Kapan pertama kali kamu kenal tanda tangan?
Kira-kira jawabanku barangkali sama dengan kalian, sebelum mendekati kelulusan SD. Begitu atau bukan?
Kenapa? Karena untuk lulus SD, biasanya kita butuh tanda tangan di atas STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) atau yang lebih dikenal sebagai ijazah SD.
Mama mengajariku membuat tanda tangan ketika menjelang akhir kelas 5 SD. Waktu itu tujuannya bukan cuma buat STTB saja tapi karena ia ingin membuatkanku rekening TABANAS?yang khusus untuk pelajar namanya TAPPELPRAM?(Tabungan Pemuda, Pelajar dan Pramuka.. so vintage, ya? Hahahahha…) menggunakan atas namaku sendiri. Ia memberiku ide untuk sedikit meniru tanda tangan alm Papa karena sama-sama menggunakan ?D? sebagai huruf pertamanya.
Eh sebentar, aku jadi tertarik menampilkan foto cover buku Tabanas/Tapelpram…
Nah, ini tanda tangan yang diusulkan Mamaku…
Tapi aku tak tertarik!
Bagiku tanda tangan seperti itu terlalu memusingkan dan aku tak menemukan korelasi huruf berikut ini dengan huruf ?D? yang jadi nama depannya (Didiek) dan nama depanku (Donny) pada model itu.
Lalu Mama mengusulkan yang lain. Begini?
Hmmmm? no! Aku sekali lagi tak tertarik karena alasan yang sama, Mana huruf ?D? nya? Itu bukan huruf ?D? menurutku.
Mama lantas membiarkanku mencari bentuk tanda tangan sendiri.
?Tanda tanganmu kok ndagel gitu? Kayak gambar orang?? ucap Mamaku.
Aku hanya tersenyum, ia yang melahirkanku, bahkan waktu itu belum kenal istilah ?antik?, sesuatu yang lantas selalu ia pakai untuk melukiskan diriku tatkala ia ditanya bagaimana pribadi anak sulungnya ini; Donny anak yang antik!
Waktu berlalu dan Mamaku bukan orang terakhir yang mempertanyakan kenapa bentuk tanda tanganku seperti itu.
Banyak kawan yang komplain kenapa tanda tanganku seperti tak serius karena ada gambar hidung dan mulut pada huruf ?D? nya, tapi aku tetap tak bergeming, bagiku itu milikku kenapa orang harus komplain terhadapnya?
Tapi caraku membubuhkan tanda tangan dari waktu ke waktu berubah (Kalian juga?) Dan perubahan itu sempat menerbitkan sebuah masalah.
Jadi ceritanya dulu waktu aku bersama tiga kawan lain dipercaya memegang pimpinan perusahaan (2000 – 2008), tanda tanganku ditolak bank sebagai sara autorisasi yang sah untuk mewakili perusahaan karena ketidak-konsistenan itu.
Alhasil, aku harus merelakan diri dihapus dari daftar orang yang bisa mengadakan autorisasi keuangan perusahaan dan mempercayakannya pada ketiga kawanku tadi.
Untunglah hal itu tak terjadi lagi kini. Ketika aku mengurus kepindahanku ke Australia, 2008, dalam sebuah kesempatan di kantor imigrasi Australia aku harus menandatangani beberapa kertas dan petugas administrasi memutuskan bahwa tanda tangan-tanda tanganku telah konsisten.
Kenapa aku tiba-tiba ngomongin soal tanda tangan?
Tak lain karena per 1 Agustus 2014 nanti, pemerintah Australia akan menghilangkan opsi tanda tangan untuk authorisasi transaksi keuangan menggunakan kartu transaksi baik debit maupun kredit.
Keberadaannya akan digantikan secara otomatis menggunakan nomer PIN.
Jadi kalau di sini, biasanya setiap beli barang menggunakan kartu transaksi (kredit ataupun debet) akan ditanya ?PIN or sign?? Nah nanti per 1 Agustus mau tak mau kami harus menggunakan PIN.
Secara pribadi aku sangat setuju kebijakan itu.
Pertama, aku tahu diri, meski sekarang sudah lebih konsisten, tapi setiap membubuhkan tanda tangan pada nota pembelian aku selalu berpikir dan berharap semoga tanda tanganku sama dengan yang ada di balik kartu yang kububuhi tanda tangan waktu menerima kartu dari bank pada awal mula.
