Tutupnya ‘Klinik Warsito’ dan gugurnya sebuah harapan

12 Feb 2016 | Indonesia

Warsito P Taruno akhirnya menutup ?Klinik Warsito? setelah berdiskusi dengan pihak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan dinyatakan tak ada celah untuk melanjutkan klinik riset miliknya itu.

Gugurnya harapan

Gugur sudah satu harapan bagi para penderita kanker dan keluarga penderita kanker di Indonesia. Ini bukan bicara soal harapan kesembuhan karena itu adalah milik Allah. Lebih daripada itu, mereka kehilangan harapan untuk menunjukkan usaha perlawanan terhadap kanker yang sifatnya alternatif, tak mahal dan tak menyakitkan!

Terapi medis yang ditawarkan Pemerintah bukannya tidak ada karena melalui BPJS kini semua orang berhak untuk mendapatkan layanan medis yang layak dan murah serta nyaris gratis. Tapi seperti banyak diutarakan mereka yang pernah dan sedang mengikuti kemoterapi, proses terapi tersebut cukup menyakitkan dan terkadang malah mematikan, berbeda dengan pilihan terapi melaluki ?Klinik Warsito? yang cukup mengenakan rompi dan helm berbasis listrik statik yang tak menyakitkan.

Seorang kerabat yang salah satu saudaranya menderita kanker sekitar empat tahun silam menceritakan kepadaku bahwa alih-alih dibawa ke dokter, ia memilih membawa saudaranya itu tadi ke klinik Warsito. Meski si saudara tadi toh akhirnya meninggal juga beberapa tahun kemudian, tapi kerabat-kerabatnya tak pernah menyesal telah memilih untuk membawa si penderita ke Klinik Warsito ketimbang ke Rumah Sakit. ?Setidaknya ia tak kesakitan hingga akhir dan ia tahu bahwa ia telah mengusahakan yang terbaik melalui klinik Pak Warsito? demikian ujarnya.

Ia juga menceritakan bagaimana orang-orang rela mengantri di ruang tunggu berjam-jam sebelum klinik buka hanya demi bisa ditangani oleh Warsito yang doktor Teknik Elektronika lulusan Shizuoka Jepang ini.

Mereka datang dari berbagai latar belakang; ada yang kaya dan banyak pula yang berkekurangan. Tak hanya dari sekitar Jakarta dan Tangerang, yang dari luar Jawa pun banyak. Meski demikian, mereka sama-sama punya satu semangat yaitu usaha untuk terus dan tetap melawan penyakit yang hingga saat ini di seluruh dunia masih diteliti dan dipilih proses penyembuhan yang paling mujarab ini.

Kenapa Jokowi tak turun tangan seperti saat Gojek dilarang?

Alasan Kementrian Kesehatan menutup tempat praktek yang bernama C Tech Labs Edwar Technology itu memang masuk akal, tidak sesuai standard Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 9 2014. Tapi tak semua yang masuk akal itu yang terbaik, kan?

Buktinya, Jokowi sendiri sampai turun tangan ketika Gojek dilarang beroperasi oleh Kementrian Perhubungan beberapa waktu silam karena tak memenuhi aturan. Nah, kalau Jokowi mampu turun tangan saat Gojek terkena kendala aturan, kenapa ia tak melakukan hal yang sama untuk Klinik Warsito?

Apa yang dilakukan Menteri RistekDikti, Muhammad Nasir cukuplah melegakan. Karena selain tempo hari mendukung pelarangan LGBT masuk ke kampus, beliau juga mendukung kelanjutan riset Pak Warsito dengan mendatangi klinik secara langsung.

Tapi menurut hematku, ketimbang mendatangi Klinik Warsito, Nasir sebenarnya lebih baik menjalin jalur komunikasi yang lebih intensif dengan Kemenkes dan Presiden supaya kasus Warsito tak jadi begini.

Duduk bersama pada satu meja dan mendiskusikan jalan keluar terbaik dengan memperhatikan kepentingan masyarakat banyak kupikir hal yang terbaik meski sekarang sudah sangat terlambat karena per tanggal 27 Januari 2016 klinik C Tech Labs Edwar Technology resmi ditutup dan seluruh karyawannya dirumahkan. Pak Warsito sendiri kini melanglang buana ke luar negeri menebarkan ilmu yang dikuasainya.

Ke luar negeri adalah pilihan terbaik

Apreasiasi besar kuberikan atas langkah yang ditempuh Pak Warsito ini.?Daripada terkurung di negara yang tidak memperhatikan kekayaan intelektual dan terlebih potensinya untuk membantu rakyat banyak, ya mending hengkang dan berada di lingkungan yang menerima serta menghormatinya.

Adalah kerugian besar bagi Pemerintah Indonesia atas terjadinya hal ini. Bukannya tidak mungin, lima sampai sepuluh tahun lagi, tiba-tiba ada perusahaan medis raksasa dari negara maju datang ke Indonesia menawarkan solusi kanker yang tak murah tapi ilmunya berasal dari apa yang dikemukakan dan di-riset-kan oleh Pak Warsito.

Di saat-saat seperti itu, yang kini terngiang di telinga mungkin opini begini, ?Wah, itukan buatan putra bangsa! Harus kita urus hak ciptanya! Masa dijual mahal padahal penemunya kan Pak Warsito. Kawan sebangsa kita!?

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. “nabi” memang tidak akan pernah diakui di kampungnya sendiri Don…

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.