Tentang Jogja (20): Pengalaman pertama ikut MK yang asu-asunan…

7 Mei 2021 | Cetusan

Pengalamanku ikut MK alias Malam Keakraban pertama adalah pengalaman yang sangat… asu-asunan! Runutan detailnya aku lupa! Yang kutulis di bawah ini hanyalah repihan-repihan yang masih tersisa saja…

MK Pertama, Oktober 1993

Sama halnya dengan banyak MK lain, MK pertama yang kuikuti terjadi pada sebuah Sabtu di bulan Oktober 1993. Acara berlangsung di sebuah rumah milik salah seorang siswi SMA Stella Duce 1 Yogyakarta di sekitar Patangpuluhan, Yogyakarta.

Waktu itu keadaan batinku belum terlalu stabil karena masih belum terlalu kerasan tinggal di Jogja dan sekolah di De Britto. Setiap akhir pekan aku selalu pulang ke rumah orang tua di Kebumen. Sehingga, mengorbankan waktu untuk tidak pulang demi sebuah pengalaman baru nan kayaknya seru bernama MK, harapan kubumbungkan tinggi-tinggi.

MK diadakan antara siswa-siswa kelasku, Kelas 1-6 SMA Kolese De Britto Yogyakarta Tahun Ajaran 1993/1994 dengan sebuah kelas 1 dari SMA Stella Duce 1 Yogyakarta. Aku lupa kelas apa.

Sore itu aku datang membonceng Panjul, kawan sekelas yang kukenal dekat gara-gara kami ikut ekstrakurikuler Shorinji Kempo. 

Acara spesial dandanan special

Karena acaranya spesial, akupun dandan tak kalah spesialnya untuk ukuran tahun itu.

Rambutku yang memanjang kubelah pinggir dengan kacamata bulat telor kegedean warna emas model ‘Ebiet G. Ade.’ Polo shirt warna hijau lumut bergaris warna emas diantaranya kukenakan berpasangan dengan  celana jeans baggy berlabel TIRA. Sebagai alas, sepatu sendal Neckermann yang dibelikan Mama di toko Jakarta, Kebumen pun kukenakan.

Saat penentuan pasangan, para pria mengambil satu buah aksesori milik wanita yang hadir di situ yang sudah dimasukkan ke dalam kotak. Aku mendapat sebuah jepit rambut, jadi pemiliknya akan jadi pasanganku. Ketika bertanya siapa yang punya, aku mendengar suara berbisik dengan sedikit nada gerutu di sana, “Duh, punya gue tuh!”

Asumsiku itu ternyata benar. Saat kuhampiri, ia tak bersikap manis sama sekali. Untung, parasnya pun juga tak manis, jadi impas lah…

Dia hanya menyapaku, “Hai!” 

Saat aku bertanya nama untuk berkenalan seperti halnya pasangan di kanan-kiriku, dia menjawab dengan ketus, “Nggak usah deh! Nggak bakal ditanyain juga kok!”

MK nan tak sesuai harapan

Jawaban super pedas itu seperti membangun tembok super tebal, menjauhkanku darinya padahal kami bersanding hanya beberapa ratus milimeter saja jauhnya! 

Harapan untuk bisa bersenang-senang sore itupun pupus. Saat yang lain bisa ber-haha-hihi dengan pasangan mereka, aku hanya diam membeku dengannya. Aku mulai menyalahkan diriku sendiri ngapain ikut acara ginian? Bukankah lebih baik kalau aku pulang ke Kebumen… atau setidaknya menepi ke rumah Nenek di Klaten?

Memasuki sesi makan malam, aku sudah tidak lagi duduk berpasangan. Aku keluar ruangan, membawa kotak makanan lalu makan bersama segelintir kawan yang rupanya bernasib sama sambil menghisap rokok dalam-dalam.

Aku masuk kembali ke ruangan hanya saat Rio dan Wiryo (Pierna) bernyanyi dan bermain gitar. Waktu itu mereka membawakan dua lagu, Patience (Guns N Roses) dan Wherever I May Roam (Metallica).

Ketika disco time, selepas makan, aku keluar lagi, merokok bersama kawan-kawan.

Ketidaksempurnaan yang kusyukuri

Saat slow dance session, aku tertarik untuk melongok ke dalam dan kulihat orang yang harusnya jadi pasanganku tadi sedang slow dance begitu rapat dan dekat dengan orang lain, kawan sekelasku.

Aku menangkap lirikan matanya yang tertuju kepadaku dan bisa kubaca dengan jelas ia seolah sedang menertawaiku. Aku terdiam, “Kalau untuk ditanya nama olehku saja ia tak mau kenapa ia mau berdansa dengan temanku?”

Ada banyak potongan ingatan yang sudah tak begitu sempurna tentang malam itu. Tapi yang paling kusyukuri  dari ketidaksempurnaan itu adalah bahkan hingga kini, untuk tahu nama perempuan itupun waktu tak memberiku celah sedikitpun barangkali untuk selamanya.

*Tentang Jogja, adalah caraku melawan lupa atas kenangan-kenangan indah yang terjadi selama aku tinggal di Jogja sejak 1993-2008.

Sebarluaskan!

4 Komentar

  1. Hla kok podo plek ro aku yo wkwkwk

    Balas
  2. Kalau bicara Yogya, aku kangen tulisan-mu tentang Tunggonono. Gimana kabarnya di Ausie sini?

    Balas
    • Tunggonono baik di Australia. Anaknya udah gede dan aku jarang ketemu paling cuma lewat WA. :)

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.