Kedua, aku paling tak suka dicurigai orang sebagai orang yang tak jujur.
Maksudku begini. Setiap transaksi di sini (entah di Indonesia karena dulu aku tak pernah bertransaksi menggunakan credit card dan tanda tangan) pada saat kita menandatangani nota, pihak kasir akan membalikkan kartu untuk mencocokkan tanda tangan yang ada di sana dengan yang barusan kita bubuhkan.
Ini soal psikis sebenarnya, tapi aku membayangkan yang ada dalam isi benak si kasir itu pasti, ?Aku harus melihat benar-benar apakah ini pemilik kartu ini atau maling yang nyoba malsuin tanda tangan!!?
Aneh ya? Tapi aku tak bisa mengelabui perasaan ini…
Ketiga, sehebat-hebatnya orang yang membuat tanda tangan serumit mungkin, seteliti-telitinya orang yang bisa mengerti mana tanda tangan yang asli ataupun palsu, sekalinya mereka bisa gagal dengan orang yang berusaha keras untuk memalsukan tanda tangan dan berhasil!
Sepercaya apa kamu pada intuisi orang yang bahkan sudah belajar ilmu membedakan tanda tangan asli dan palsu sekalipun bahwa hasil analisanya selalu tepat?
Bayangkan jika kamu menunjukkan tanda tangan kamu lalu orang lain meng-capture tanda tangan itu dan mempelajari cara penulisannya berulang-ulang kali dan ia berhasil melakukan autorisasi seolah dia adalah dirimu, penyesalan seperti apa yang bisa kamu ungkapkan untuk membatalkan kejadian itu?
Untuk alasan ini juga aku tak menampilkan tanda tanganku yang kupakai saat ini di sini :)
Keempat, aku berharap ini adalah titik balik dari model authorisasi yang sifatnya tradisional ke sesuatu yang sifatnya modern yang lebih menguntungkan bagi manusia dan kehidupan karena bukankah teknologi dan modernisasi itu ada untuk itu?
Beberapa area kehidupan memang telah memulainya.
Contoh yang paling dekat ya PIN pada kartu transaksi itu sendiri.?Contoh lain adalah penggunaan username dan password ketika kita hendak mengakses email lalu sistem authorisasi menggunakan akun social media yang kini bahkan mulai dipakai ketika kita masuk ke system tertentu.
Belum lagi (ini masih belum terlalu ngetrend) sistem autorisasi berbasis gadget (NFC – Near Field Communication) dan masih banyak lagi.
Walaupun mungkin untuk itu perlu juga keselarasan pengadaan jaringan internet yang merata karena bakalan lucu kalau misalnya seorang petugas keluarahan di dusun terpencil hendak meng-authorisasi dokumen warganya lalu ketika hendak melakukan via gadget entah itu laptop, handphone, tablet atau apapun koneksi internetnya lemot.
Ya sudah kalau begitu kita tinggal berdoa dulu saja atau membuat pantun ala Tifatul Sembiring siapa tahu koneksi mendadak jadi cepat setelah itu…
Clip di bawah ini contoh implementasi authorisasi modern, Lockitron
Dan ini adalah clip contoh implementasi authorisasi lewat NFC (Near Field Communication)
Mas Donny,
Salam kenal, saya mengikuti blog nya Mas Donny sudah lumayan lama, sebetulnya sejak nyari-nyari sharing tentang Australia terus nemu blog ini hehehe… makin dibaca makin penasaran dan nyaman, malah keterusan dan sekarang jadi bookmark di browser saya.
Kebiasaan jadi pengunjung bisu mas :), tapi karena ga ke arsip ini jadi tergelitik untuk coba kontak Mas.
Btw, ini post-post nya kok tidak masuk ke Arsip ya? apakah memang dibuat seperti itu?
Saya sudah dari beberapa minggu lalu coba pantau ga nambah-nambah list nya, saya kira Mas sedang sibuk, tapi Mas kan pernah bilang mau konsisten nulis senin-kamis hehehe…
Terus iseng-iseng check ke halaman depan, owalah…. eh… ternyata memang tidak terarsip post-post yang belakangan ini.
