Tanah baik, tanah berbatu. Sebaik apa tanahmu?

25 Jul 2019 | Kabar Baik

Apa yang dikatakan Yesus tentang benih yang ditanam di beberapa jenis tanah, termasuk tanah baik, adalah tentang bagaimana firmanNya ditabur pada manusia.

Intinya ada empat.
Benih yang ditabur di pinggir jalan. Ia tidak tumbuh karena habis dimakan burung.

Benih yang ditabur di tanah berbatu. Tumbuh tapi segera mengering karena tanahnya tipis.

Benih yang ditabur di semak berduri. Tumbuh tapi ketika besar akan mati terhimpit duri.

Benih yang ditabur di tanah yang baik. Tumbuh dan berbuah!

Tanah baik, tanah berbatu

Beberapa tahun lamanya aku membaca berulang-ulang Kabar Baik hari ini, dan pertanyaan batinku selalu bertanya, ?Tanah yang manakah yang cocok untuk merepresentasikan diriku??

Orang beriman yang taat beribadah selalu diasosiasikan dengan ?tanah yang baik?. 

Orang beriman dan taat beribadah tapi hidup di lingkungan yang tak baik, kuasosiasikan dengan ?semak berduri?.

Orang yang beriman tapi tidak taat beribadah adalah tanah berbatu.

Orang yang tak beriman adalah pinggiran jalan.

Tapi adakah seorang yang taat beribadah pun suatu waktu pernah kehilangan imannya dan tanah hatinya jadi tandus berbatu?

Tanah baik tak selamanya baik, tanah berbatu bisa jadi baik

Atau sebaliknya, bagaimana jika orang yang tak mengenal dan tak mengakui Tuhan tapi suatu waktu ia menolong orang hingga mengorbankan nyawanya? Adakah ia tetap tanah pinggiran jalan?

Hari ini aku memiliki ketetapan baru terkait Kabar Baik ini, ?Jangan-jangan keempat model tanah itu ada di dalam diriku? Kadang aku jadi tanah yang baik tapi kadang aku jadi tanah pinggiran jalan yang membiarkan firman Tuhan dimakan burung liar??

Maka yang terpenting adalah bagaimana menjaga supaya tanah kita adalah tanah yang selalu baik.

Caranya?

Ibadah: Tuhan dan sesama

Beribadah menurutku adalah syarat utama untuk kita menjalin relasi dengan Tuhan. Rajin ke Gereja, membaca, mencoba terus memahami dan merenungi Kitab Suci, ikut dalam komunitas-komunitas rohani, semua bagus. Tapi jangan lupakan juga ibadah kepada Tuhan melalui bagaimana kita berinteraksi dengan sesama. Bagaimana kita peduli pada orang-orang yang membutuhkan kepedulian di sekitar kita, berkontribusi kebaikan. melalui cara itu kita diajak untuk tidak hanya membaca, memahami dan merenungi firmanNya. Kita diajak untuk menanamNya dalam hidup kita.

Rendah hati

Kerendahan hati adalah kunci. Jangan tinggi hati dan merendahkan orang yang menurut kita tidak pernah beribadah. Belum tentu ?tanahnya? tak lebih baik darimu. Karena tak selamanya orang baik jadi orang baik dan jangan gampang menuduh seseorang itu tidak baik karena barangkali suatu saat atas kemurahan hati Tuhan, ia dipakaiNya untuk menyadarkan orang yang sok sudah baik!

Bersyukur

Yang terakhir adalah bersyukur dan menurutku ini juga penting. 

Kawanku seorang yang baik. Ia rajin beribadah dan begitu giat melakukan aksi sosial. Suatu waktu perusahaannya hancur lebur karena ia ditipu oleh karyawan kesayangannya sendiri. Padahal kawanku selalu membantu ketika karyawan tadi kesusahan dan? mereka sama-sama aktif pelayanan di Gereja.

Kalau aku jadi dia, barangkali aku akan mengalami trauma. Aku tak lagi mau membantu orang dan tak lagi percaya pada yang namanya kebaikan. 

Namun kawanku tidak demikian. 

Ia tetap tabah dan bersyukur. ?Ini adalah cara Tuhan untuk semakin mematangkanku!?

Ketika kita dikecewakan, meski tanah kita awalnya adalah tanah baik, bukannya tak mungkin kekecewaan itu jadi semak belukar yang membuat firmanNya yang ditanam dan tumbuh tak bisa membesar.

Di titik ini, rasa syukur terhadap segala hal yang terjadi adalah obat mujarab untuk mematikan semak belukar dan menggemburkan tanah supaya tetap gembur dan tidak keras lalu membatu?

Sydney, 25 Juli 2019

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.