Teknologi yang menghubungkan manusia

12 Mei 2014 | Digital

Ada rasa sentimentil yang berkenan hadir ketika tahu Nokia akan berhenti memproduksi telepon genggam seiring usainya proses akuisisi perusahaan asal Finlandia itu ke raksasa IT, Microsoft.

Aku memandang Nokia itu seperti melihat mainan masa kecil yang teronggok di gudang rumah orang tuaku di Tegal Blateran, Klaten sana. Kepadanya melekat sejuta kenangan tentang masa lalu? tentang bagaimana aku dan mungkin juga kebanyakan dari kalian yang tumbuh di masa 90an dulu menghadapi revolusi teknologi komunikasi.

Dan dari serpihan-serpihan di bawah ini, aku mengerti bahwa apa yang dijadikan tagline Nokia, ?Connecting people? itu memang nyata adanya. Nokia, didukung ?keterbatasan? teknologi kala itu justru benar-benar berfungsi menghubungkan orang-orang yang selama ini hanya bisa dihubungi lewat telepon rumah. Beda dengan handphone-handphone sekarang yang justru karena saking mutakhirnya kadang justru terasa men-disconnect kita dengan orang lain di sekeliling karena kita terlalu asyik-masyuk dengannya.

Apa ingatanmu tentang masa handphone jadul dulu??Berikut milikku.

Nokia? Handphone Jepang?

Entah dengan kalian, tapi aku dulu mengira Nokia adalah buatan Jepang karena?kata?itu menurutku punya kemiripan bunyi dengan beberapa kata yang sudah terlanjur kuidentikkan dengan Jepang (casio, kinokuniya, sayonara, dll). Tak tahunya telepon itu adalah produksi Finlandia. Pernah juga beberapa kawan main plesetan dengan kata Nokia seperti misalnya Nokia Kolopaking (Novia Kolopaking) atau Nokia Pathuk (Bakpia Pathuk)… yang terakhir mungkin karena kami tinggal di Jogja, kota yang terkenal dengan bercanda model plesetannya itu.

Game snake dan SMS-an

Waktu itu belum ada internet yang bisa diakses lewat handphone, kalaupun ada masih sangat sangat sangat lambat koneksinya dan terbatas konten dan aplikasi pengaksesnya.

Handphone praktis hanya dipakai ketika menelpon ataupun ditelpon. Selain itu, orang mantengin handphone yang tidak berkaitan dengan fungsi telepon adalah ketika ia mengirimkan/membaca SMS atau? main game yang kalau di Nokia terkenal dengan snake game nya.

Gonta-ganti casing

Layaknya tubuh yang diberi pakaian, ketika awal pemunculannya, aku sering gonta-ganti casing handphone.

Begitu ada waktu luang langsung main ke toko handphone cari casing dengan warna-warna dan design menarik. Waktu itu harga casing masih mahal bahkan untuk yang ?ori? bisa lipat lima hingga enam.

Tau bedanya ori dan bukan? Membedakan secara fisik gampang, kalau ori biasanya bisa pas di bodi dan rangka handphone tapi kalau non-ori biasanya nggak pas dan efeknya kita agak susah mengakses tombol-tombolnya karena letaknya yang tak presisi benar!

Cari nomer cantik

Mungkin sebagian dari kalian masih sibuk mengejar nomer telepon cantik hingga kini, tapi aku sudah melaluinya dulu.

Membaca ?Kedaulatan Rakyat? (koran lokal Jogja yang legendaris) sembari nongkrong di toilet, tangan langsung menggerakkan ke halaman iklan kecik/baris, melewati banyak iklan termasuk panti pijat dan salon ?esek-esek? karena mata tertuju ke kolom ?handphone?.

Menyimak ?lapak? penjual nomer telepon cantik dan mencatat nomer mana saja yang unik dan cantik. Soal harga nomer dua, karena itu juga cuma mencari, mau beli nggak punya cukup duit!

