Theo: Ada banyak mata-mata yang lain yang bisa kita gunakan untuk melihat?

15 Okt 2020 | Tokoh Alumni De Britto

Dari pandemik COVID-19 yang berkepanjangan ini kita belajar untuk berubah. Hidup ini adlah perubahan itu sendiri. Perubahan yang tidak perlahan, perubahan yang cepat. Manusia seakan tak diberi kompromi bahkan untuk sejenak rehat karena berhenti tidak lagi berarti diam melainkan mundur ke belakang.

Belajar berubah, belajarlah pada Theodosius Dwihantoro atau yang akrab dipanggil Theo. Jauh sebelum pandemi terjadi, lulusan SMA Kolese De Britto tahun 1999 itu mengalami perubahan yang drastis dalam hidupnya. Bayangkan, sore hari sebelumnya pada April 2013, ia masih bisa melihat sinar matahari yang lindap di sisi barat, tapi pagi hari berikutnya, semua jadi gelap! Ia hilang penglihatan secara total setelah mengalami gagal operasi malam sebelumnya.

Theo sadar hidupnya belum berhenti di titik itu. Dengan keterbatasannya, ia menyelaraskan hidup dan justru semakin bersemangat menyambut perubahan serta terus mencari dan menjalani misi hidupnya.

Theo berteguh. Ia amat percaya dan memegang erat janji Tuhan. Alhasil, pria kelahiran Sleman 11 Januari 1981 yang sempat mengenyam pendidikan tinggi di Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan ISI Yogyakarta ini kini justru menjalani hidup yang kaya warna meski gelap gulita, bercahaya meski tak ada sebersit pun sinar yang mampu diterima retina kedua mata fisiknya.

Aku menghubungi Theo beberapa waktu lalu via WhatsApp. Meski sama-sama satu almamater, aku belum pernah berbincang sama sekali dengan adik kelas beda tiga tahun ini. Mengawali obrolan, aku mengajukan pertanyaan yang selama ini kusimpan, ?Kamu bisa aktif di social media dan kini bisa ngetik lancar di WhatsApp padahal kamu mengalami kebutaan. Gimana caranya??

Dari pertanyaan itu lantas hadir percakapan yang mengular dan berikut adalah penggalan wawancaraku dengannya?

Theo, apa pendapatmu tentang mata?

Mata? mata adalah salah satu cara untuk kita bisa melihat. Tapi mata bukan satu-satunya cara? Ada banyak mata-mata yang lain yang bisa kita gunakan untuk melihat. 

Wah menarik! Ada mata-mata yang lain. Bagaimana penjelasannya?

Dari pengalamanku sendiri, pada akhirnya aku bisa melihat banyak hal justru tidak menggunakan mata. Ketika aku mendengar sesuatu, aku bisa membayangkan dan mem-visualisasi-kan. Aku melihat dengan mata hati karena itu justru lebih tajam bagiku. Aku jadi bisa lebih mudah berimajinasi tanpa harus tersekat pada ukuran-ukuran tertentu dan pada akhirnya aku bisa melihat lebih jauh ke dalam?

Butuh waktu berapa lama untukmu menyadari bahwa mata hanyalah salah satu cara untuk melihat sesuatu?

Prosesnya cepat.?
Barangkali karena Tuhan sudah mempersiapkan sejak 2-3 tahun sebelumnya (sebelum April 2013 saat Theo mengalami kebutaan karena operasi yang dinyatakan gagal -red) karena aku mulai belajar meditasi. Belajar meditasi membuatku tidak terikat pada sesuatu, belajar fokus pada apa yang dihadapi saat ini.

Kalau boleh mengulas lagi kejadian di saat kamu kehilangan penglihatan, bagaimana ceritanya hal itu bisa terjadi?

Waktu itu, April 2013. Malam harinya aku mengalami kegagalan operasi mata (mata Theo mengalami ablasio retina (retina lepas/detachment retina) -red). Pagi harinya saat perban dibuka, yang kulihat hanya gelap yang pekat. Ya udah gitu aja?

Apa reaksimu pagi itu dan pagi-pagi selanjutnya?

