Sekitar bulan September 2021 lalu, di area tempatku tinggal mengalami pemadaman listrik secara terencana.
Sesuai pemberitahuan, pemadaman terjadi sekitar delapan jam di siang hari. Ketika akhirnya listrik kembali menyala, kami mendapati televisi kami nggak ikutan nyala untuk selamanya alias rusak.

Waktu aku tanya ke salah satu teman di Indonesia yang mengerti soal ginian, mereka heran, “Lho memangnya TV mu nggak kamu colokin ke powerpoint yang ada fuse pengamannya?”
Waktu aku lagi berpikir untuk mencerna apa itu fuse pengaman, kawan tadi buru-buru menjawab, “Ah, kamu pasti nggak ngeh apalagi di Australia kan jarang ada mati lampu! Pasti kamu nggak aware soal ginian, Don!”
Hari-hari berikutnya setelah itu hingga setidaknya pada hari ketika tulisan ini kurawi adalah hari-hari yang kami lalui tanpa TV.
Awalnya berat.
Biasanya aku dan Joyce, istriku, hampir setiap hari meluangkan waktu hingga lepas tengah malam di depan TV. Kami menonton apa saja mulai dari free air tv program, DVD-DVD lawas koleksi kami, Netflix, Disney plus hingga channel-channel nggak jelas di Youtube.
Setelah nggak ada TV, jam 9 malam kami semua sudah naik ke atas. Sambil tiduran menunggu kantuk datang, kami bisa diam dan asyik dengan ‘tv’ kami masing-masing; telepon genggam.
Dan ternyata kami asik-asik aja melewatkan malam dengan cara seperti itu.
Tanpa TV? Bisa – nggak bisa
Jadi, tanpa TV? Kami bisa!
Tapi sebentar… bagaimana tanpa tontonan yang diakses melalui layar pengganti TV? Sebenarnya kami tetap nggak bisa!
Malah dengan tetap nonton tayangan di layar kami masing-masing bagiku berpotensi untuk memunculkan satu persoalan baru: semakin terisolasinya kami sebagai anggota keluarga meski kami hidup bersama! Kami jadi tak perlu mengalah dan tak perlu untuk berdiskusi menentukan tayangan terbaik karena toh semua sudah punya layarnya sendiri-sendiri. Ini baru soal urusan tayangan, bagaimana kalau merembet ke hal lain dimana kami lalu tak terbiasa untuk berdiskusi untuk memutuskan keputusan-keputusan bersama?
Aku berkeputusan untuk segera membeli TV baru ketika uang sudah terkumpul!
Joyce sempat nggak setuju dengan ide ini karena uang yang nantinya terkumpul bisa dipakai untuk membeli keperluan lainnya. Tapi aku tetap keukeuh.
Di depan TV yang satu, aku bisa terus belajar mengalah dari Joyce untuk nonton film horor meski aku gak suka! Joyce pun bisa kuajak untuk belajar mengerti keasyikan nonton highlight pertandingan LA Lakers!
Odilia nggak melulu cuma ngertinya aneka ragam masakan di channel-channel Youtube yang disubscribe-nya dan Elodia pun nggak hanya jago bangun rumah dan mengisi perkakas di game Roblox-nya!
Siapa yang membutuhkan imajinasi jika kita sudah punya televisi
(Mars Penyembah Berhala – Melancholic Bitch)
0 Komentar