Selain makanan, hal yang paling layak untuk dinikmati di Indonesia adalah pijat!
Sebenarnya sejak sebelum pindah ke Australia, akupun sudah maniak dengan pijat apalagi ketika trend pijat refleksi berkembang, dalam seminggu, aku bisa mengunjungi tempat pijat refleksi dua kali banyaknya!
Di negara yang tak punya tradisi ‘pijat capek’ seperti Australia, panti pijat bukannya tidak ada, tapi cukup jarang. Kalaupun ada, harga jasa layanannya tentu tak semurah di Indonesia. Oleh karenanya aku sangat jarang pergi ke panti pijat. Dalam enam setengah tahun hidupku sejauh ini di sini, bisa dihitung dengan jari!
Untuk sekali pijat seluruh tubuh, rata-rata di sini dipungut biaya hingga $90. Kebanyakan tenaganya berasal dari China sehingga model pijatnya pun ya pijat China yang menurutku lebih pada pijat syaraf ketimbang pijat capek atau dalam bahasa Jawanya disebut pijat nglaras.
Berkunjung ke Indonesia minggu lalu, akupun tak melepaskan kesempatan untuk pijat.?Hari kedua, ketika Mama sedang tidur, dan Chitra beserta suaminya, Ayok, sedang bekerja, aku menyempatkan diri untuk pergi ke tempat pijat refleksi di pusat kota Klaten. Di sana aku mengambil paket komplit, 80 ribu rupiah untuk sembilan puluh menit lamanya.
Murah? Sangat! Bayangkan tak sampai delapan dollar saja!?Hari keempat, Rabu, di hotel, hasratku untuk pijat muncul lagi. Aku iseng menanyakan jasa pijat kepada mas-mas penjaga check in desk.
“Mas, bisa dipanggilin tukang pijet?”
“Oh ada, Pak tapi bisanya jam tujuh sore, jadi besok saja ya?”
“Baik, nggak papa…. Satu jam berapa?”
“Biasanya lima puluh ribu, Mas!”
“Sip!”
Ketika aku hendak pergi ke kamar, si Mas memanggilku, “Tapi, Pak… ”
“Ya?”
“Itu yang mijit ibu-ibu lho?”
Aku terdiam sejenak mencoba mereka arah pikirnya, “Ya nggak papa… yang penting rosa! (kuat – Jawa)”
“Oh baiklah kalau begitu…” si Masnya cengar-cengir.
Aku terusik dengan caranya menatapku. “Memang menurutmu aku nyari yang wanita muda biar bisa kumacem-macemin gitu?”
“Oh nggak pak… nggak kok!” mukanya merah kutembak langsung.?”Aku ki golek tukang pijet tenanan kok Mas. Awakku nglokro. Aku ora golek cilikan! (Aku beneran cari tukang pijat, Mas. Badanku capek semua. Aku nggak cari PSK! -jawa)”
Aku meninggalkan kantor hotel begitu saja tapi moodku sudah hilang. Ini bukan perkara sepele dan bukan pula yang pertama. Ada kejadian-kejadian pendahulu yang membuatku tersengat ketika si Mas cengar-cengir seperti kuceritakan barusan di atas.
***
Pengalaman pertamaku terjadi saat aku tugas kerja di Semarang, waktu itu awal 2000an. Aku bersama kawanku menginap di sebuah hotel. Dari tiga hari rencana kunjungan, pada dua hari pertama kami benar-benar bekerja seperti kuda, pagi hingga menjelang pagi. Hari ketiga, ketika kami sudah masuk tahap implementasi dan evaluasi, kami memanfaatkan kelonggaran waktu untuk manggil tukang pijat.
Pada petugas hotel, kami minta dicarikan. Tak ada pesan khusus, kami hanya minta, ?Mas, panggilkan satu tukang pijat ya!?
