Tentang Jogja (29): Meninggalkan Citraweb Nusa Infomedia

26 Sep 2023 | Cetusan

Jumat, 26 September 2008 adalah hari dimana aku belajar lebih jauh tentang makna ikhlas dan meninggalkan.

Setelah delapan tahun lebih membidani dan membesarkan, hari itu adalah hari terakhirku bekerja di CV Citraweb Nusa Infomedia. Aku memutuskan pindah ke Sydney, Australia untuk memulai keluarga baru dan petualangan hidup yang sudah barang tentu baru pula. 

Keputusan itu tidak lahir dalam kurun waktu seharlam. Secara resmi, pernyataan pengunduran diri sudah kuajukan sejak tiga bulan sebelumnya kepada kawan-kawan di board of directors. Secara tidak resminya, pikiran untuk meninggalkan Citraweb sebenarnya sudah terbesit bahkan sejak beberapa tahun sebelumnya, sejak aku mulai mengkontemplasikan kira-kira akan seperti apa sih diriku dalam laju perusahaan itu pada tahun-tahun ke depan? Juga tentang siapa, kapan dan bagaimana aku hendak mulai berkeluarga karena umurku yang semakin tidak muda. Penggalan tentang ini adalah hal yang sebelumnya tidak pernah kuungkap.

Karena aku tahu akan tidak mudah, hari itu sudah kupersiapkan untuk kujalani sebiasa mungkin seperti hari-hari sebelumnya.

Pagi bangun tidur sekitar jam sepuluh di kamar kost, aku langsung ke kamar mandi hanya untuk gosok gigi, mengambil tas gym lalu pergi naik motor ke Novotel Hotel, tempat aku jadi member untuk fitness centre-nya. Di sana aku nge-gym sekitar dua jam lalu mandi. Makan siang di Lotek Colombo yang sangat kusuka itu lalu datang ke kantor saat jam makan siang. Aku mengenakan polo shirt Citraweb.

Ketika masuk ke ruang tim web development yang letaknya di lantai atas, sambutan para anak buah sudah berbeda dari biasanya. Biasanya mereka meledekku, “Pagi Mas.. eh sudah siang, Mas” lalu aku biasanya misuh bercanda “Asu!” siang itu… kaku. Tetap penuh senyum tapi guratan alis yang datar tak bisa disembunyikan dari mereka. Aku langsung masuk ke ruang kerja dan menutup pintu.

Tak sampai lima menit, Sari, front officer menelponku lewat intercomm, “Mas, udah sampai? Kalau udah longgar bisa ke ruangnya Pak Iwan?” Iwan yang dimaksud adalah Iwan Santoso. Direktur Keuangan yang sudah ada di perusahaan sejak hari pertama kami berdiri, 7 Februari 2000. 

Iwan bukanlah orang lain bagiku.
Kami bertetangga sejak di Klaten. Mamanya, Tante Mi’Ing adalah kawan dekat Mamaku. Waktu Mama meninggal pada 7 Maret 2016, Tante Mi’ing lah yang merias wajah jenasah Mama. Aku bersekolah di TK yang sama dengan Iwan, TK Maria Assumpta Klaten. Waktu aku pernah sekali terjatuh di sekolah dan kepalaku berdarah, Tante Mi’Ing memboncengkanku naik Vespanya bersama Iwan. Aku berdiri di depan dipeluknya dan Iwan duduk di belakang memeluk mamanya. Aku bertemu lagi dengan Iwan di SMA Kolese De Britto pada tahun 1993. Dia kakak kelasku dua tahun dan kamipun pernah tinggal di satu asrama, Asrama Ampel 2 Yogyakarta. Sejak Citraweb berdiri, aku dan Iwan tinggal di kantor sejak masih berlokasi di Jl Kemuning, Baciro hingga ke Jl Ampel 10 dan Jl Ampel 5.

10 Mei 2015, Iwan Santoso yang pola hidupnya menurutku dan diamini kawan-kawan lain termasuk yang paling sehat di Citraweb itu meninggal dunia karena serangan jantung saat bermain sepakbola bersama kawan-kawannya di lapangan sepakbola SMA Kolese De Britto. Aku begitu kehilangan! Obituari tentang Iwan kutulis di blogku.

Ok, kembali ke alur cerita tulisan ini ya…

Aku masuk ke ruangan Iwan. “Piye, Wan?”
Dia mengajakku duduk lalu berdikusi. Tak terlalu panjang lalu diakhiri dengan beberapa hal yang sifatnya personal. “Piye? Wes siap dadi Wong Ostrali kowe?” Iwan nyengir seperti biasa.

Tiba-tiba mataku sebak berkaca. Bibirku bergetar ketika orang yang kukenal sejak kecil dan tetap ada hingga saat itu dalam satu kantor bertanya hal yang kesannya gak penting tapi sangat mengena. “Yo, siap, Wan! Dongamu yo…” balasku singkat dengan bibir tergetar.

“Yo wes! Selamat menempuh hidup baru neng Sydney yo! Aku bakal teko karo cah-cah neng nikahanmu neng Jakarta sasi ngarep!” Iwan menjabat tanganku begitu erat, kami berpelukan lalu aku keluar dari ruangannya.

Kembali ke ruang kerja, tak seberapa lama kemudian, sekitar pukul 3 sore, Ria Utami, manajer pemasaran di timku mengetuk pintu lalu kupersilakan masuk.