Cheers,
Harjo
Wah mohon maaf Mas, ternyata memang ada sedikit masalah yang terjadi dengan sistem ‘caching’ web ini, saya baru sadar dan terimakasih atas masukannya ya.
Saya tetap menulis, jadi berkunjunglah selalu :)
Ya, kenal tanda tangan waktu SD. Sama juga, selalu berubah dan baru menetap ketika SMP/SMA. Sempat khawatir juga, krn tanda tangan yg berubah-ubah di tiap ijazah. Tapi, alhamdulillah, utk dokumen2 penting tanda tangannya udah menetap & sama semua.
Btw, malah gak ngeh kalo tanda tangan yg terakhir itu kayak muka orang. Kirain ada coretan centang iseng apa gitu di depan huruf D… :p
Saya gagal mempraktekkan tanda tangan SD itu persis sama dengan waktu saya tanda tangan di STTB.. Harusnya bener-bener keliatan kok :)
Sederhana, tetapi orang disini (termasuk pemerintahnya) sepertinya belum terlalu memikirkan tentang tanda tangan ini. Termasuk seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana membuat identitas tunggal untuk setiap warganya. Disini KTP harusnya menjadi identitas utama, tetapi prakteknya sehari-hari justru seringkali menggunakan SIM.
Sebenarnya nggak ngaruh mau KTP atau SIM yang penting konsisten, Bli.
Di sini nggak ada KTP, adanya ya SIM :)
Tanda tanganku dari yang di STTB SD – Sekarang tetep sama :)
Ra kreatif hahaha!
engga mas, aku kelas satu SD udah diajari tanda tangan…
Pertama belajar tanda tangan dulu waktu mulai diajari surat-menyurat, nah aku udah mulai tanda tangan. Dibandingkan dengan belajar membuat akun bank sendiri, bikin surat yang lebih dulu diajarin sama Mom.. hehe
Wah, kamu belajar kepagian.. kelas satu SD saya masih malas nulis hehehe tapi sekarang saya rajin nulis, kan? :)
Tanda tanganku SD-SMP-SMU semua tidak sama, sesuai dgn perubahan diri jg(ngeles).
Sampe sekarangpun belum konsisten, msh sering g sama ama yg ku pake sekarang, kapan hari waktu ganti buku rekening, salah TTD sampe menghabiskan 3 buku rekening, untung kenal baik ama staff itu bank(hehe).
Hahahaha mungkin masih labil, Sob! :)
aku selalu kelingan kancaku sing tandatangan e tulisan ?3juta? dengan huruf bersambung.
kuwi kanca kuliah lho. jadi pasti tekan saiki jik nganggo tandatangi kuwi toh
entahlah apa maksud dibalik ?3juta? :D
Apik iki! Posting contoh tanda tangannya dung
Tappelpram!!! aku juga punya hahaha. Memang kita manusia jadul ya/
Soal PIN, di Jepang sudah beberapa tahun pakai, tapi selalu ditanya mau PIN atau tanda tangan.
Tanda tangan itu menjadi sulit untuk lansia. Mereka gemetar tangannya sehingga tulisannya tak terbaca. BUT menurutku PIN juga tidak praktis untuk lansia, karena meskipun HANYA 4 angka, tetap sulit mengingatnya, apalagi kalau punya banyak rekening/gadget. Aku saja masih suka salah dengan password bankku hehehe.
Tapi pada dasarnya Jepang tidka mengenal tanda tangan sih, karena mereka pakai CAP untuk semua dokumen resmi.
Penyelesaiannya? Di bank Jepang mulai memakai sidik tangan :D dan cukup praktis bagi lansia karena cukup membawa tangannya :D
Sssst tanda tanganku mengandung unsur L. kebetulan papaku berinisial L, jadi aku menirunya… TAPI waktu itu dalam bayanganku bukan papa, tapi inisial pacar pertamaku waktu SMP :D Dan aku pakai teruuuuus sampai sekarang! Konsisten dong (sebetulnya hanya karena malas ganti). hahaha
Sidik jari itu memang yang paling baik karena bahkan orang matipun selama jasadnya belum hancur bisa ‘dimintai’ sidik jarinya ya :)
Semoga dengan revolusi penggunaan finger print oleh iphone 5s lalu mulai diminati dan next time ga cuma tanda tangan yang ilang, PIN yang riskan pun bisa ilang digantikan ‘pin alami’ yaitu finger print :)