Ujian Nasional dan Keperawanan yang Lenyap

24 Apr 2008 | Cetusan

Keperawanan
Terus terang saya sangat miris membaca berita ini.
Dulu saya sering membayangkan bahwa kebobrokan mentalitas bangsa ini mungkin akan segera berakhir seiring dengan habisnya angkatan-angkatan tua dan mungkin selepas angkatan saya nanti sekalipun.
Tapi, eh ladhalah, saya terpaksa take back impian saya itu jauh-jauh dan put aside pikiran-pikiran yang baik lainnya tadi dan berpikir ulang apakah saya pantas untuk berandai-andai dan memimpikan hal-hal seperti itu? Tidak terlalu dini dan tidak terlalu pagi?

Coba tengok kisah si Ver, siswi SMA berumur 18 tahun yang karena ketakutannya menghadapi UN lantas mengambil jalan pintas dengan konsultasi ke dukun.
Sebenarnya nggak akan jadi kisah kalau konsultasi berakhir dengan baik-baik, tapi lha ini beda jhe! Si Dukun nggak cuma memberikan konsultasi tapi sekalian meminta bayaran termahal dari apa yang bisa diberikan oleh seorang gadis, keperawanannya. Kalau suka sama suka sih ndak mangsalah itu hak mereka berdua, tapi aku yakin ini bukan perkara itu kok. Aku yakin si Ver punya bayangan yang lebih indah tentang bagaimana harus melepaskan keperawanannya ketimbang ditiduri dukun seperti itu?

Sebagai siswa yang telah mengenyam pendidikan lebih dari sembilan tahun, Ver harusnya bisa berpikir mana hal yang masuk akal dan mana yang tidak. Mana pendapat yang benar dan mana yang kurang tepat sekalipun pendapat itu datang dari ibunya sendiri, tho?

Saya bener-bener geleng kepala dan ndak habis pikir kalau begitu caranya.
Menurut saya apa ada hal yang lebih maksimal yang bisa diberikan oleh dukun ketimbang memberikan efek ketenangan belaka ?
Jadi supaya Ver bisa tenang dalam mengerjakan soal-soal UN maka ia pun datang ke dukun untuk minta petunjuk.
Tapi kalau sudah begini apa ya Ver masih bisa tenang mengerjakan soal-soal UN ?
Alih-alih bisa lulus, justru mungkin sekarang si Ver lagi berpikir jangan-jangan usai UN, terlepas dari lulus atau tidaknya, ia malah harus mengandung anak hasil perbuatan cabul si dukun dengannya itu.

Ini sungguh-sungguh hal yang konyol itu sebabnya saya terpaksa harus berhenti bermimpi tentang sebuah generasi yang lebih baik.
Gombalmukiyo kalau kata teman-teman saya di desa dulu untuk menyebut suatu kegombalan dan kekonyolan tingkat tinggi yang keterlaluan.
Tapi ya sudahlah. Nasi telah menjadi bubur, keperawanan toh tak bisa dikembalikan lagi bagaimanapun caranya.
Hal terbaik yang harus dilakukan Ver ya jangan mengulangi perbuatan masa lalu dan jangan telan mentah-mentah semua pendapat angkatan tua seperti ibunya sendiri yang kadang malah mengajarkan sesuatu yang menyesatkan itu.

Lalu tancapkan dalam otak dalam-dalam kenyataan bahwa sesuatu itu tak akan datang secara tiba-tiba, melainkan melalui perjuangan dengan bumbu doa.
Tidak ada istilah shortcut, tidak ada jalan pintas. Yang ada hanyalah sebuah jalan yang akan terasa sangat panjang kalau kita tidak mau berusaha, dan terasa akan terjangkau pendeknya ketika kita telah mati-matian berusaha dan melihat spanduk finish di ujung jalannya.
Jrot!!!!

ps. eh.. mengko sikik.. lha kok jebul wong Klaten? Wohhh.. ojo-ojo tanggaku dewe yo!

Sebarluaskan!

8 Komentar

  1. yah begitulah kalo lagi gelap mata…
    ee kucing pun dikira toblerone

    tapi bagemanapun kegagalan itu adalah guru yang harus dihormati :)

    Balas
  2. intinya bukan kegagalan bos, tapi kecolongan buaya darat. maka dari itu kita tidak boleh jadi buaya darat, dan selalu inget dosa. amin… hehehe… ngomonge pinter yo dab! hahaha…

    Balas
  3. gw lebih menghargai usaha bakar buku terus abunya di minum dibandingin harus ke dukun…kok ya aneh…emang si dukun lulusan S2 apa ya…? anak SMU kok kaya ga pernah sekolah….

    Balas
  4. @Windy
    engga aneh kok menurut saya
    hlawong orang yang “blum” lulus kuliah aja.

    – bisa jadi boss
    – bisa ngeblog, rame pisan.
    – bisa minta maaf

    bila digali bakatnya lebih dalem, enggak menutup kemungkinan bakat jadi dukun juga ada.

    tapi menurut saya, pada umur itu, sangat memungkinkan, jujur!, saya umur segitu pernah jauh jauh ke ke gunung di sekitar salatiga hanya untuk minta jimat “supaya kalau membolos tidak kena marah para guru”, dan yang berangkat bukan cuman saya, tapi satu rombongan. (beda beda sekolah pisan).

    ah..untung dukunnya laki laki normal..

    Balas
  5. @Angga: Hahahahahahahaahha… komentar yang bagus dan kritis khas Angga..:)
    Sakjane nek kamu ngeblog gitu, dari gaya tulisanmu, ketoke bakalan menarik lho…!

    Apalagi kamu kan sudah sarjana, pasti blognya bakalan lebih rame ketimbang saya yang belum lulus ini.

    Atau kamu ku bawa ke dukun wae supaya cepetan punya blog?

    Huahuahuahuahuahua

    Balas
  6. banyak jalan menuju roma begitu kata orang. sayangnya ga tau roma itu apa dan bagaimana serta berujung dimana.

    Balas
  7. Don, opo mbak Ver ga pernah baca koran yo. Opo kudu bikin kampanye atau bikin standar operation perdukunan. ..

    Balas
  8. Dukun kek gitu mending disuruh anal sex sama subur aja.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.