Setengah jam kemudian, seorang mbak-mbak yang usianya mungkin sebaya (waktu itu usiaku masih 25 tahun) datang mengetuk pintu kamar.
Dari dandanannya, ia jauh dari bayanganku.
Rambutnya tergerai panjang, ia tak mengenakan celana seperti layaknya tukang pijat. Rok pendek dan kaos berkerah lebar dan rendah dipakainya. Semerbak harum parfum menjelaga di kamar padahal menurut pengalamanku, seorang tukang pijat tradisional ampuh itu biasanya kalau nggak bau balsem ya bawang!
Aku lalu menyuruh kawanku untuk duluan dipijat karena ia yang dari kemarin mengeluh capek dan ingin ?diremas-remas?.
Aku, sambil menunggu, duduk-duduk di sofa sambil memangku laptop.
Kawanku membuka kaos lalu tengkurap, siap untuk dipijat.
Awalnya aku tak memperhatikan temanku dan mbak pemijat itu. Tapi lama-kelamaan, komunikasi keduanya dan gestur si Mbak membuatku berpikir bahwa ada yang tak beres dengan dirinya.
“Berduaan aja Mas? Tadi kok nggak minta dua?”
Kawanku diam saja hanya geleng-geleng kepala.
“Kalau ambil dua lebih enak lho Mas, nggak usah gantian. Lagipula sebenarnya di tempat kami juga ada kamar terpisah jadi bisa barengan. Kalau gini harus satu-satu kan jadi nggak enak hehehe”
Kawanku masih tak bergeming. Ia hanya tengkurap dan menutup wajah menggunakan bantalnya.
Sesaat kemudian, dari sudut mataku, kulihat si Mbak mengurut punggung kawanku dengan kedua tangannya lalu tiba-tiba ia terpeleset menindih tubuh kawanku.??Aduh, maaf Mas minyaknya nakal!? Aku mulai deg-degan.
“Mas, hadap atas sekarang ya…”
Buset, gumamku.
Ini baru sepuluh menit sudah disuruh hadap atas. Sebagai seorang yang maniak pijat, bagian dada dan lengan atas adalah bagian terakhir yang dipijat setelah kaki, paha dan punggung. Dengan durasi pijat sesuai permintaan yang satu jam, harusnya menginjak menit ke-45, baru seorang pemijat minta yang dipijat untuk mlumah; tidur menghadap ke atas.
Tapi kawanku menurut saja seolah tiada pilihan.
Si Mbak semakin atraktif. Ia memijat bagian dada kawanku berulang-ulang, menyuruh kawanku menelentangkan tangannya lalu ia mengurut dari dada hingga ke ujung jari menggunakan kedua tangannya juga.
Kesannya jadi si Mbak tadi menindih kawanku (dan memang benar-benar menindih sih sebenarnya) lalu ketika tangannya sampai ke ujung jari kawanku, posisi wajahnya sangat dekat dengan wajah kawanku.
Tapi itu belum puncaknya. Kulihat kawanku tadi kebingungan, ia memang anak alim.?Lalu akhirnya, ucapan si Mbak memungkasi segalanya.
?Wah Mas-nya dadanya kok lembek? tapi yang bawah keras ya???Aku langsung menutup laptop. Lututku bergetar tapi aku tak kehilangan akal. Aku berujar, ?Thom, aku nggak jadi pijet deh. Aku mau keluar sebentar cari kopi, kepalaku pening kalau dipijet bisa masuk angin!?
Temanku tadi, anggaplah Thomas namanya, kebingungan.??Lho, Don??
?Iya nggak papa kamu lanjut aja pijatnya. Kamu mau nitip?? aku bergegas buru-buru keluar kamar.
Ketika aku sampai di ruang depan hotel, tiba-tiba si Thomas berjalan keluar tergesa-gesa disusul di belakangnya si Mbak pemijat dengan wajah ditekuk empat sisi layaknya!
?Don?. asu kowe!?
