oleh Rohani Syawaliah*
Pernahkah kamu mengagumi seseorang guru yang sudah puluhan tahun mengajar di sebuah kelas? Kelasnya selalu hidup. Murid-muridnya setia menyimak pelajaran? Bahan ajar sang guru selalu menarik. Kamu bisa jadi adalah satu di antara banyak murid yang setia menyerap pelajaran tersebut.
Suatu hari, guru yang mengagumkan tersebut memberikan kesempatan pada setiap muridnya yang berani, maju ke hadapan teman-temannya, berada di posisi yang selama ini hanya ditempati sang guru. Guru itu membebaskan muridnya untuk memberikan pelajaran apa saja pada teman-temannya. Seorang murid dengan jujur bilang pada gurunya itu bahwa dia tidak percaya diri untuk tampil di hadapan teman-temannya menggantikan posisi gurunya untuk beberapa saat pada jam pelajaran berlangsung. Ternyata guru yang kamu kagumi itu menunjukkan jarinya ke hidung murid yang jujur tersebut sambil berkata, ?Saya tunggu besok penampilan kamu.?
Sekarang inilah yang terjadi. Seorang blogger yang sudah tahunan memberikan kesempatan pada pembaca blognya menikmati posisi yang ia miliki sepenuh postingan yang pembacanya mampu tulis. Sejenak saya merasa sangat kecil. Bagaimana rasanya mendapat kesempatan karena saya sendiri sangat malu untuk melakukannya? Bahkan kesempatan ini didapat gara-gara saya mengatakan malu yang saya rasa. Bukan malu untuk menulis tapi malu untuk memperlihatkan tulisan saya secara langsung di ‘rumah’ orang lain.
Blog saya sendiri baru saja genap sembilan bulan. Setahun saja belum. Banyak yang tidak saya pahami di dunia per-blogging-an. Saya hanya menulis setiap hari. Itu yang saya lakukan untuk blog saya. Tidak menguasai banyak hal selain mau menulis.
Jadinya ketika di ‘rumah’ ini menyediakan kesempatan untuk pembacanya menempati posisi sebagai pemilik ‘rumah’ untuk sebuah postingan, saya lebih memilih untuk tidak menulis saja. Saya tidak siap ketika setelah mengirim ternyata tulisan saya tidak dimuat, saya menjadi galau, menjadi terlalu gila menulis seperti dulu, akhirnya malah membuat blog sendiri mirip spamming blog.
Kalau tulisan ini pun akhirnya benar-benar dimuat dan saya seakan-akan menjadi seorang murid yang harus menjadi guru sehari buat teman-teman saya, saya juga sangat takut ditertawakan. Bagaimana kalau saya salah bicara? Bagaimana kalau saya mengajarkan hal yang salah? Bagaimana kalau teman-teman saya malah tidak ada yang akan memperhatikan saya?
Banyak hal lagi yang saya pikirkan. Padahal saya tidak seharusnya berpikiran sedemikian rupa karena saya tahu, ‘sang guru’ masih berada di kelas menjaga semua muridnya agar tetap tertib meskipun saya akan melakukan banyak hal konyol lainnya. Setidaknya saya sudah mencoba untuk mengerjakan apa yang harusnya saya lakukan ketika berada di posisi ini.
Baiklah ini paragraf penutupnya. Salam kenal buat semuanya. Biasanya kita berada di posisi yang sama. Di kotak komentar. Hari ini saya menempati posisi membelakangi papan tulis. Inilah saya dan tulisan yang saya miliki. Jadi, bagaimana tanggapan teman-teman sesama pembaca di ‘rumah’ ini? Apakah saya tidak mengacaukan kesempatan yang saya punya?
hmmmm..
*tutup muka*
banyak pikiran yang berawal dari “kegalauan-tidak-bisa-menulis” dan berakhir menjadi berparagraf-paragraf tulisan yang “ya-kok-ternyata-ada-yang-mbaca-juga” :)
muehehhehehe
Seperti biasa, Mbak Hani ini memang kerap galau. Semuanya dipikirkan..
waduh gitu ya -____-
Metafor yang apik
Melahirkan cara pandang yang berbeda
*tepuktanganbuatkakhani
waduh jadi mayuuuuuuuuuuu
makasih Om udah dimuattttt :D *lambai-lambai tangan dari Pontianak*
tulisanmu mengalir. Rasanya membaca karya Fiksi yang ditulis oleh penulis yang sudah mahir. :) salam kenal Hani.
tulisannya bagus… jujur… dan tidak dibuat buat.. pantes banget dimuat diblog ini…
menulis itu proses yang tak pernah selesai. tidak pernah ada seorang pun penulis yg lulus dari dunia tulis menulis. kecuali ketika dia mati :D
Mmmmm,… nganu,.. tulisanmu yang ini ko’ beda dengan blog aslinya ya? Saya malah kepikiran, blog ini keramat, bisa membuat orang lain ‘Wah’ :D
Waaaahh murid yg nakal ternyata…wekekeke
penuturan dan tata bahasa yang bagus :)
Keren.. :D
meluncur seperti anak panah, mengalir deras bak air terjun, berhembus bagaikan angin laut…
Selalu ada yang pertama….dan ternyata tak seseram yang dibayangkan.
Saat awal harus mengajar yunior, saya agak kawatir juga, tapi bos memaksa…sekarang? Rasanya kalau lama tak mengajar ada rasa kangen….
kunjungan pertamaku. jabat erat!