Lima belas tahun tinggal di Jogja, aku memulai dan mengakhirinya di Jalan Ampel, Papringan, Catur Tunggal, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Wisma Ampel 2 yang terletak di Jl Ampel No.2 adalah tempat tinggal pertamaku selama tiga tahun sejak Juli 1993. (Simak tulisanku tentang Wisma Ampel 2 di sini).

Sebuah kamar kost di dalam bangunan yang letaknya di Jl Ampel No.16 adalah tempat tinggal selama enam bulan terakhirku hingga September 2008.

Ketika masuk Wisma Ampel 2, keputusan itu bukan lahir dariku. Lebih karena Mama dan Papa percaya bahwa anak sebadung aku akan lebih baik jika tinggal di asrama. Ketika aku memilih Jl Ampel No. sejatinya pun bukan kehendakku. Lho kok bisa?
Begini…
Sejak mendirikan Citraweb, tahun 2000, aku praktis gak pernah menyewa kamar kost karena selalu menggunakan salah satu ruang di kantor untuk kutempati (dan almarhum Iwan biasanya juga mengambil satu ruang untuk kamarnya sendiri).
Tapi ketika akhirnya Citraweb membangun kantor sendiri di Jl Petung No. 31, 2007, kami di board of directors sepakat untuk tidak lagi tidur di kantor. Kami mulai mencoba membangun keseimbangan hidup lebih baik, waktunya ngantor ya ke kantor, waktunya pulang ya ke rumah.
Valens dan Riza waktu itu sudah punya rumah sendiri, pun mereka sudah menikah. Iwan yang belum menikah sedang berpikir membeli rumah sementara aku… gamang.
Gamang karena pada waktu itu aku mulai berpikir untuk meninggalkan Citraweb. Belum sepenuhnya bulat karena aku harus menyelesaikan kuliah yang terbengkalai dan Joyce masih perlu membenahi “hal yang perlu dibenahi.” Dalam masa penantian itu aku memutuskan untuk tidak membeli rumah terlebih dahulu.
Pada awal 2008, ketika aku akhirnya membuat keputusan akan meninggalkan Citraweb dan Jogja, bangunan kantor sudah hampir jadi. Kami pindah kantor baru di bulan Maret 2008 sementara sesuai perhitungan, aku baru akan mengajukan surat pengunduran diri secara resmi pada Juni supaya bisa keluar di bulan September 2008.
Kenapa September? Karena aku masih harus menyelesaikan skripsi lalu wisuda di bulan yang sama selanjutnya ke Jakarta untuk menikah pada Oktober 2008 dan pergi ke Sydney.
Artinya, ada tenggat waktu enam bulan dimana aku tidak punya tempat untuk tinggal. Sempat berpikir untuk bolak-balik Klaten tapi setelah kuuji coba, bagiku itu tidak efisien. Dalam sehari aku harus bolak-balik ke kantor, ke kampus AKAKOM (sekarang UTDI) belum lagi kalau harus ke rumah dosen untuk bimbingan skripsi dan yang paling penting, aku tahu masa hidupku di Jogja sudah akan berakhir! Aku ingin benar-benar menikmati saat-saat itu. Kalau harus bolak-balik Klaten, setidaknya aku harus meluangkan waktu sekitar 1.5 jam hanya untuk pulang-perginya!
Ya sudah! Akhirnya aku harus cari kamar kost! Adalah Dave, kawan sepersekutuanku di Persekutuan Doa Rhema yang menawarkanku untuk menyewa kamar kost di sebelahnya di Jl Ampel No 16.
Bangunan kost itu sebenarnya tidak asing lagi. Dulu waktu masih SMA dan tinggal di Wisma Ampel 2, beberapa kali aku beli makan di warung yang letaknya ada di sisi depan bangunan kost. Yang kuingat, pemiliknya adalah seorang tante-tante yang lumayan sepuh dan masakannya adalah masakan indo-chinesse food.
Sore itu, ditemani Dave, aku datang untuk menyewa kamar kost. Yang mengelola rupanya adalah anak dan menantu dari si tante yang menjual masakan waktu itu. Umur mereka kutaksir sekitar lima tahun di atasku.
“Oh, Mas Donny dulu sering makan di sini juga?” tanya mereka setelah percakapan kubuka.
“Iya waktu SMA. Tapi nggak sering kok, Cik. Beberapa kali aja waktu aku masih di asrama..”
Akupun menjelaskan niatanku menyewa kamar hanya untuk enam bulan karena hendak pindah ke Sydney. Aku lupa berapa yang harus kubayar setiap bulan.
“Oh ya , Koh dan Cik, saya juga bakalan jarang pake kamar kost ini soalnya lagi sibuk banget buat selesaiin skripsi, nyiapin pindah dan tetap harus bekerja. Jadi kalau saya ngilang, jangan khawatir saya pasti kembali hehehe….”
Dan kenyataannya memang begitu. Aku nggak pernah tinggal lebih lama di kamar kost seluas 4×5 meter itu lebih dari satu jam sejak aku membuka mata di pagi hari dan menutup mata di malam hari.
Koper yang kubawa masuk sejak Maret 2008 pun hingga keluar di bulan September 2008 tak sepenuhnya kubuka dan kupindahkan isinya ke lemari.
Kamar mandi, seingatku juga tak pernah kupakai. Hanya untuk gosok gigi karena aku selalu mandi setelah olahraga di fitness centre Novotel Hotel setiap pagi dan malamnya.
Tetangga kamar yang kutahu ya hanya Dave. Selebihnya aku tidak tahu dan tidak ingin tahu. Entah, mungkin karena aku merasa kost-kostan itu hanya rumah singgah sementara untuk apa membuka pertemanan baru, kan? Ribet!
Interaksiku dengan pemilik kost pun hanya ketika mengantar pakaian kotor untuk dilaundry., Itupun kebanyakan hanya kuserahkan pada ART yang tiap hari hanya menjawab, “Taruh di situ aja Mas nanti kuambil!”
Sama seperti pengalaman awal tinggal di Wisma Ampel 2, lima belas tahun sebelumnya, hatiku sejatinya tidak pernah ada di kost terakhir itu. Aku hanya singgah, menghitung hari untuk selanjutnya pergi…
*Tentang Jogja adalah caraku melawan lupa atas kenangan-kenangan indah yang terjadi selama aku tinggal di Jogja sejak 1993-2008.
0 Komentar