Apakah iman itu?
Aku membayangkannya demikian: seorang Ibu pergi ke pasar. Tadi pagi sebelum berangkat kerja, anaknya bilang kalau ia bakalan lapar banget malam nanti karena ia akan bekerja keras hari ini. Naluri seorang Ibu lantas membuatnya berpikir untuk mempersiapkan makanan terlezat malam ini.
Sang Ibu lantas bertanya dalam hati, “Enaknya dimasakin apa ya?” sementara itu ia tahu ia tak bisa menelpon karena anaknya sedang bekerja… bekerja keras dan tak bisa diganggu.
Sekian lama bingung, akhirnya si Ibu mendapatkan ‘hidayah’.?“Ah, anakku pasti senang kumasakin sayur lodeh karena kemarin ia doyan banget waktu kumasakin itu!”
Maka jadilah ia berbelanja sayur-mayur tujuh rupa, kelapa terbaik untuk diambil santannya tak lupa ia pun belanja tempe dan beberapa paha ayam untuk digoreng. “Siapa tahu ia tambah suka, dan aku dapat pahala!” tuturnya bersemangat.
Demikian pulalah adanya iman. Masing-masing dari kita punya iman setelah datangnya ‘hidayah’ bahwa kita yakin Tuhan yang kita imani akan senang kalau kita memberikan/ berbuat sesuatu yang kita imani kebenarannya.
Padahal apa dan bagaimana serta dimanakah kebenaran dan kesalahan itu sendiri adalah sesuatu yang bersifat ‘tebak-tebakan’. Kita hanya bisa menebak dan terus menebak.
Tapi ya tak mengapa, itulah asiknya beriman membuat hidup menjadi lebih seperti roller caster ketika fakta kehidupan melawan keteguhan iman kita dan sebaliknya, hati kita akan berubah jadi berbunga- bunga ketika kita SEOLAH mendapat pembenaran dari iman kita.
Hingga akhirnya nanti ketika kita bertemu dengan yang kita imani, sama halnya dengan yang terjadi pada Sang Ibu sore hari itu.
Si anak pulang, lantas mandi karena keletihan dan segera duduk dan menghadap meja makan.?Sang Ibu dengan ‘pede’ nya lantas menuang sayur lodeh kental nan hangat ke dalam mangkuk besar beserta tempe dan ayam goreng di atas piring kecil.
Namun apakah reaksi sang anak? Entahlah…
Bisa jadi ia lahap menyantap, tunailah kebahagiaannya.
Bisa jadi ia menolak karena bosan.. atau paling parah, tiba-tiba ia mengeluarkan bungkusan dan bilang, “Mama ngapain repot-repot masak, aku beli masakan dari luar tadi!”
Tricky, huh? Tebak-tebakan, kan jadinya?
Tapi, untuk ‘mendatangkan’ seorang kawan bernama Pitoresmi yang biasa disapa Pito aku tak perlu main tebak-tebakan! Sejak dari dulu aku mengimani bahwa ia punya landasan pikir yang unik, maka ketika kutawari dia ‘bicara’ soal keunikannya, ia tetaplah unik!
Kali ini aku mengajak dia bicara soal Tuhan dan sindirannya tentang kaum radikal yang sekarang cenderung lebih punya suara ketimbang dulu waktu jamannya ditekan habis-habisan oleh Soeharto dengan Orde Barunya.
Eits tapi tunggu dulu! Sebelum kalian membaca, aku mau tekankan bahwa tak banyak dari tulisannya yang kuedit dan biarkan polos apa adanya seperti yang ia ketikkan padaku via email. Tekanan yang kedua, please bacalah tulisan dan opini Pito ini sebagai sebuah ‘pandangan lain’ untuk dihormati, bukan sesuatu yang layak kita hujat, karena sekali lagi seperti kuutarakan di atas, hidup dan iman itu hanya perkara main tebak-tebakan!
Menurutmu Tuhan itu apa sih, Pit? Ia tinggal dimana dan pekerjaannya apa?
Tuhan itu… nggak tau ha3x!
Dia adalah ?sesuatu? yg mendasari semua keputusan penting (dan nggak penting) gw.
