Trend follower dan mereka yang kuper

10 Nov 2011 | Digital

Sebuah pemandangan absurd terjadi hari minggu sore kemarin ketika seorang pembawa acara siaran televisi nasional dengan bangganya berujar demikian, “Menurut statistik, Indonesia menempati posisi kedua di seluruh dunia yang mempunyai account Facebook terbanyak!”
Tak sampai satu menit kemudian, seorang rekannya yang sama-sama membawakan acara sore itu menyahut, “Tak hanya itu, kita adalah negara dengan jumlah pengguna blackberry terbesar di dunia!”
Lalu mereka berdua tersenyum penuh rasa bangga.

…petunjuk bahwa memang benar kebanyakan dari kita adalah trend follower, pengikut trend yang dengan setia selalu mengikuti kemana sang pembuat trend bertitah.”

Kenapa absurd, karena menurutku informasi yang disampaikan itu tak sedikitpun mengundang rasa bangga sebagai anak bangsa jadi ketika para pembawa acara tersenyum sumringah, aku kehilangan point tentang apa yang membuat mereka tersenyum kalau demikian? Ah maaf.. kuulangi kalimatku dengan imbuhan “ada sedikit bangga karena bangsaku tak termasuk dalam golongan yang cuek terhadap kemajuan teknologi dan bangga pula karena pemerintahnya belum memblokir akses ke media-media tersebut”. Selebihnya, semua itu hanya petunjuk bahwa memang benar kebanyakan dari kita adalah trend follower, pengikut trend yang dengan setia selalu mengikuti kemana sang pembuat trend bertitah.
Satu-satunya pihak yang diuntungkan dengan statistik di atas selain produsen brand yang bersangkutan barangkali para pembicara seminar yang kerap membawakan materi tentang social media serta… marketer yang menjajakan (atau dijajakan?) brand-brand komersial di ranah social media atau yang biasa disebut sebagai buzzer. Mengapa? Karena semakin besar angka pemakai berarti semakin besar pula peluang untuk dirinya menyuarakan brand yang dijajakan (atau menjajakan?) dan itu berarti uangnya semakin bermeter-meter panjangnya. Bisnis yang aneh bukan? :)))

Di sisi lain, seperti sebuah anomali dari kejadian di atas, seorang teman dengan bangga melaporkan diri sebagai salah sedikit dari mereka yang tak punya akun facebook. Terus terang aku shock!
Hello! Ini tahun 2011 gitu loh! Dan kawanku tadi… Ia bekerja di bidang yang tak jauh dari komputer, bukan tipikal pekerja yang overloaded, selalu punya waktu untuk sekadar ‘berleha-leha’ di internet. Sepengetahuanku, Ia bukan pula model orang yang menyimpan privasi terlalu dalam hingga tak memungkinkan ia ber-facebook dan…. dia juga bagian dari bangsa ini! Masa ngga pengen ikut menyukseskan meraih posisi pertama diseluruh dunia untuk akun Facebook terbanyak sih?

“…bagiku teknologi, bagaimanapun jalang dan berbahayanya adalah sesuatu yang harus kita ikuti…”

Bagiku, kawanku ini juga tak kalah absurdnya! Tak ada sedikitpun yang bisa dibanggakan untuk menjadi seorang yang kuper (kurang pergaulan) seperti itu karena bagiku teknologi, bagaimanapun jalang dan berbahayanya adalah sesuatu yang harus kita ikuti karena terbukti banyak membantu kehidupan manusia ketika ia bisa kita manfaatkan. Ibarat kata adalah ombak bagi seorang pemain ski air. Terjerumus sedikit saja ke dalamnya, kita akan jatuh, tapi menjaga keseimbangan untuk selalu berada di atasnya, akan menjadikan ombak tersebut bermanfaat.
Lantas mana yang paling baik?
Tak ada jawaban yang pasti karena tak semua trend follower bahkan mengakui dirinya adalah bagian dari kaum tersebut. Demikian pula ketika kau terperangkap dalam ‘lembah’ ke-kuper-an. Tak jarang mereka berdalih macam-macam untuk menghindarkan diri dari kesan kuper dan memilih untuk menjawab “Ah, toh tak semua harus kuikuti.. hidup ini pilihan!”
Tapi kalau aku harus memilih, terlepas pada kenyataannya aku lebih berada di lajur ‘trend follower’ ataupun ‘kuper’, aku berharap untuk menjadi pencipta trend karena hanya dengan demikian maka kita akan dibedakan dari dua sebelumnya yang kusebut. Jangan buru-buru bilang “Tak mampu!” atau “Sulit!” karena kalau Tuhan mampu menciptakan Mark Zuckerberg dengan Facebook-nya, Steve Jobs dengan Apple nya dan bahkan Bill Gates dengan Microsoft-nya, masa iya Dia tak mampu dan lupa untuk memberimu perangkat-perangkat yang sama untuk membuat keajaiban-keajaiban kecil untuk menggebrak dunia?
Jangan tanya caranya, ini sama sekali tak menyangkut pandai-bodohnya seseorang ditinjau dari sisi akademik ataupun pergaulannya. Belajarlah dari hal-hal kecil terlebih dahulu. Setia pada penyelesaian persoalan-persoalan kecil konon dengan sendirinya akan membuat kita mampu pula mengerjakan hal-hal yang besar.
Sekian tulisan yang tak kalah absurd dariku, si Absurd… nan tampan :)

Sebarluaskan!

