Tyas (1)

14 Mar 2016 | Tyas

Serial ?Tyas? kutulis dalam rangka mengenang kepergian Mamaku, Veronika Dyah Rahayu Wiryaningtyas, 7 Maret 2016, seperti halnya aku mengenang papaku lewat ?Diek? dahulu.

Aku memerlukan energi untuk bisa larut ke dalam duka ketika Joyce, istriku, mengabari bahwa Mama telah tiada.

Ia menghampiriku di sofa dan memelukku erat.
Aku tak menangis, hanya beku. Pikiranku kosong dan lidahku kelu meski dalam hitungan beberapa kejap aku telah meyakinkan diriku bahwa ini bukan mimpi, bahwa Mama memang telah pergi dipanggil Tuhan, Senin, 7 Maret 2016 jam 18:10 WIB.

Aku sempat merasa betapa kurang ajarnya aku karena tak bisa larut dalam sedih dan duka saat itu. Padahal itu adalah Mamaku, Ibuku. Pada kandungannya dulu aku dititipkan berada sembilan bulan lebih di dalamnya!

Inginku menangis sejadi-jadinya. Kubuat sebisa-bisanya, tapi tetap tak bisa! Mama telah pergi dan kepergiannya juga tidak dibuat-buat. Ia pergi untuk selamanya.

Aku memang telah mempersiapkan hari itu, hari kepergian Mamaku, sejak setahun yang lalu. Tapi aku tetap tak yakin bagaimana mungkin aku bisa setegar itu…

***

Akhir Februari 2015, kondisi Mama memburuk.
Ia memang sudah sakit-sakitan semenjak Papa berpulang mendadak, 7 April 2011. Tapi seburuk-buruknya kondisi yang pernah didapatkannya dan dikabarkan Chitra kepadaku, saat itu adalah yang paling buruk.

?Mama itu kebanyakan mikir, Mas!? Ujar Chitra, adikku lewat sambungan telepon.

?Mikir apa?? tanyaku.
?Pensiunan-nya Papa??
?Oh kenapa??

?KTP-nya hilang jadi nggak bisa ambil uang??

Keadaan waktu itu memang sedang ribet seribet-ribetnya.?Kondisi rumah Klaten yang tua membuat adikku berkeputusan untuk merenovasi. Untuk itu, Chitra dan keluarga serta Mama harus boyongan ke rumah kontrakan sekian bulan lamanya dan rupanya dari proses pindah-pindahan itu, KTP Mama lenyap entah kemana.

?Padahal harusnya Mama nggak perlu khawatir, toh aku dan kamu mencukupinya!? ujar Chitra.

Tapi aku tahu Mama seperti halnya aku tahu diriku sendiri. Aku dan Mama bukan orang yang nyaman dan dengan mudah meletakkan tangan di bawah meminta pertolongan dari orang lain.?Bukan sombong, tapi mungkin gengsi. Jadi, ketika Mama tak punya pegangan utamanya, uang pensiunan Papa yang tak seberapa, aku bisa membayangkan bagaimana galau rasanya.

?Udah nggak doyan makan beberapa hari belakangan, padahal sudah ku tari (tawari –jawa) mau masak apa. Cuma geleng-geleng kepala…? tambah Chitra lagi.

Adapun saat itu adalah saat yang sangat tak terlalu menguntungkan bagiku.?Pekerjaan sedang morat-marit, aku baru saja ditunjuk menjadi team leader untuk membenahi pekerjaan yang ditinggalkan begitu saja oleh pekerja-pekerja sebelumnya.

Aku juga didapuk menjadi project leader untuk sebuah acara seminar keagamaan yang diadakan bulan Mei 2015.

Dari sisi keuangan juga sedang ketat. Sangat ketat.

Pada sebuah minggu siang sekitar satu pekan sebelum ulang tahun Mama yang ke-59, Ayok, suami Chitra mengabarkan kepadaku Mama harus dibawa ke rumah sakit.

Pagi itu Ia tersedak makanan dan membuatnya tak bisa bernafas. Sesampainya di rumah sakit, Mama langsung ditempatkan di ICU dan diberi bantuan nafas dari respirator karena kadar oksigen ke otaknya sudah sangat jauh berkurang.

Mama kritis. Aku panik. Chitra pun panik.
Kepanikan kami adalah gabungan antara prihatin melihat kondisi Mama dan was-was menebak berapa biaya yang harus kami keluarkan untuk bayar.

?Tapi Mama sudah pake BPJS kan, Chit?? Tanyaku pada Chitra.

?Uhmmm? belum? belum sempat dibikinkan, Mas? Setelah aku melahirkan Geo akhir November kemarin aku lanjut sibuk pindahan rumah!? Jawab Chitra.

Duh!
Aku tak bisa memberikan jawaban sama sekali.
?Ya udah, pokoknya kita jalani dan Mama harus di CT Scan biar ketahuan penyebab sakitnya selama ini. Masalah duit, nanti kita cari utangan!? Aku juga menyarankan Chitra untuk memanggil pastor guna memberikan Sakramen Perminyakan bagi orang sakit. Chitra mengiyakan dan menjalankannya.