Kalo lo nanyanya tuhan dalam term formal seperti orang2 pada umumnya, gw beneran nggak tau. Kalo di term gw, tuhan itu skala prioritas. Dia adalah “sesuatu” yg mendasari semua keputusan penting (dan nggak penting) gw. Dia tinggal di pikiran semua orang dan pekerjaannya nge-pukpuk (menina-bobo -red) kita supaya tenang atau nggak khawatir.
Jadi kamu nggak punya pandangan tentang Tuhan dalam tataran ‘yang dimengerti manusia’?
Oh, ada. humanity. kemanusiaan.
Orang selalu mengaitkan agama dengan tuhan dan tuhan dengan hidup sesudah mati. kamu punya pandangan yang pragmatis ngga tentang hidup sesudah mati?
Pragmatis gimana kalo keberadaannya aja ga gw percaya? Kehidupan setelah mati itu semacam pelarian bagi para fatalis2 yg percaya semua tindakannya, hidup-matinya adalah takdir tersurat. Termasuk reward-nya di the so-called hidup setelah mati itu.
“Surga itu ketika kita bahagia…”
Buat gw, hidup itu sekarang, saat ini, di sini. Surga itu ketika kita bahagia sama apa yang kita punya, karena kita sendiri yang bikin, sekarang, di sini, saat ini.
In another light, orang mati itu nggak benar2 mati. Secara biologis, iya. dia mati. Tapi secara filosofis, dia akan tetap hidup dalam kenangan orang2 yg pernah dia sentuh inti hidupnya. Entah dikenang dalam bentuk orang jahat maupun orang baik, tergantung amal- ibadahnya pada sesama manusia. Yang mati nggak pernah tau hal ini, karena beberapa tahun setelah mati dia benar2 terurai jadi tanah. Nggak penting juga untuk dia tau karena kebaikan terbaik adalah seperti lo lagi eek: lo keluarin tokai lo tanpa lo inget dan lo ungkit2 lagi.
Dengan kata lain, menurutmu ramai orang bunuh2an hanya gara-gara pelem, orang teriak2 karena rumah ibadahnya diblokir itu ga guna?
Nope. Definitely. Tapi gw support kepercayaan orang lain, apapun yang mau dia percaya, even kalo dia percaya dirinya penyembah kuda bercula satu warna ungu dan suka nangis airmata biru yg bisa terbang. Dan ngelarang2 orang percaya itu sama dengan melanggar hak azasi. That’s unfair. The same unfairness dengan memaksa orang untuk percaya kuda bercula satu warna ungu dan suka nangis airmata biru yg bisa terbang dan marah-marah?kalau yang dipaksa ngga mau percaya.
Tapi kesannya loe malah apatis ke apapun yang terjadi dalam benak dan kehidupan mereka dong? Bener?
Gw yakin mereka juga apatis sih sama apa yg terjadi di hidup gw. so, jadinya impas lah. satu sama Ha3x
Sampai berapa lama kamu akan berpijak di ranah freethinking? Maksudku pernah nggak berpikir suatu waktu akan menikah dengan seorang yang ‘benar’ menurut tatanan moral awam lalu berkeluarga, beranak dan mendidik anak dalam agama yang kalian sepakati untuk dianut?
I’m sort of present tense person. I don’t think about future nor the past. so, i never know for how long i’d be in this state of mind. Berpikir tentang menikah juga nggak, wong pacar aja nggak punya =P
But i find educating human kids is challenging. but no, not into any sort of religion, thanks.
bahahahahahha~ Pito adalah Pito, demikian adanya seperti Tuhan adalah Tuhan, demikian pula adanya #KomenAbsurd (LMAO)
Tuhan itu? Tuhan punya arti sendiri-sendiri pada pribadi masing-masing orang. Ada pula orang yang tidak percaya Tuhan dan bahkan ada yang menganggap dirinya adalah Tuhan bagi dirinya.
