Ujung benang yang susah berdiri atau lubang jarum yang terlampau sempit?

13 Jun 2013 | Cetusan

Salah satu yang kukagumi dari sifat kemanusiaan kita adalah berinovasi. Dengan menggunakan akal dan budi, kita diberi kekuasaan untuk menciptakan sesuatu yang memudahkan hidup kita. Lalu ketika inovasi itu termakan usia sehingga tak diminati lagi atau katakanlah sudah tak terlalu efisien lagi, kita atau penerus-penerus kita lalu mengembangkan inovasi yang ada demikian terus-menerus terjadi hingga putaran hidup ini terhenti.

Aku tak bisa membayangkan bagaimana riangnya manusia-manusia pra sejarah yang hidup di akhir jaman es dulu ketika mereka menemukan inovasi jarum jahit yang ketika itu konon terbuat dari tulang-belulang untuk memperbaiki pakaian mereka yang terbuat dari kulit binatang.

Tapi aku ingat dan masih terbayang hingga sekarang, bagaimana nenekku dulu kerepotan memasukkan benang ke dalam lubang jarum jahit, 20 ribu tahun sesudah barang itu pertama kali ditemukan. Tapi, jangankan nenekku. Aku yang usianya terpaut sekitar 50 tahun dengannya itu pun kesulitan ketika harus memasukkan ujung benang ke dalam lubang jarum.

Dulu waktu SMA, karena nge-kost, suatu waktu kancing seragamku terlepas. Aku lantas mencoba untuk membetulkannya kembali dengan mengencangkan kancing pada kain menggunakan benang dan jarum jahit.?Tapi setelah lebih dari 20 menit berusaha memasukkan dan tak pernah berhasil akhirnya aku memutuskan untuk membawa ‘persoalan’ ini ke ahlinya, meski harus membayar sejumlah uang, tukang jahit membetulkannya tak sampai lima menit, beres!

Tanpa harus mengganti secara keseluruhan inovasi yang sebelumnya telah ditemukan tapi melakukan koreksi dan rekonstruksi seperlunya

Kesulitan yang terutama dalam memasukkan benang ke lubang jarum menurutku adalah karena tidak terbiasa melakukannya karena aku kan bukan tukang jahit! Kesulitan kedua adalah bagaimana membuat ujung benang itu tegak berdiri. Karena permukaan benang yang sebenarnya berbulu, kita perlu membuatnya tegak dan bulu-bulu yang tak mengganggu supaya ketika masuk ke lubang jarum, ia bisa sedikit punya kekuatan untuk menembusnya. Usaha termudah untuk itu adalah dengan membasahi ujung benang dengan ludah.

Tapi karena terkadang butuh beberapa kali percobaan, maka alih-alih benar-benar bisa berdiri, kadang karena saking basahnya dan tertabrak dinding lubang jarum berkali-kali, ujungnya malah rusak dan letoy, tak bisa diberdirikan lagi!

Repot, kan?

Tapi minggu lalu, di sebuah outlet jaringan supermarket besar di Australia aku menemukan iklan di bawah ini.

mudah, bukan?

mudah, bukan?

Awalnya tak begitu tertarik karena jarum.. ya hanya jarum.
Tapi begitu teringat kisah di atas dan memperhatikan betul iklan yang juga ditayangkan di screen monitor kecil tak jauh dari lapak tempat barangnya dijual, aku sangat terkesima dibuatnya.

Pada iklan itu ditampilkan seorang dengan penutup mata yang dengan mudah bisa memasukkan benang ke dalam lubang jarum dalam hitungan detik dan berhasil!

Bagiku, cara sang penemu memikirkan dan memecah kebuntuan lalu mengolahnya sebagai peluang bisnis ini adalah brilian. Inilah perbaikan inovasi yang sejati. Tanpa harus mengganti secara keseluruhan inovasi yang sebelumnya telah ditemukan tapi melakukan koreksi dan rekonstruksi seperlunya. Bayangkan jika hal seperti ini dimplementasikan di semua hal dalam hidup kita, barangkali kita masih tetap akan melihat banyak barang yang sekarang telah dimuseumkan.

Tapi by the way, yang lantas menarik untuk dipikirkan adalah kapan ya pemikiran muncul bahwa suatu barang masih bisa dikembangkan dan kapan sebuah barang sudah tak bisa diapa-apakan dan memang harus diganti!?

Sebarluaskan!

11 Komentar

  1. tapi kebayang gak itu inovasi masukkin benang ke ujung jarum, pada saat menjahit si benang malah copot karena ada ruang kebuka untuk masukkin benang tadi,.. menurutku sangat riskan.. dgn metode konvensional pun, si benang sering lolos karena simpul dibuat kurang kukuh..

    mungkin itulah sebuah filosofi jarum dan benang Don..dibutuhkan kesabaran dan ketelitian dalam mengerjakan sesuatu untuk sebuah hasil..

    Balas
    • Pandanganku gini, hal terpenting yang ditawarkan produk itu adalah mempermudah cara memasukkan, bukan menjaga supaya tak gampang lolos. Tugas generasi selanjutnya untuk lebih menyempurnakan.

      Balas
  2. Nek tukang jahit maca blog iki mesti komentar: ada teknologi bernama mata nenek lho mas. Meskipun made in China, tapi sudah lama ada di Jawa.

    Balas
    • Piye kuwi, mbok dijlentrehke

      Balas
  3. Setiap inovasi tentu ada kelemahannya, tugas kita adalah terus berinovasi. Walaupun mungkin tidak semua hal bisa terus dikembangkan, ada kalanya dia harus benar-benar “mati”.

    Balas
  4. Dan kenapa aku baru kepikiran, bolongan dom bisa diinovasi seperti ini #duh kemana aja utekku liburan…….

    Balas
  5. hahaha…jd inget pas dulu disuruh emak gw ngejilat2 benang spy gampang masuk.

    Balas
  6. aku sudah lama ga pegang jarum. biarlah itu menjadi porsi tukang jahit saja #eh

    Balas
  7. Idenya menarik, sebenarnya dengan kasus jarum ini, kita jadi bisa belajar melihat peluang. Apa sih pain yang dialami masyarakat jaman sekarang ini? kalau bisa di solve dengan inovasi yang kita buat, maka jadilah produk yang mungkin bisa memperpanjang hidup kita…:)

    Balas
  8. ide yang kerennnnnnnnnnnnn

    Balas
  9. menurutku inovasi itu tidak harus mengubah seluruhnya, bahkan bisa hanya mengadakan “perbaikan” pada sebagian benda kan?
    Itu “otaku” di Jepang ya seperti itu, tidak dia hilangkan barang yang pernah ada. Tetap dijaga, dan dikembangkan.

    Sedangkan pada negara kita biasanya membuang semua dan memakai suatu barang baru mentah-mentah. Jadi selamanya bangsa kita hanya sebagai “user”. Sangat disayangkan.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.