santo dan Santa di dunia..

    Kalau demikian maka betul selama ini memang sesungguhnya kita hanya membuat tembok-tembok suci pengaman diri akan betapa besar kasih Allah yang kita peroleh namun tak mau sedikit pun melongok keluar dan mengulurkan tangan pada mereka yang seolah tidak memperoleh apa yang kita punya?

    Jika hanya sebagai pengingat dan momento mengapa harus sebegitu besar membangunnya? Apakah bila tidak ada bentuk fisik maka tidak akan ada kebanggaan dalam hati untuk karya yang telah dilakukan?

    Dan apakah betul sebegitu besarnya kah kita membanggakan anugrah yang kita terima dan justru melupakan memberi dan meneruskan kasih itu pada sesama kita?

    Jangan-jangan selama ini kita juga telah melupakan Tuhan Sang Empunya anugerah, kasih, dan keselamatan lantaran terlalu jauh berbangga dan menikmati hidup dalam kubah-kubah nan indah dan menawan..

    Sungguh manusia amat melihat rupa dan membanggakan citra. #LamunanSabtuPagi

    Balas
    • Maaf, gak usah berlebihan seperti pendapat Romo Franz itu. Pembuatan Patung Bunda Maria jangan dikait-kaitkan dengan perbuatan amal kasih yang memang diajarkan oleh Kristus dalam GerejaNYA. Intinya gini, pembuatan patung Bunda Maria adalah baik karena menyiratkan kerinduan umat Katolik setempat dalam peziarahan di dunia ini untuk bersama Bunda Maria berjalan menuju kepada Kebahagiaan kekal kelak. Itu sungguh baik, sama baik dan sama derajatnya dengan perbuatan amal kasih yang Saudara ungkapkan di atas. Jadi, adanya Patung Bunda Maria itu tidak perlu disikapi dengan sikap ketakutan berlebihan dan iri hati pada masyarakat sekitar yang mendapat penghasilan dari adanya patung itu.

      Balas
  2. Bukan provokasi, tetapi pasca saya membaca opini tersebut maka saya langsung tidak simpati lagi dengan beliau. Mungkin beliau belum pernah merasakan jadi orang yang berada di sekitar Gua Kerep, dari situlah masyarakat sekitar mencari penghasilan.

    Ah andai aku bisa bertemu dengan romo tersebut sambil minum kopi. Silakan romo pesan sendiri saja ya, takutnya kalau dipesankan nanti dituduh ada sianidanya. :p

    Balas
  3. Hehehe…..

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.