30 Komentar

  1. hohoho menarik sekali mas Don, hihihi sampe mesam-mesem sendiri bacanya. Di akhir tulisan tetep wajib narsis ya.. XD

    Balas
  2. Super sekali.. *bergaya Mario Teguh
    Eh tapi serius lho mas, inspiratif sekali bagi saya.

    Balas
  3. hmmm ngerti banget deh pemikiran kamu.
    yang pertama Bebek, yang kedua Udang :D (otaknya hahaha)
    Padahal dunia ini tidak hanya dipenuhi oleh bebek dan udang. Perlu ada Singa, Monyet dan Gajah….bahkan binatang lain.
    Sebetulnya kasus bebek ini tipikal orang Indonesia, satu bikin wartel, satu jalan isinya wartel semua. Jarang ada yang bikin warung mesin fotokopi di sebelahnya, atau warung alat tulis. Ngga bisa baca situasi dan celah usaha.
    Well, ntah sampai kapan akan begini ya?

    Balas
    • Kayakna bakalan lama Mbak EM, saya beberapa kali gonta ganti usaha akibat ulah si Bebek yang ngga punya ide dan identik dengan Copas. jadi, kalau memang mau bertarung, ada ide, ada uang, langsung gebrak sebelum di-bebek-in orang lain. Toh duit udang mengalir duluan.
      Dan seperti itu juga dalam socmed, gebrak dulu… dan jangan lihat kebelakang :)

      Balas
  4. Saya pikir, di satu sisi trend Facebook & Twitter ini sangat berguna untuk orang-orang kuper biar bisa bergaul dengan lebih leluasa, karena mereka tidak perlu canggung berhadapan dengan orang lain secara langsung. Teman-teman saya yang kuper berubah menjadi friendly & dapat banyak teman baru dari Twitter. Setelah akrab di dunia maya, mereka tidak akan canggung lagi waktu kopi darat. Kalau tren ini tidak digunakan oleh orang kuper, mau jadi apa mereka?

    Balas
  5. Masih berusaha menelaah pesan terdalamnya.. (tentu tak berhenti mesam-mesemnya)

    Balas
  6. sosial media menjadi lahan yang pas untuk ngiklan branding :D

    Balas
  7. Beberapa orang yg kukenal mengatakan dia punya BB karena “terpaksa”. Soalnya diminta oleh atasannya untuk memiliki BB agar bisa berkoordinasi dengan mudah soal pekerjaan. Tapi ujung2nya, kebanyakan dari mereka akhirnya malah asyik ber-BB. Pekerjaan malah jadi nomor dua, yg penting dia bisa FB-an, twitter-an. Jadi, kalau ada orang bilang punya BB demi pekerjaan, aku cuma mesem2 saja sekarang. Hehe.
    Tapi bagaimanapun, jadi pembebek itu gampang sekali. Dan itu biasanya terjadi tanpa sadar… Kalau si kuper, mungkin dia terlalu sibuk melakukan pembenaran ttg dirinya sendiri, ya? Embuhlah, Don.

    Balas
  8. masa iya Dia tak mampu dan lupa untuk memberimu perangkat-perangkat yang sama untuk membuat keajaiban-keajaiban kecil untuk menggebrak dunia? ……………. aku suka banget yg itu mas. Mas Donny keren!

    Balas
  9. Terapung mengikuti arus sungai lebih mudah dari pada berenang melawan arus
    hehehe
    Pada banyak urusan, lebih baik kita menjadi follower
    Pada beberapa urusan, lebih baik kita menjadi pelopor
    Urusan apa? Urusan masing-masing hehe

    Balas
  10. saya suka artikelnya..
    hehe

    Balas
  11. ada beberapa hal di dunia ini yang bisa terlihat baik, bisa pula terlihat buruk atau malah kelihatan absurd bergantung dari sisi mana kita memandangnya :D

    Balas
  12. Manganmu opo wae to, Mbah, tulisane wuedaaannn tenan!

