Tentang Logat Jawa yang Medhok

9 Jul 2008 | Cetusan

Donny Verdian - 1992
Banyak orang bilang, berbicara dalam bahasa apapun, medhok Jawaku adalah hal yang paling kentara dan menyisakan ciri yang begitu khas!
Awal-awalnya aku tak terlalu sadar mengenai hal ini.
Tapi pada akhirnya pernah ketika melihat tayangan ulang siaranku di televisi lokal Jogja, dan ternyata astaga… Bahasa Indonesiaku memang medhok sekali.

Dimana letak ke-medhok-an itu?
Hal yang paling menonjol dari ke-medhok-an itu adalah pada lagu bahasa.
Pada bagaimana aku memenggal-menggal kalimat yang kuucapkan.
Pada intonasi, penekanan suara dalam berbahasa, serta pengucapan konsonan maupun vokal terutama pada konsonan seperti misalnya b, diucapkan bhe, j diucapkan jhe, g diucapkan ghe.
Jadi, misalnya aku mengucapkan kalimat “Gajah itu binatang besar, belalainya panjang” akan menjadi “Gajhah itu bhinathang bhesar, bhelalainya panjhang”
Tentu merupakan tugas berat apabila misalnya aku harus mematok untuk mengubah ke-medhok-an itu setelah tiga puluh tahun hidup dalam atmosfir Jawa dan Bahasa Jawa.

Aku sendiri banyak mengamati teman-teman yang kurang lebih berlogat sama denganku, akan tetapi kebanyakan dari mereka berusaha “melarikan diri” dari
kodrat yang melekat untuk kemudian lari ke logat yang terkesan lebih trendi, apalagi kalau bukan betawi.

Salah satu teman, sebut saja Mr Eks, logat Jawanya medhok sekali.
Tapi sebagai salah satu upaya “memperbaiki diri”, ia pun banyak mencoba menggunakan logat betawi lengkap dengan kata ganti “loe-gue” nya.
Alih-alih menjadi pria metropolitan Jakarte, yang ada justru nggak karuan, bahasa betawi berlogat Jawa.

“Ghimana? Ghua ngghak nngerthi tho kalau beghini cara lhu jhalan!”

Pernah aku bilang,
“Wes lah! Kowe kuwi wong Jhowo, podo karo aku. Pakai bahasa Indonesia yang biasa saja! Nggak usah sok kejakarta-jakartaan ah!”

Tapi selalu dia menolak dan bilang,

“Lah, ghue bukannya pengen belajhar kok, tapi khan waktu tk ghue pernah tingghal di Jhakarta setaonan, Don!”

Dan akupun jadi merasa ingin muntah.

Jadi, supaya aku tak muntah berkelanjutan dengan misalnya usaha konyolku untuk “mengupgrade” menjadi orang berlogat Jakarta yang kental, akupun berpikir bahwa hal yang
paling maksimal yang dapat kulakukan hanyalah bagaimana caranya supaya aku tetap menarik dan menjadi point of interest di tengah lingkungan (dimanapun aku berada)
tanpa harus minder terhadap logat Jawaku.
Dalam padanan kata yang lebih singkat, peduli setan apa kata orang tentang ke-medhok-an ku, hal itu tak kan berpengaruh terhadap menarik/tidaknya eksistensi diriku.

Sekarang, semoga bukan kalian yang ingin muntah mendengar kalimat terakhirku di atas :)

Sebarluaskan!

10 Komentar

  1. ya iyalah… masa ya iya dhhooong… budaya akan selalu melekat. tapi bedugnya jangan dibawa pulang dunk. hahaha

    Balas
  2. lu tau ga don… walaupun gw keturunan org jawa tengah ya kutowinangun tepatnya…. gw tuh sebel bgt klo denger org ngomong yg logat jawanya medok bgt jadi jgn harap ngeliat gw ngobrol panjang sama tuh org tp ga tau kenapa yaa… kok sama lu malah ngangenin….huaaaaaaaaaaaaaa…..

    Balas
  3. sheila on 7 medok medok semuanya..tapi tetap pede he he..

    Balas
  4. Tempo hari saya juga ketemu orang ngomong “elu-gue” setengah dipaksakan — lengkap dengan logat Jawa yang medhok. Duh.

    Balas
  5. Lho, logat Jawa dengan penggunaan lu-gue kan kamu banget, Don? Kok malah mengandaikan teman sih? Segitu kamu medhok tapi tetep mantep pake lu-gue gitu. Oalah…

    Balas
  6. @Febry: Hi Brother! Postingan ini inspired by you! :)
    @Windy: Ya iyalah Ndi, masa ya iya dong!
    @Iman: Nggak cuma SO7 Mas, saya pun juga :)
    @Nofie: Duh!
    @DM: Lha ini… ini dia! Balada seorang pemfitnah! Mana gw.. eh mana aku pernah pake loe-gue..:) Jangan memfitnah Mas! :)

    Balas
  7. So, how Jawir are you, Don? Huihihihi…!!!

    Balas
  8. wah, logat berbahasa itu sepertinya sudah menjadi bagian dari kebiasaan dan sangat terpegaruh oleh kultur lokal, mas donny, hehehehe :lol: kalau saya malah lebih suka mempertahankan kemedhokan itu agar orang bisa dengan mudah menentukan identitas ke-ethnis-an saya, hehehe :lol:

    Balas
  9. @Sawali: Kalau saya bukan soal suka ndak suka Pak, tapi emang medhok dari sononya jhe!

    Balas
  10. medok? hihihihi… ya biarin lah… emang sie rada njiper kalo kita dah dandan ganteng2 terus jalan2 di jkt dan kita ketemu dengan sobat lama kita dan dengan seinstan itu bahasa ibu kita [red: eits jangan singgung kecinaan ibuku don] mengalir dengan derasnya. dan entah mengapa… cewe-cewe di kejauhan langsung ngomentarin “wah… orang daerah ya?”
    diamput…:p begitu tidak hip nya kah bahasa daerah dibandingkan dengan bahasa gaul ibukota?:D

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.