A. Tony Prasetiantono adalah tokoh kedelapan belas dari tujuh puluh Tokoh Alumni SMA Kolese De Britto yang kurencanakan. Mas Tony adalah presiden Paguyuban Alumni SMA Kolese De Britto yang terpilih pada 2015 dan meninggal dunia pada Rabu 16 Januari 2019 silam.
Mas Tony lahir di Muntilan, 27 Oktober 1962. Ia terbilang sebagai ekonom papan atas negeri ini. Setelah menyelesaikan studi di De Britto pada tahun 1981, ia melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta (1981-1986). Gelar M.Sc, diraihnya melanjutkan studi S2 di University of Pennyslvania, Amerika Serikat (1992). Gelar doktor dicapai di Australian National University (ANU), Australia pada 2005.
Sejak tahun 2000 hingga akhir hayatnya, Mas Tony menjabat sebagai Division Head Center for Economics and Public Policy Studies, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Secara fisik, aku bertemu dengannya seumur hidup hanya dua kali.?Pertama saat duduk di bangku kelas 1 SMA Kolese De Britto, 1993. Waktu itu, Mas Tony yang baru saja pulang dari Amerika memberikan pendampingan karir pada para siswa. Kedua adalah saat aku pulang ke Indonesia dalam rangka peringatan 100 hari meninggalnya Mama, Juni 2016. Pada malam terakhir sebelum kembali ke Australia, aku berdiskusi dengannya dan beberapa pengurus paguyuban lainnya di Kopitiam, Yogyakarta untuk membicarakan tentang pembangunan situs web dan sistem database alumni.
Di luar itu, perjumpaan hanyalah melalui jalur Whatsapp dan email. Bahkan pada siang hari sebelum beliau meninggal, kami masih sempat berdiskusi di grup WA Pengurus Besar Paguyuban tentang isu keberpihakan alumni/paguyuban alumni dalam Pilpres 2019 mendatang. Diskusi itu lantas melahirkan tulisan yang bisa kalian baca di sini.
Alasan penokohan Mas Tony bagiku karena beliau adalah presiden yang mau berpikir progresif. Tak hanya tentang bagaimana bernostalgia bersama alumni lainnya tapi juga membawa paguyuban ke arah serius dalam berkontribusi bagi almamater. Tak semua hal yang dilakukannya selalu mendapat sambutan baik dari para alumni, termasuk aku, tapi bukankah sejak di De Britto kita terbiasa dengan perbedaan pendapat?
Lagipula hari ini adalah hari baik.
Pertama karena hari ini adalah peringatan pesta nama Santo Yohanes De Britto, santo pelindung almamater yang begitu kita cintai. Kedua, hari ini adalah hari dimana aku menyelesaikan pengerjaan sistem database alumni yang lantas kuberi nama Topras, kependekan dari Tony Prasetiantono, sebagai wujud penghormatanku kepadanya.
Aku memang belum sempat mewawancarai Mas Tony tapi seperti yang kulakukan saat ?menokohkan? alm. Kristupa Saragih, metode yang sama kupraktekkan di sini.?

Metode ini kunamakan sebagai ?wawancara imajiner.? Aku seolah-olah bertanya tentang hal yang dijawab oleh Mas Tony. Jawaban-jawabannya tentu bukan imajiner melainkan bersumber dari pernyataan-pernyataannya yang telah terpublikasi. Ada dua video di Youtube yang kujadikan sebagai landasan. Pertama adalah ?PILPRES JB 2015 – A. Tony Prasetyantono 81? yang diunggah akun Mikrotik Indonesia. Video kedua berjudul ?JB 007 Pidato Tony Prasetiantono? yang diunggah akun Arul Anandar.
Berikut adalah penggalannya.
[DV] Kenapa Mas Tony mau terlibat dalam kegiatan pemilihan presiden alumni De Britto?
[TP] Karena saya merasa inilah saat yang tepat bagi saya untuk berbuat sesuatu terhadap De Britto. Kita utang pada De Britto, Sudah diberi fasilitas dan pendidikan first class tetapi kita mbayarnya dengan harga angkringan? Debritto adalah kreditor saya terbesar dalam hidup karena itu harus dibayar. ini saat yang tepat untuk nyaur utang?
Tapi apakah harus jadi pengurus alumni untuk bisa berbuat sesuatu terhadap De Britto, Mas?
Tidak juga. Kontribusi bisa diberikan meski tak menjadi pengurus. Namun menjadi pengurus adalah jalan yang lebih efektif.
Bagaimana sih prinsip dan praktek dalam berbuat sesuatu terhadap De Britto itu?
Jaman sudah berubah dan tantangan dunia pendidikan makin berat dan semakin luar biasa kompetisinya. Adalah naif kalau kita mengatakan De britto bisa menyelesaikan persoalan dan tantangannya sendiri, mereka perlu bantuan orang lain. Orang lain yang terdekat ya alumni. Jadi tantangan saya adalah bagaimana merangkai alumni yang datang dari berbagai macam latar belakang dan keahlian itu untuk membantu De Britto. Itulah yang saya bayangkan?
Fokus dan framework dari rencana kerja Mas Tony itu seperti apa?
Ada tiga aspek, tiga agenda besar yang akan kita kerjakan.
Pertama adalah agenda akademik, tentang bagaimana kita membantu meningkatkan kualitas SMA Kolese De Britto. Kedua adalah dana. Meningkatkan kualitas sekolah itu perlu dana. Ketiga, silaturahmi antar-alumni dan antar-alumni dengan sekolah.
Tapi dengan hanya tiga tahun masa kerja, apakah Mas Tony yakin mampu untuk mengerjakan itu semua?
Kita optimalkan saja waktu yang tersedia. Dan justru supaya kerja ini targetnya jelas saya putuskan untuk menjadi presiden satu periode saja sehingga kalau tak tercapai saya tak punya alasan akan mengerjakan pada periode kedua. Sesudahnya, saya yakin adik-adik kelas saya bisa melanjutkan.

Apa sih yang membuat Mas Tony bangga pada De Britto hingga di atas bilang bahwa De Britto adalah kreditor terbesar?
Ada tiga hal yang sangat saya rasakan dari tiga tahun di De Britto.
Yang pertama adalah competitiveness. Persaingan di De Britto itu luar biasa, kita harus berjuang, struggling untuk bisa berhasil.
Kedua adalah sisi egaliter. Nggak peduli kamu berasal ndeso atau kota, cino-jowo, kita semua sama. Ketiga, man for others. Kita harus melayani, menjadi garam dunia, harus bisa jadi sesuatu di lingkungan kita.
Selain itu De Britto juga membuat saya punya karakter tahan banting sehingga bisa lulus cum laude dari UGM dan melanjutkan studi S2 dan S3. Bagi saya hidup ini tidak mudah dan saya bersyukur mengalami golden age saat SMA ya di De Britto dimana karakter saya dibentuk.
Di De Britto dulu Mas Tony pernah ndoglas? (Ndoglas adalah singkatan yang populer di De Britto, mindho gelas, artinya beli minuman bayar satu gelas tapi mengambil jatah dua gelas -DV)
Tidak. Kalau saya pas nggak punya uang saya memilih puasa saja hehehe?
Saya ini merasa sangat beruntung diterima di De Britto tahun 1978. Saya anak dari desa tapi kemudian kelas satu saya dipercaya duduk dalam tim presidium menjabat sekretaris umum lalu kelas dua jadi ketua presidium. Saya menganggapnya sebagai blessing in disguishe, mengalir begitu saja?
0 Komentar