Beberapa hari belakangan beredar berita tentang sebuah papan iklan pinggir jalan yang menginformasikan seorang yang sepertinya pemuka agama hendak mengadakan acara. Uniknya di bagian bawah iklan tersebut ada keterangan yang menyebut bahwa yang bersangkutan adalah seorang yang tadinya beragama kristiani, mantan pastor/romo dan meraih gelar S3 Vatikan. Lucunya lagi, di iklan sebelumnya dia ditulis sebagai peraih gelar S2 Vatican. Jadi yang benar yang mana?
S3 Vatikan, menggelikan?
Menggelikan? Iya!
Banyak orang merespon hal tersebut di socmed. Wajar? Ya wajar namanya juga menggelikan kok :) Ada yang bahkan sampai mencari rekam jejak ybs dan ditengarai bahwa semua itu hanya ?tipu-tipu? belaka.
Kalau memang benar yang bersangkutan hanya tipu-tipu saja tentu hal ini memprihatinkan karena seolah agama yang menyuarakan Tuhan kok dibuat main-main? Apa dalih dan niatnya? Ketenaran? Uang? Atau jangan-jangan politik? Tak tahu!
Tapi sebenarnya kalau mau jujur, yang menggelikan itu bukan cuma kejadian ‘S3 Vatikan’ tersebut! Lebih dari satu dekade lalu, saat masih tinggal di Indonesia aku pernah diajak nonton VCD yang berisi rekaman kesaksian seorang dukun santet kenamaan di Tanah Air yang katanya berpindah keyakinan.
Waktu itu, di kalangan sendiri, cukup ramai sih VCD itu. Bagi sebagian orang, yang bikin ramai tentu karena embel-embel ?dukun santet terkenal?. Coba kalau ia adalah seorang penjual rokok di warung kaki lima tak jauh dari rumahmu, tentu tak seheboh itu. Bagi sebagian orang, barangkali dengan menonton tayangan tersebut, mereka jadi makin lega memeluk iman karena ?Dukun santet aja bertobat! Kamu kapan??
Tapi yang menggelikan, beberapa tahun kemudian si dukun buka suara bahwa dia sebenarnya tidak pernah pindah agama. Dia memang pernah dekat dengan beberapa pemuka agama tertentu karena waktu itu anggota keluarganya ada yang hilang entah ke mana dan mereka, para pemuka itu, sanggup mencarikan entah dengan cara apa. Tapi adakah ia pindah agama? Katanya tidak.
Kenapa semua hal-hal yang menggelikan ini terjadi? Kenapa kita gampang dibuat takjub dengan hal-hal yang tampak wah padahal penuh muslihat itu?
Cara pandang kita terhadap agama
Menurutku yang salah adalah pola pikir dan cara pandang orang tentang agama.
Bagi sebagian orang, agama mungkin dianggap seperti kesebelasan sepakbola dimana kita adalah para pendukungnya. Ketika ada pemain yang ditransfer dari kesebelasan A ke kesebelasan B, pendukung B bersorak-sorak sementara tim A bersedih kehilangan. Apalagi kalau ternyata acara kepindahan pemain itu disertai embel-embel, ?Mantan striker top kesebelasan A? Wah, pendukung bakal memenuhi stadion saat B bertanding. Mereka menantikan kiprahnya. Padahal mereka tidak tahu ternyata si pemain pindahan itu memang striker kesebelasan A tapi untuk tim divisi 3 alias divisi bontot.
Kita bisa memandang agama ibarat gerbong kereta saja. Gerbong boleh bermacam-macam tapi tujuannya tetap sama karena kan lokomotifnya tak berbeda?
Maka ketika ada penumpang yang pindah dari gerbong lain ke gerbong kita ya kita terima dengan baik. Kalau ternyata kita tidak nyaman karena gerbong bau kentut, bau telur busuk atau bau abab yang tak menyenangkan, tutup hidung. Kalau tak tahan ya pindahlah ke gerbong yang lebih harum dengan tanpa beban. Tanpa merasa harus sungkan dengan teman segerbong sebelumnya tanpa merasa harus merunduk-runduk terhadap teman gerbong baru. Tak perlu juga jumawa hanya gara-gara kamu mantan anak gerbong A karena ya mau sejumawa apapun tujuannya tetap sama.
Lebih baik berlaku biasa dan kalem-kalem saja sambil jangan lupa memastikan tiket kereta ada di saku kemeja sehingga ketika ada pemeriksaan kamu bisa menunjukkan dan tak ditendang keluar karena kalau sudah begitu, kamu tak bisa masuk ke gerbong manapun dan harus keluar tanpa tujuan?
Sydney, 21 Februari 2020
0 Komentar