“Mas Donny… boleh kami masuk bareng-bareng?”

“Silakan, Ri… silakan! Ayo masuk semua…” Aku tahu inilah saatnya. Hati kukukuhkan.

“Mas, kami menyiapkan bingkisan perpisahan untuk Mas Donny lho! Semoga bisa jadi kenang-kenangan saat nanti sudah jadi orang Australia…”

Di depan mereka, aku membuka bingkisan itu.

Sebuah kaos, jam dinding dan gelas semuanya hadir dalam design yang sama. Sebuah karikatur yang digambar Ardian Sukmaji, web designer. Dalam karikatur itu aku digambarkan sebagai orang yang duduk di toilet sambil baca koran sementara di latar belakang ada gambar beberapa tempat monumental di Indonesia. Mereka tahu betul, hobiku memang nongkrong di toilet berjam-jam sambil membaca koran setiap pagi dan siang, sore dan malam.

“Makasih banget ya cah! Iki bermakna banget. Pokoknya kalian tetap kerja yang bener. Makasih banget…“ Aku sengaja menjaga semuanya seformal mungkin supaya kaca di mata tidak pecah, air di pelupuk tidak tumpah. Lalu kamipun foto-foto seperti tampak dalam postingan ini. 

Waktu sudah menunjuk pukul 4:30 sore dan hari itu adalah hari terakhir kerja sebelum libur Lebaran. Aku tak mau menahan mereka terlalu lama bekerja supaya mereka bisa menikmati persiapan Lebaran.

“Perintah terakhirku untuk kalian dan semoga kalian tidak keberatan adalah, kalian langsung pulang ya! Kasih waktu sebentar untukku menerima dan membalas email terakhir ke manajemen trus kita sama-sama pulang…”

Mereka lalu keluar dari ruangan dan pintu kamar kerja kututup kembali. Dalam waktu sekitar lima belas menit itu aku benar-benar sendiri, sepi dan menikmati menit-menit terakhir bekerja sebagai Manajer Web Development di CV Citraweb Nusa Infomedia.

Kenangan demi kenangan sejak perusahaan ini kami dirikan mengulas cepat. Email terakhir berisi laporan bandwidh dari salah satu klien kubaca lalu kuforward ke admin Citrahost untuk ditindaklanjuti seperti yang kulakukan di hari-hari sebelumnya. Satu per satu aplikasi kututup lalu aku logout dan mematikan Apple iMac 20 inchku untuk yang terakhir kalinya dan tidak akan pernah menghidupkannya lagi. Aku mengambil nafas dalam-dalam, mengambil tas gym dan memasukkan bingkisan ke dalamnya, berdiri, menatap setiap sudut ruang lalu keluar. (Tujuh tahun sesudahnya, 2015, tiga bulan sebelum Iwan meninggal dunia aku pulang ke Indonesia. Dalam kesempatan itu untuk pertama kalinya , aku kembali masuk ke ruang yang sama untuk sekadar berkunjung dan bernostalgia).

“Wes! Ayo!” ujarku pada mereka.

Kami semua turun ke bawah, aku jalan sambil pamit ke semua orang yang ada di ruangan-ruangan lain. Semua kusapa, kujabat. Sebagian kupeluk termasuk Riza Tantular, Direktur ISP yang sore itu kudatangi ruangannya. Sama seperti Iwan dan Valens, Riza adalah orang yang turut membidani Citraweb sejak hari pertama bersamaku pada 7 Februari 2000.. Valens hari itu tidak ada di kantor jadi aku hanya berpamitan lewat pesan singkat.

Mas Darman, office boy yang dekat denganku, mengambilkan motor Supra 125ccku dari parkiran lalu mempersiapkannya di depan.

Aku segera menaiki motor sesampainya di pagar kuhentikan sejenak untuk memalingkan wajah ke belakang kepada semua yang mengantarku sore itu keluar dari gerbang kantor. “Aku pamit ya!…” Tangan kulambaikan. Mereka tersenyum dan membalas lambaian tangan sementara matahari sudah semakin lindap ke sisi barat, aku melaju melanjutkan hidup, memunggungi yang harus kupunggungi, menghadapi apa yang harus dihadapi.

Dalam tulisan yang kurilis di blog ini pada malam itu, aku menulis begini,

di saat aku memunggungi kalian semua, sadarkah kalian bahwa takdir itu telah dimulai dan sedang menyempurnakan goresan hidupmu, hidupku dan hidup kita semua ?
Citraweb, kalian semua tanpa terkecuali, will always be in my heart, always.

Lima belas tahun sesudahnya, saat aku menorehkan tulisan ini, saat hidup sudah begitu banyak berubah dan berusaha mengubah, aku tetap teguh menempatkan Citraweb dan mereka semua tanpa terkecuali di dalam hati!

*Tentang Jogja, adalah caraku melawan lupa atas kenangan-kenangan indah yang terjadi selama aku tinggal di Jogja sejak 1993-2008.

Sebarluaskan!

3 Komentar

  1. Om DV sampai kapan akan terus-terusan bekerja dengan orang lain?

    Balas
    • Kenapa harus tidak bekerja dengan orang lain? :)

      Balas
  2. Senang membaca perjalanan hidup Anda. Semoga selalu sukses!

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.