Biasa aja.
Mungkin malah ada orang yang menganggap aku ini gila karena setelah itu aku ya benar-benar biasa aja seperti tidak terjadi apa-apa. Mungkin karena aku sendiri nggak mau terjebak dalam perasaan melankolis dan menyesali keadaan. Karena basic meditasi itu tadi juga membuatku lebih mudah untuk menerima kenyataan.

Sesampainya di rumah dari rumah sakit, yang kupikirkan adalah bagaimana caranya aku bisa berjalan di rumah tanpa nabrak. Itu dulu. Secara otomatis pikiranku langsung membuat pola visualisasi. Pola visualisasi ini membuatku mudah untuk beradaptasi dengan banyak hal.

Kamu tampak kuat dan siap menghadapi keadaan matamu. Tapi pernahkah kamu merasa down?

Down yang banget-banget hingga berhari-hari gitu seingatku belum pernah. Karena setiap kali mentok terhadap sesuatu, aku terbiasa untuk mencari jawaban saat itu juga kenapa mentok, apa jalan keluarnya?

Misalnya dulu pernah aku pengen pergi nonton konser. Aku minta tolong ke seorang teman dan biasanya teman tadi bisa mengantar tapi saat itu dia nggak bisa ngantar. Lalu muncul pikiran-pikiran negatif. Tapi tiba-tiba ada bantahan dari sisiku yang lain, ?Ya mungkin dia lagi sibuk. Kenapa enggak cari teman yang lain??

Aku pernah juga merasa gagal saat paduan suara yang kulatih tak berhasil mengulang prestasi juara tahun-tahun sebelumnya. Saat itu sempat terlintas? pikiran, ?Waduh, kenapa begini? Apa karena kondisiku ya?? Tapi lagi-lagi, tak lama kemudian muncul bantahan dari dalam diri, ?Bukan gitu! Kemarin-kemarin kamu bisa juga kok bawa mereka juara padahal kamu sudah tidak ?awas? lagi. Bukan semata-mata karena kamu nggak bisa melihat!?

Lalu apa yang membuatmu bisa sekuat ini?

Sejak awal aku selalu mendapat penguatan dari Tuhan bahwa semua yang terjadi ini atas ijinNya. Artinya, Dia sudah menyiapkan aku untuk masuk ke tahap ini?

Kalau kamu sudah sedemikian siap dan kuat, bagaimana kamu menerima perhatian dari sekelilingmu? Pernahkah mengalami keadaan dimana sekeliling mengasihanimu? Bagaimana caramu menguatkan mereka? Atau jangan-jangan kamu malah nggak suka dikasihani?

Sejujurnya aku nggak suka dikasihani tapi persoalannya kita kan nggak bisa melarang orang untuk tidak melakukan hal itu kepada kita. Ketika aku berada dalam posisi mereka, barangkali ketika melihat sesuatu yang dalam konteks normal itu tidak wajar, akupun  akan merasakan rasa yang sama; iba dan kasihan.

Pernah sih ada yang secara lugas mengatakan dia bersimpati kepada saya tapi aku lantas menjelaskan bahkan aku tidak mengalami kesulitan seperti yang dibayangkan.

Ada juga orang yang memberiku pekerjaan yang sepertinya hanya karena merasa kasihan kepadaku. Aku nggak mau terjebak dalam konflik batin itu. Aku fokus aja pada apa yang kulakukan, memberikan kemampuan terbaik. Itu membuat penilaian mereka berubah terhadapku.

Ok, sekarang mari bicara tentang Tuhan. Bagaimana kamu memandang dan berinteraksi denganNya?

Aku memandang Tuhan sebagai pribadi yang dekat, hangat. Sebagai sahabat. Sebagai orang tua dan sebagai tempat meminta. 

Kadang komunikasiku dengan Tuhan muncul melalui cara-cara yang spontan. Misalnya ada hal yang mentok, aku bilang, ?Tuhan gimana ini mbok aku diajarin..? Atau ketika butuh duit, ?Tuhan mbok aku dikasih duit sekian??