Anyway, bung Pito ini unik ya :) *langsungmeluncurkeblognya*
Hahahhaa…jebulnya Pito ki dudu lanang to. isin akuhh…
Maap..maap…aslik gaya bicaranya (eh nulis ding ya) persis cowok. Dan aku punya satu orang teman cowok yang kurang lebih sepertinya sama dengan gaya berpikir mbak Pito ini *salamcipikacipikibuatmbakPito*
Tuhan itu erat kaitannya dengan kepercayaan, tergantung kita percaya apa ndak.
Pito, edane memang unik. Doi punya grup diskusi tentang atheisme dan ketuhanan juga. Kalau diskusi berlangsung, seriusnya minta ampun. Dalam hal begituan, Pito tampak religious, soalnya ngomongin ketuhanan dan manifestasi ketuhanan.
Untuk kaum Pitoist, saya salut. Respek pada ‘pencarian’ yang dilakukannya.
Tapi, menurutku, sikap Pito bisa dirunut dari pilihan-pilihan bacaannya, di masa lalu. Barangkali, ada juga trigger yang berkait dengan perjalanan hidupnya, sehingga Pito punya sikap seperti saat ini.
Kita tunggu saja, apakah Pito masih sanggup melawan lingkungan sekitarnya, kelak.
Kalau aku, ya seperti saat ini. Percaya Tuhan itu ada, manifestasinya banyak. Aku suka berpikir bebas, tapi selalu ‘membatasi’, kalau sudah menyangkut eksistensi ketuhanan. Makanya, aku percaya, bahwa ‘kebetulan’ itu wujud kekuasaan Tuhan. Laku hidup, juga masih kujalani, dalam rangka memahami kuasa Tuhan yang serba maha.
Aku yakin, suatu ketika Pito akan menemukan sesuatu, terkait dengan keyakinannya, kini. Pasti ada jalan buat dia, entah kapan.
Pakdhe… you know me so well. aku padamu… *ketjup-ketjup basah Pakdhe Blontank 3x, sesuai sunah*
iku pito sing ngomonge pas lagi anteng di comfort zone-nya sekarang. nggak tau sampe kapan. jadi, tunggu aja ntar si pito bakal ngapain lagi. haha!
matur nuwun sanget kagem sing nduwe lapak. jan, sampean asu tenan. haha!
lambemu, Pit!
tapi ya wis lah, kowe pancen asnu! kaya Donny asnune… :)
interview yang sangat menarik dengan narasumber yang luar biasa pemikirannya…
semoga yang baca juga cukup dewasa… keren..
keren-keren gini nggak punya pacar…
*tendang Om Donny*
Ah, mas pito mas pito, jawabanmu sexy-sexy banget, semoga lekas dapat pacar yo mas hehe
nganu itu typo, mbak. maafkeun… *bersimpu*
Komen pertamaku di blog ini don, kudu mbok adusi kembang blogmu iki
Tapi ketoke Tuhan kui hanya rekayasa, sosok sing digawe meden-medeni menungso ben ora berbuat jahat :p
Kenthir merdeka selamanya
Mbah! aku padamu, Mbah! you know me so well, Mbah! sini tak cipok, sini!
*pito spesialis tukang cipok pakdhe2 dan mbah2*
Menarik sih..
BTW Pito itu siapa sik? Koq gak dijelasin sih Don.
Kalau aku sih, Tuhan adalah yang mencipta alam semesta beserta isinya. Dan aku beriman kepada-Nya
:)))
Hahaha…Pito yang selalu menarik.
Saat adikku perdarahan habis operasi jantung, Pito mengajak temannya datang ke RS Harapan Kita tengah malam….saya bersyukur melalui blog, mengenal orang-orang seperti Pito.
Hubungan Tuhan dan umat Nya adalah urusan pribadi masing-masing…..sulit untuk dituliskan dan dikatakan.
Iya ya kalo sudah bicara sesuatu yang abstrak ukurannya cuma satu “IMAN”……
ehh ini web sederhana tapi berbobot……
ayooo nulis lagi……..
Keren iki, Tuhan..ah sudahlah.
Tulisannya menarik mas.
Sudut pandang tentang ke-Tuhan-annya juga menarik. Ingin rasanya ngobrol dengan mbak pito yang sepertinya memiliki pandangan yang sama dengan saya tentang “pencarian” ini.
Makasih. Pito.. eh tulisannya si Pito memang menarik :)