    Balas
  13. Aku juga punya teman traveller dan bilang kalo gak punya facebook dengan alasan yang sangat sederhana, “Malas”. Aku shock pas denger itu karena kan biasanya (ini pandangan umum lho ya) kalo kita jalan2 pasti pengen eksis dengan cara naro foto banyak2 di fb (ambil kaca hehehe), nah tapi pas dijelasin kalo dia “gak pengen jadi budak medsos” ya dimengerti lah ya. Buatku, itu balik lagi ke kata “pilihan”. Nah, buatku sendiri, sosmed banyak ngebantu kerjaan dan aktualisasi diri :)

    Balas
  14. berarti tergantung kebutuhan ya bro….tapi follower tak selamanya buruk sih….kadang lebih menguntungkan…

    Balas
  15. saya tergolong kuper ga ya :D
    ga aktif di mana2
    ga nyimpen bebek, ga suka masak bebek juga
    tapi suka masak ‘udang’ xixixi

    Balas
  16. kayaknya milih di tengah aja deh he.he…
    kalau ikut trend tapi tak menggunakannya semaksimal mungkin sama juga bodong
    sampai ada seorang perempuan pintar terkenal ngomong begini internet itu kan bukan cuma Facebook aja,
    prihatin dia melihat kecendrungan ini

    Balas
  17. Nah… Kalau begini kan asyik. Aku bisa baca blogmu pake henpon.. :)
    Untuk urusan ikut-mengikut ini, menurutku ada 2 kategori manusia. Pertama, yang mengikuti karena tahu manfaat dan tujuan sesuatu itu, dan kedua, yg mengikuti tanpa paham apa pengetahuan apa-apa. Semoga kita beraktivitas di dunia socmed selama ini berdasarkan pengetahuan, bukan sekedar ikut-ikutan.. :)

    Balas
  18. Sepertinya aku tahu deh acara ini mas.. yg di metr* itu kan.. hahaha..
    Kalau aku biasanya ikut juga seh.. seperti fb aku punya.. tapi saat org heboh dengan fb aku udh bosan.. sama dg bb.. saat org sekarang makin byk pake aku udh berpindah.. ya sejenis followers juga seh.. tapi lebih cepat berpindah kelain hati aja kali yak.. hehehe

    Balas
  19. Aku sendiri sampai sekarang masih bingung dengan ap yang terjadi dengan mayoritas bangsa ini. Mungkin karena disini menjadi bodoh dan berpikiran pendek itu adalah keren :0

    Balas
  20. Lha memang soal pilihan, to?
    Semuanya itu kan secukupnya, seperlunya. :D

    Balas
  21. Tak masalah sebenarnya menurutku kalau ada yang tak punya akun fb. Karena back to minatnya, seleranya, dunianya, nyamannya dimana. Dia memilih ‘sedikit kuper’ ya tak apa juga, karena pada kenyataannya yang kuper pun masih bisa hidup senang tak kalah dengan yang ‘maju’.
    DOn, aku sebenarnya penasaran. Kenapa kamu selalu menggunakan kata ‘tampan’ dan bukan ganteng atau cakep atau keren. Tak pernah ada lagi yang menggunakan kata ‘tampan’ kecuali DV. :)

    Balas
  22. salam kenal, Pak DV (atau mas/ bang?) :)
    saya tau blog Anda dari link2 komentar di blog milik Sibar, Rusabawean, Paman Tyo, dan Pak Bukik (dosen saya)
    *numpang beken* #halaaah
    menarik Pak!
    sayapun juga follower yang dulu termasuk kuper
    -dan mari menjadi pelopor pada urusan/ bidang masing2-

    Balas
  23. inspitatif banget pak..
    minta izin berlangganan rssnya :)

    Balas
  24. suka ma artikelnya..heee
    aq jg lg mo bljr kok mas biar gk di katain kuper tp bkn bljr dr fb ato tweeter :)))

    Balas
  25. post yang menarik mas :)
    oh iye, disadari atau tidak, sebenanarnya hal ini relative..kenapa..?
    saya menggunakan kata yang anda pakai diatas, “follower”, nah jika kita merupakan negara yang follower, dan ketika apa yang kita follow itu memberikan hasil yang positif, maka patutnya kita berbangga karena masyarakat kita dapat menggunakan sesuatu hal yang di “follownya” untuk dapat memberikan keuntungan atau setidaknya memberikan manfaat bagi masyarakat itu sendiri..

    Balas
  26. Kita nikmati aja ‘keindahan’ teknologi yang mempermudah hidup manusia…

    Balas
  27. menurut saya, apapun bentuk kemajuan teknologi dan implementasi ilmu itu ibarat pisau..bisa untuk membantu pekerjaan atau sebagai alat kriminalitas..it all depends on the users..jadi terserah kita sebagai pengguna/penonton/pemakai mau dijadikan apa produk iptek tsb..sbg media sosial, media pencitraan, media pemasaran, atau mungkin media curhat..selama tahu dan paham betul resikonya..gt aja sie..kok jd serius gn yaa..tp lebih bagus lg sie kalo produk tadi malah bisa jd trigger buat kita utk bs menemukan ‘produk’ baru lg..nah itu baru salut..btw,salut deh mas donny..artikelnya selalu bikin org utk ngklik..thanks for the social media then(?)..

    Balas
    • :) makasih Mbak :)

      Balas
  28. wow :O
    guru bahasaku juga ngga punya akun fb/twitter loh, katanya jangan jadi generasi pembebek :p #pfft

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.