Kedekatan dengan Tuhan kualami sejak dulu meski secara reiligus aku ini sebenarnya tidak terlalu, aku tidak rajin ke gereja.  Tapi aku yakin justru aku merasa dekat secara spiritual.

Apakah ada perubahan secara ekonomi saat sebelum dan sesudah kamu mengalami kebutaan?

Pernah aku membandingkan dan sejujurnya, dari sisi penghasilan, keuanganku sekarang justru lebih baik ketimbang dulu! Dulu aku gak bisa nabung sekarang bisa.

Profesiku sejak sebelum kejadian juga sama hingga sekarang. Aku tarot reader, aku pelatih vokal dan kadang-kadang aku juga bernyanyi. Malah sejak dua bulan lalu aku diberi kesempatan membuka lapak tarot di Kabar Baik Eatery milik Mas Ison (Ison Desy Satriyo – JB91). Aku juga sedang merintis Youtube channel tentang tarot dan aku mulai merealisasikan mimpiku untuk ke depan punya sekolah musik, tempat praktek tarot dan hipnoterapi.

Aku percaya janji Tuhan akan mencukupkan dan rejeki kan memang selalu cukup meski kadang gak bisa diprediksi. Yang kupegang janji-Nya, tidak perlu khawatir, serahkan segala sesuatu dan semua akan dipenuhkan!

Ngomongin soal De Britto, sebesar apa pengaruh pendidikan De Britto dalam hidupmu?

Ajaran ?bebas bertanggung jawab? tanpa kusadari telah membentuk aku jadi pribadi yang lebih bebas dalam mengarungi hidup. Tidak terpaku pada satu pandangan, bisa diajak berpikir dan diajak untuk menggunakan cara pandang yang lain.

Aku jadi tidak mudah terjebak dalam fanatisme tertentu apapun itu, terbuka pada segala macam pandangan tanpa aku harus ikut arus ke dalamnya.

Lalu tentang Man for others, itu selalu jadi doaku! Bagaimana aku bisa jadi berkat bagi orang lain. Bagaimana aku bisa memberi inspirasi dan warna dalam setiap kehadiranku. Kehadiranku tidak lagi sia-sia, tidak sekadar sebagai penggembira tapi bisa memberikan warna meski aku tidak terlalu banyak bicara.

Apakah kamu masih berharap suatu waktu Tuhan memberi mukjizat untukmu dapat melihat dengan mata lagi?

Masih! Tapi aku tak mau harapan-harapanku itu jadi hambatan untuk maju.

Dulu awal-awal, harapan-harapan itu justru jadi semacam pergumulan seolah aku ini tidak ikhlas. Pergumulan itu sering jadi penunda pekerjaan dan aktivitas. Pernah aku berpikir ingin melakukan sesuatu tapi lantas aku berpikir, ?Ah, nanti saja nunggu aku bisa melihat lagi?? Sering aku harus ekstra keras mendorong diriku untuk melawan hal-hal seperti ini.

Tapi setelah aku ngobrol dengan Pakdhe Bambang Sakunthala (salah satu alumni senior De Britto), aku diajarkan untuk belajar fokus pada hal yang lebih besar lagi yaitu tentang misi hidup. Aku dikasih PR oleh Pakde Bambang, ?Coba kamu berdoa pada Tuhan, bertanya apakah misi hidupmu? Jangan sampai waktu kamu meninggal nanti kamu tidak menyelesaikan misi hidupmu!?

Jika kamu kuminta untuk memberi satu pesan pada pembaca blog ini, apa yang hendak kamu sampaikan?

Hidup itu sangat luarbiasa, nggak perlu ditanyakan lagi!

Sebarluaskan!

2 Komentar

  1. Inspiratif…aku pernah ketemu Theo di pernikahan teman di Gereja Katholik Kebon Agung, Minggir, Sleman…totalitas sebagai konduktor luar biasa..lagunya jdi “hidup”…trimaksih sharingnya..

    Balas
  2. Hidup itu sangat luarbiasa, nggak perlu ditanyakan lagi!
    Thanks bro Donny and bung Theo.

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.