Gonta-ganti handphone

Nomer cantik sudah puas dipantengi pindah ke kolom jual-beli handphone bekas sambil menghitung-hitung kira-kira kalau handphone yang kita miliki kita jual, akan laku berapa dan harus tambah berapa untuk dapat handphone jenis baru yang kita taksir.

Nyebut nomer seri ketimbang merk

Pertanyaan-pertanyaan yang beredar sekarang:

?Handphone apa??
?BB!?
?BB? Seri berapa??

atau,
?Apple!?
?Iphone yang mana??

Kalau dulu? Beda!

?Handphone apa??
?8210?
?Oh, Nokia!?

atau,
?S25!?
?Oh, Siemens!?

Beda dulu, beda sekarang. Kecenderungan dulu orang lebih senang menyebut nomer seri baru ke merk dan kini sebaliknya. Mungkin karena semakin sedikit merk yang kuat bertahan di persaingan (dan yang lain tergusur lalu mati) atau bisa jadi justru sebaliknya, terlalu banyak nomer seri dan kita semakin kerepotan mengingatnya dalam memori lalu lebih baik menyebut merk saja?

Bisa jadi!

Bikin ringtone sendiri

Jaman ringtone masih monophonic alias satu jenis suara saja, aku pernah sangat hobi membuat ringtone sendiri. Kuncinya bagaimana menguasai notasi nada lalu memasukkan ke satu online ringtone maker dan mendownloadnya lalu transfer ke handphone.

Kalau diingat-ingat, ramai orang pakai ringtone bermacam-macam jadi ingat keriuhan kelas SD dulu ketika kami sama-sama bermain pianika, monophonic nan memekakkan telinga!

Kini? Memang kita masih sering terima telpon? Aku sih lebih sering menggunakan handphone untuk hal-hal lain selain menelpon :)

Bye bye wartel

Loncatan teknologi informasi terbesar yang harus kita syukuri karena kita merasakan adalah ketika kita tak perlu lagi mengantri ke wartel untuk menelpon orang tua, pacar ataupun kawan karena dari kamar kost sekalipun kita bisa melakukan panggilan menggunakan telepon genggam.

Dua detikan

Ini yang kupikir paling epic kalau orang Australia bilang, hillarious!
Jaman dulu (entah sekarang) ada fasilitas yang kupikir memanfaatkan jeda (lag) perhitungan pengurangan pulsa pada system operator yang lamanya sekitar dua detik. Jadi kalau kita melakukan panggilan telpon, dua detik pertama dari panggilan itu adalah nol rupiah tarifnya.

Lalu banyak teman-teman memanfaatkan hal itu untuk berkomunikasi.
Aku dulu punya kawan yang sedang dimabuk asmara.

Suatu malam aku dan kawanku bersantap malam dan selama acara itu ia tak henti-hentinya melakukan komunikasi telepon dua detikan ini.

?Kmu gi apa??
?Sama sapa??
?Pulang jam??
?Lhooo kok bisaa? trus nanti dijemput??

?Halah yang terakhir itu kayaknya lebih dari dua detik deh..? sergahku.
Ia gelagapan lalu mencheck pulsanya. ?Duh! Iya bener tinggal 1000!?

Hahahaha!
Pernah melakukan seperti itu?
Aku untungnya nggak pernah. Bukan karena aku orang kaya atau orang yang mau menghambur-hamburkan pulsa, tapi daripada berbicara sepenggal-penggal seperti itu, kenapa tidak berkomunikasi secara utuh, sekali lalu sudah?

Dimana enaknya?

Oh ya, mumpung lagi nostalgia, handphone Nokia yang pernah kupakai adalah 8210 , 5110, 6600, 6310, 6150, 6250, 3110, E51, N97. Beberapa handphone merk lainnya yang pernah kumiliki jumlah tak terlalu banyak, barangkali hanya empat atau lima.

Dan semoga clip singkat di bawah ini akan selalu mengingatkan kita pada Nokia.

Adios, Nokia!

Sebarluaskan!