Sehari kemudian, Chitra kembali mengirim kabar yang lebih pekat kadarnya ketimbang kabar-kabar sebelumnya.

Ada tumor di otak Mama, juga ada massa yang ditengarai adalah tumor di paru-parunya!

Aku benar-benar tak bisa berbuat apa-apa.?Bayangan biaya dan kematian Mama yang mendekat berkelindan, berpilin-pilin…

Aku memutuskan untuk tak berkeputusan siang itu. ?Jangan beritahukan hasil scan itu ke Mama biar dia nggak kepikiran!? Sesuatu yang lantas kami lakukan untuk tak memberitahukan penyakitnya hingga ia meninggal dunia.

Kami mengadakan rapat keluarga melalui grup WA.?Sebelum akhirnya Ayok bertemu dengan tim dokter, aku mengajaknya bicara apakah tidak sebaiknya Mama dirawat di rumah saja?

Mama pernah terserang stroke ringan pada 2012 awal, sekitar enam bulan setelah Papa meninggal. Bisa jadi, jika kita teruskan dengan terapi, Mama bisa sangat kesakitan dalam menjalani tahapan-tahapannya dan ini tentu tak akan menyenangkan.

?Supaya Mama bisa menjalani hari-hari akhir hidupnya di tengah keluarga, Yok!? Jawabku.

Tim dokter pun ternyata menyarankan hal yang sama. Probabilitas kesembuhan kecil tapi effort yang dilakukan jika kami memaksa Mama untuk ikut terapi akan sangat besar. Setelah Mama membaik, Ayok dan Chitra memboyongnya pulang.

Sekitar tiga hari sebelum Mama berulang tahun, aku menghadapi satu dilema besar.?Aku ingin pulang terutama untuk bersama-sama merayakan ulang tahun Mama ke-59 yang berdasarkan pemikiranku waktu itu bisa jadi akan jadi perayaan ulang tahunnya yang terakhir.

Tapi seperti kutulis di atas, kondisi keuanganku tak memungkinkan.

Sekali lagi, aku memutuskan untuk tak berkeputusan. Memendam rasa ingin dan mencoba menawarkan getirnya melalui tulisan yang kuunggah di blog ini saat itu yang kuberi judul,Selamat ulang tahun, Ma!

Kondisi Mama terus memburuk. Tutur katanya banyak meracau; bentuk wajah serta parasnya berubah. Kata orang Jawa, dalam kondisi demikian, Mama benar-benar tinggal menunggu waktu.

Tuhan tak tinggal diam. Ia membuka bersitan cahayaNya untuk memberiku harapan pulang.

Adalah kawan-kawan di komunitas Persekutuan Doa Karismatik Katolik Epiphany. Mereka tak kusangka mengumpulkan donasi untuk membantu meringankan bebanku.

Tapi aku tak langsung memutuskan untuk pulang meskipun donasi yang dikumpulkan lebih dari cukup.

Aku justru dibawa ke dalam sebuah kebingungan, hendak mengirimkan seluruh uang itu ke Indonesia untuk menanggung biaya perawatan Mama atau menggunakannya untuk mengongkosiku pulang?

Tuhan lagi-lagi memberiku petunjuk.
Melalui dokter pribadi, aku mendapatkan jawaban terbaiknya.?Saat aku berkunjung ke tempat prakteknya karena waktu itu aku sedang tak enak badan, ia memberiku petunjuk.

Saat memperlihatkan foto Mama kepadanya, ia berkata, ?Kayaknya kamu harus pulang meski sebentar!?

?Kenapa, Dok??
?Dari apa yang bisa kulihat sih dia kayaknya udah siap buat ?pergi? tapi dia pengen banget ketemu kamu!? Dokterku ini orang Indonesia berasal dari Jawa pula.

Siang itu juga aku lantas mengabari Chitra. Aku berpikir untuk membagi dua uang sumbangan kawan-kawan dari PDKK Epiphany waktu itu. Separuh akan kuberikan ke Chitra untuk menutup biaya pengobatan dan pasca menginap di rumah sakit, separuhnya lagi, kucukup-cukupkan untuk pulang ke Klaten ditambah dengan bantuan dari Ibu mertuaku yang begitu memperhatikanku.

Anak-anak dan istri kutinggalkan. Aku mengambil cuti pekerjaan seminggu lamanya…

Setelah setahun peristiwa itu dan seminggu setelah kepergian Mama, aku memandang perjalanan waktu itu sebagai ziarah batin, sebagai satu bentuk ?tamasya? bagi jiwaku dan jiwa Mama serta Chitra sebagai satu kesatuan keluarga.

15 Maret 2015 pagi-pagi buta, diantar Joyce ke stasiun Kereta Epping saat anak-anak masih lelap tertidur, aku memulai peziarahan singkat yang begitu bermakna itu?

Tyas - 01

… bersambung

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Walau agak terlambat saya ucapkan dukacita. Begitulah umur ditangan Sang Penguasa. Tak tau kapan Dia mengambil yang menjadi milikNya.
    #curhat: aku juga gak menunggui saat kedua orang tuaku meninggal dulu, juga karena jarak.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.