Aku cekikikan?.
?Kenapa? Kan katamu barangmu udah keras, makanya aku keluar!?
Kami lantas tertawa bersama. ?Wah aku mendadak ilang capeknya Don, begitu kamu keluar aku langsung bilang, ?Mbak udahan aja saya juga mau ngopi bareng temen saya??
?Lalu??
?Ya dia marah, tapi aku bilang kubayar trus dia diam!?
?Sorry Thom aku penakut kalau soal gituan! Aku takut jadi tergoda dan mau beneran hahahaha!?
Kami lalu melanjutkan tawa kami panjang-panjang. Sejak saat itu, setiap aku bertemu dengan Thomas dan mengungkit keyword, ?Semarang? kami pasti langsung cekikikan mengingat peristiwa ?atas lembek bawah keras? tadi!
* * *
Berbekal pengalaman ?Semarang? tadi, sekitar tiga tahun sesudahnya ketika berkunjung ke Jakarta dan perlu mencari tukang pijat, pada Mas-mas penjaga meja check-in, aku berpesan, “Mas, saya cari tukang pijet yang kuat… cowok aja ya!”
“Baik, Pak! Nanti segera saya antar ke kamar!” Sekitar sejam kemudian, pintuku diketok.
Seorang pria berbadan kencang, berpawakan tegap dengan rambut ala militer masuk ke dalam.
Ini dia! Batinku.
Aku sudah bisa membayangkan pasti akan sangat menyenangkan dipijit olehnya apalagi badanku sudah sangat letih setelah seharian bekerja menembus Jakarta.
Aku langsung melepas baju dan tengkurap.
Si Mas itu tak kusangka juga melepas celana panjangnya dan kini mengenakan celana boxer saja. Aku sempat mengernyitkan dahi tapi kuanggap itu adalah caranya agar lebih lincah dalam memijatku.
Dan benar saja. Begitu ia memijat pundakku, dari remasannya yang pertama, aku sudah keenakan dibuatnya.
?Dari mana asalnya, Mas??
?Oh dari Jogja!?
?Kerja??
?Iya, capek makanya minta pijit!?
Ia mengolesi punggungku dengan minyak, lalu dengan jari-jemarinya yang berotot, ia mengurutnya. Teknik ini adalah teknik favoritku sekaligus yang paling tak kusukai pada bagian akhirnya karena biasanya meninggalkan perasaan lengket karena minyaknya.
?Badan kamu banyak lemaknya, Mas? jarang olahraga ya??
Seperti ada yang menggedor perasaanku saat itu karena tiba-tiba ia menggunakan kata ?kamu? dan cengkok ketika bicara itu mengingatkanku pada? ah, aku segera mengubur prasangkaku jauh-jauh, lagipula dalam kondisi dipijit begini, membayangkan hal-hal yang tak menyenangkan tentu sangat tak mengenakkan!
?Iya, jarang olahraga soalnya kerja terus, Mas!? ujarku.?Tangannya menjarah sekujur punggungku dan meremas? pantatku.
Dipijat pada bagian pantat adalah hal yang paling kusuka. Kalian jangan mesum dulu, tapi sebagai orang yang kerjanya duduk, pelemasan otot pantat membuatku rileks.
?Clientmu banyak, Mas?? tanyaku keenakan.??Oh iya, sampai kalangan artis, Mas.?
Ah gombal! Aku tahu benar gombalan khas orang-orang ibukota! gumamku seraya mengingat banyak sales-sales produk yang barangnya sering kupakai untuk referensi ke klien, mereka, berasal dari ibukota, banyak bicara dan bicara besar-besar tapi kenyataannya biasanya jauh panggang dari api.
Tapi, hey, ini agak beda?
Ketika ia menyebut kalangan artis, aku mulai curiga lagi. Ia menyebut kalangan artis dan memamerkan fotonya dengan para artis itu dalam posisi yang? mesra.