18 Komentar

  1. cuma sekali pake nokia..3210.. dan menyesal. back to siemens :)

    Balas
    • Istilah kata, Nokia itu Jogja dan Siemens itu kota selain Jogja.. kamu memang nggak jodoh dengan Jogja :)

      Balas
  2. Aku pertama pakai henpon C35. Warna kuning.

    Balas
    • Siemens! :)

      Balas
  3. Bener mas, nokia itu connecting people. Dipakai untuk menelepon dan sms saja
    Ibu masih pegang nokia 3310
    HP pertama soner J300i, punya HP nokia pertama kali dan juga terakhir kali itu N95

    Balas
    • 3310 memang legend :)

      Balas
  4. Ah.
    Kangen sama Nokia.
    Haha… dulu waktu jaman Nokia lagi jadi fave, hobinya memang gonta ganti casing, dan ganti ringtone.

    Balas
    • Iya… aku paling suka casing yang warnanya unik2 kayak putih pearl, biru metalik dan yang terakhir transparant. They were so cool!

      Balas
  5. yang di tulis diatas saya ngalamin semua, trus yang paling diinget itu miscall2 haha

    Balas
    • Misscall pengen kutulis juga tapi masih banyak yang begitu soalnya jadi ngga bisa masuk ke ‘masa lalu’ :)

      Balas
  6. Walaupun sudah pakai iPad, papah saya tetap setia pada Nokia sebagai alat untuk telepon & sms. Udah agak baru sih, Nokia Asha, karena pertimbangannya saat itu tidak mau handphone yg wah karena memang hanya difungsikan utk telepon & sms.
    Sedih ya, Nokia harus ikut tergerus. Padahal terakhir baca artikel, Nokia udah ngeluarin smartphone dg OS Android.
    Dulu pertama kali pakai 3310 yg ngehits banget itu…

    Balas
    • Ya, sedih tapi itulah daur kehidupan. Enjoy the ride dan tuliskan apa yang mengesankan adalah cara yang menurutku paling ampuh untuk membuat kita punya banyak kenangan dan cinta dalam hidup ini termasuk kenangan terhadap Nokia :)

      Balas
  7. Semuanya bikin saya senyum-senyum, tapi yang bikin saya tertawa adalah yang dua-detik-an itu, hahaha.
    Saya tertawa karena saya benar-benar sangat memanfaatkannya, hahaha.

    Satu lagi mas, jaman itu beberapa kali operator telepon mengalami jebol dimana kita tidak kena pulsa ketika menelepon. Saya ingat jaman kos di Surabaya sekitar tahun 2002, teman saya bisa menelepon sampai 2 jam tanpa kena potongan pulsa, hehe.

    Balas
    • Hehehehe dulu saya malah nemu link dari satu website operator yang memungkinkan saya untuk ngirim SMS gratis dan anehnya bisa milih sender-nya sekalian, jadi kita bisa berlagak menjadi orang lain untuk ngirim SMS. Parah dan bahaya kan? :)

      Balas
  8. Don, aku masih punya hp nokia (murahan). Dan aku beli itu salah satunya berharap ada permainan snake karena nokia-ku yang sebelumnya masih ada. Tapi ternyata nokia biasa yang keluaran terakhir pun tidak ada snake-nya. Ih. Sebel. Padahal itu mainan bisa buat pembunuh rasa bete pas lagi nunggu atau lagi bengong. Sayangnya permainan lainnya aku nggak suka. Aku mau snakeeee!!

    Balas
    • Ya, snake memang game paling ampuh membunuh waktu menunggu. Dulu di antrian teller bank, dan dimanapun senjataku ya snake juga :)

      Balas
  9. wah aku tidak kenal nokia, karena jaman itu aku sudah di Jepang.
    Dan di Jepang tidak ada Nokia.
    Bahkan ketika aku mudik pun aku pakai sony ericson, atau O2 dan terakhir beli BB hehehe

    Balas
    • Padahal kupikir dulu Nokia itu merk jepang lho karena pelafalan namanya mirip casio atau yang lain gitu hehehe

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.