Anjing kesayangan saya, Pluto dan Ellen pernah saya marahi sampai akhirnya saya sadar betapa bodohnya saya memarahi anjing.
Sebabnya simple. Mereka itu kan anjing teckel, anjing geladak yang sepertinya memang ditakdirkan untuk mengejar-ngejar tikus untuk digigit hingga mati dan koyak lantas meninggalkan jasadnya begitu saja.
Nah, tempo hari mereka itu jenggong-jenggong tak keruan di depan sebuah lubang pembuangan air yang kecil yang tak terjangkau dalamnya baik oleh tangan maupun moncongnya.
Pada awalnya saya pikir ada ular atau apa yang ngendon di lubang pembuangan air itu, tapi ternyata, Mama yang sedari tadi ada di dekat mereka bilang ke saya kalau mereka sedang menanti tikus yang kemungkinan besar ngumpet di sana.
Karena semangkin lama semangkin terganggu akan gonggongan Ellen dan Pluto, pada akhirnya Mama membantu kedua anjing itu tadi dengan memanfaatkan sebilah bambu kecil.
Hampir 20 menit Mama pun disibukkan dengan menyogok-nyogok tapi sang tikus tak keluar pula.
Saya pun turun tangan, karena waktu itu kebetulan Papa yang biasanya sigap membantu sedang beristirahat siang.
“Sini, kubantu!”
Lalu kuambil sebilah bambu yang lebih besar, kusodok-sodok beberapa kali dan kurasakan ujungnya menyentuh sesuatu yang kuyakin itu tikus.
Sepuluh menit berselang, aku toh tak mau tampak pongah di depan Mama, kuambillah bilah yang lebih besar lagi yang bener-bener pas dengan diameter lubang pipa itu tadi.
Dan dalam sekali dorong “slooookkkp” keluarlah barang yang ternyata bukan tikus melainkan hanya batu serta sisa makanan yang sudah digigiti binatang pengerat yang menjijikkan itu.
Dari cerita singkat di atas aku tersadar, terutama setelah kubaca berita ini,
sering kita bertanya-tanya tentang sesuatu yang letaknya pun masih kontroversial di tempat yang juga kontroversial sempit dan pengapnya.
Saya suka geleng-geleng kepala kenapa pula mereka mencari g-spot atau pusat kenikmatan lain yang ada di tempat sesempit dan sepengap vagina.
Seperti halnya anjing-anjing saya tadi, kadang kita cuma bisa teriak-teriak minta yang lebih enak…
Seperti halnya Mama saya tadi, kadang kita menemukan solusi dengan tindakan dan persenjataan minimal tapi pengennya maksimal…
Mending seperti saya, gunakan “bilah bambu” yang besar dan kekar, sodok saja.. tak peduli g-spot atau tikus atau apapun yang pasti… keluar :)
Gambar diambil dari sini.
pertamax!
owalah Boss.., sexual life anda miserable-kah?, mendeskripsi hal yang indah kok cuman sempit dan pengap, apalage itu statement “Mending seperti saya..”, ati ati besok ditereakin bini “sono pergi nyodok gedebong pisang ajah!”
hlawong yang namanya intim ntu seni-nya kan saling mencari saling memberi saling ..saling..hehe, kecuali anak esema yang baru tumbuh rambut kalong, pinginnya nyodok aja asal liat lubang yang penting cepet keluar.
dan tentang “bilah bambu yang besar dan kekar”….adudu..adudu..
(mukaku bersemu merah)
wah, aku pengen kirik ket ndisik. berbahagialah kamu don, yg punya kirik …
(iki komentar opo mung ngudo roso to?)
@Angga: Ahahahahah kali ini saya puas dengan komentarmu. Caramu berkomentar makin lama makin asik… ayo gek ndhang gawe blog tho!
@Kris: Tuku! Beli! Di Jakarta kamu bebas piara anjing tho?
emang pernah nemu…? yakin pernah ? bukannya selama ini “pekerjaan rumahmu” hanya dibantu dengan poto2 kalender yg kamu tempel di dinding kamar mandi mu don….
@Windy: wah foto-foto kalendar..? Oh tidak!!!
Aku cukup mengingat momen di Stasiun Cikini dari bawah tangga. Ahuahuahuahau!
Ai! Ai! Peristiwa Cikini! Peristiwa Cikini! Berkelebat lagi dalam orbit pikiran Donny! Ai! Ai!
Kalau saya biasanya kalau untuk pertama kalinya saya bawa GPS, dan saya tandai SAYLOW WAS HERE
@Saylows: males bawa GPS berat… apalagi di tempat yang pengap dan gelap begitu..;) Mending nunggu Google bikin map daerah situ aja deh..:)
@ angga; hwoahahaha “sexual life anda miserable-kah?, mendeskripsi hal yang indah kok cuman sempit dan pengap” Apik ki! hahahahaha
Wong edyan hahaha mangsane angger sogoke gedhe metu hahahhaa