?Kamu tahu itu siapa kan, Mas?? tanyanya.??Ya…ya.. aku tahu?? aku buka fotonya satu per satu sambil terus menikmati pijatannya. Aku lantas tersadar, Oh my god! Semua artis yang ia sebut dan semua artis yang ia ajak foto bersama adalah artis-artis yang selama ini sering kudengar sebagai artis yang menyukai sesama jenisnya!
Jantungku berdegup kencang.?Pijatan si Mas berhenti sebentar, rupanya ia mengelap keringat dan menambahi olesan minyaknya.
Otakku tak berhenti berpikir dan memastikan bahwa ini tidak wajar!?Tiba-tiba tangannya memeluk pundakku dan wajahnya sangat dekat dengan telingaku, ?Sini fotonya, nanti minyakan!? ia mengucapkan itu setengah berbisik. Aku membayangkan jika yang bicara demikian adalah lawan jenisku tentu akan kutanggapi sebagai sesuatu yang menggoda, tapi ini?.?!!?
Belum hilang kagetku, ia memijat semakin ke bawah bagian pantatku dan secara tak sopan tangannya menyentuh bagian yang tak perlu kusebutkan di sini.
Aku loncat dan berdiri.
Aku sudah tak perlu sopan santun lagi untuk bicara. ?Eh kok kamu sentuh *****-ku??
Ia tersenyum dan melirik bagian bawahku. Matanya nakal?
?Udah aja deh, lagipula ini sudah malam. Kubayar yang seharusnya kubayar lalu kamu pulang!?
Untung ia tahu diri.
Ia minta maaf, mengenakan celana lalu numpang pinjam wastafel untuk cuci tangan.
?Kamu nggak mau sekalian kuseka pakai handuk air hangat supaya minyaknya hilang??
tanyanya.
?Nggak? nanti biar kucuci sendiri aku sekalian mandi!? Segera setelah kubayar, ia meminta diri dan pergi.
Aku segera mandi dan sabunan berkali-kali. Begitu kelar aku langsung keluar dan menghardik pegawai hotel yang mengirimkanku seorang tukang pijat tadi.
?Mas, kok yang kamu bawa seperti itu sih??
?Loh tadi kan Bapak mintanya cowok!?
?Iya, tapi saya minta yang mijit bukan yang punya tendensi macam-macam! Saya ini normal, Mas!?
?Loh kalau normal kenapa nggak cari yang cewek??
?Saya nggak suka dipijat cewek karena kadang nggak kuat mijitnya!?
?Oh, jadi Bapak cari tukang pijat beneran ya? Saya pikir??
Cerita paling akhir ini sudah kupoles sedemikian rupa supaya lebih nyaman untuk diceritakan. Cerita aslinya sangat seronok dan aku sudah mengutarakannya pada beberapa kawan dekatku dan tentu saja istriku. Aku menunggu waktu dan topik yang cocok untuk menceritakan hal ini di sini dan akhirnya saat itu tiba… :)
Wah ngeri pijat yang begituan mah.
jadi yg di hotel minggu lalu, dapet yg beneran tukang pijet?
Nggak jadi pijet :)
Waduh haha, ada ada aja pak donny :D
lain kali kalau pesen tukang pijat dikasih tambahan + pijet asli bukan abal – abal. hehe
Menarik sekali ceritanya , salam kenal :)
hahahaha~ tapi perawakanmu memang pas dijadiin target tukang pijet yang terakhir kui =)))))
aduh saya suka banget cerita ini ,pas banget sama kisah nyata saya , Cuman cerita nya terbalik . karena aku yang jadi tukang pijat tradisional asli malah yg di pijat yang minta ga bener (mesum ) baik yg cowok maupun yg cewek . coba kalo kita ketemu pasti pas jadi nya .aku yg mijat mas doni yg di pijat ‘pijat original asli untuk badan capek capek . trim heeeee