Akhirnya, semua dimulai pada 1 November 2008.
Perjalanan selama tiga puluh tahun di Indonesia dengan tepat separuhnya kuhabiskan di kota terindah di dunia, Jogja, delapan tahun berpacaran dan enam jam berdiam dalam lambung burung besi yang terbang dari Denpasar ke Sydney, Australia, pada akhirnya menemui perhentian yang lama sekaligus permulaan babak yang baru.
Babak yang aku sendiri pun tak tahu akan seperti juntrungannya meski aku percaya bahwa perjalanan hidup itu penuh lekuk dan kejutan seperti halnya semalam ketika kami berdua dikejutkan oleh awak pesawat yang ada di Bali bahwa tempat duduk kami di upgrade yang semula di Economy Class menjadi Businness Class secara cuma-cuma. Ya, semoga ini pertanda baik dengan kejutan-kejutan serta lekuk-lekuk hidup yang mengarah ke arah yang lebih baik pula.
Aku dan Joyce sampai di Kingsford Smith Airport pada 09.30 pagi waktu setempat.
Tak seberapa lama kemudian kami melewati gerbang imigrasi dengan lancar dan melanjutkan mengambil bagasi.
Oh ya, kalau kalian mau tahu, dalam rangka pindah dari Indonesia ke Sydney ini aku membawa barang yang tak sedikit. Kalau mau dihitung-hitung, termasuk dengan yang kubawa ke kabin, berat total barang yang kubawa adalah 110 kg yang terdiri dari dua koper jumbo penuh dengan baju, CD, DVD, serta jas, dua buah gitar yang kumasukkan masing-masing dalam hardcase, pernak-pernik lain seperti sabuk, dasi dan lainnya yang kumasukkan dalam sebuah tas yang tak terlalu besar, serta laptop ini, chargernya, iPod, gameboy beserta kaset-kasetnya dan buku! Ya, buku yang seabrek dan kumasukkan dalam backpack yang kubawa ke kabin.
Well, perihal kelebihan bagasi mending nggak usah kalian tanyakan berapa duit yang harus kubayar, kalau kata Windy, sahabat saya itu, barangkali ia akan berkomentar bahwa besarnya bisa bikin nyeereeee hateeeeee!
Sekeluarnya kami dari pengambilan bagasi dan melewati pengechekan barang di Custom, kami berdua lantas pergi keluar ke lobby bandara. Setelah berputar-putar sebentar, bertemulah kami dengan sopir shuttle bus yang telah kami pesan untuk menjemput dan mengantarkan kami ke rumah.
Orangnya ramah, perawakannya tinggi besar khas bule. Usianya sekitar 65 tahun tapi energiknya luar biasa!
Bahasa Inggrisnya cukup mudah dimengerti meski terkadang tak tertangkap juga semuanya olehku.
Sayang aku tak sampai mengenal namanya karena rasa kantuk yang luar biasa menyerang selama perjalanan yang kata Joyce memakan waktu tak sampai satu jam itu.
Lalu tibalah kami di rumah.
Ketakutan si Joyce tentang akan sekotor apa rumahnya terbukti tidak benar karena pada kenyatannya lantai dan perabotan rumah tidaklah berdebu. Akan tetapi kekawatirannya tentang akan seberapa tinggi dan penuhnya kebunnya dengan ilalang liar, nah kalau yang ini benar-benar terbukti!
Sebenarnya tak hanya kebun, bahkan pelataran depan juga samping dan belakang, semua dipenuhi dengan rerumputan meski di beberapa titik juga kujumpai ada bunga berwarna orange.
“Lha yang bunga orange itu bukan ilalang tho?”
“Nggak! Itu juga ilalang!”
“Lho tapi kan bagus bunganya?”
“Ah kamu… ngaco, ah!”
Lalu akupun bingung sendiri kenapa bunga orange sebagus itu juga dikatakan ilalang.
Lima menit aku terdiam dan akhirnya otakku terangsang untuk membuat satu pembatasan baru bahwa ilalang akan dinamakan ilalang kalau ia tumbuh secara liar tanpa dikehendaki tuannya.
Thats it!
Nyaris hingga pukul 12.00 WIB, aku dan Joyce sibuk dengan urusan ilalang. Kami berdua sebenarnya tak mengerjakan apapun kecuali mengeluh dan mengatur rencana ini dan itu sementara sang ilalang yang dirasani ya tetap melanjutkan daur hidupnya untuk bergerak tumbuh!
Setelah capai bersibuk-sibuk ria, kami berdua lalu beristirahat. Terlelap hingga tiga jam ke depannya aku dibangunkan Joyce bahwa kami harus menjemput Simba, anjing kesayangan Joyce yang tampaknya juga akan menjadi kesayanganku itu.
Kamipun bergegas mandi lalu berganti pakaian.
Akan tetapi apa yang menjadi harapan kami untuk bertemu dengan Simba pada sore hari ini harus ditunda karena Joyce lupa bahwa boarding house tempat penitipan Simba sudah tutup menjelang pukul 06.00 pm.
Well, kamipun mengubah rencana. Setelah memanasi mobil untuk sekian menit kami berdua lantas bergegas menuju BanksTown untuk melahap Vietnam Soup yang puanas, daging sapinya tebal-tebal dan puedes itu.
Keluar dari Bankstown satu jam sesudahnya, matahari telah meredup meninggalkan sisi barat Sydney sementara waktu telah menunjukkan pukul hampir jam delapan malam. Sementara angin beredar begitu kencang di jalanan, dingin yang katanya tak sedingin Sydney dikala musim dingin itupun kurasakan sebagai sesuatu yang sangat mengigilkan tulang dan persendian.
Tiga stop menjelang rumah, kami berdua mampir dulu ke Coles untuk membeli perlengkapan kami sehari-hari seperti apa yang dulu selalu aku lakukan ketika masih di Jogja, belanja di Carefour pada setiap akhir bulan sesudah gajian dan saat persediaan perlengkapanku telah habis. Kami membeli selusin telur ayam kesukaannku, chicken breast fillet untuk Simba, deodorant Rexona-ku mengganti yang telah tandas kupakai nyaris sebulan terakhir di Jakarta, ginger beer, chips dan masih banyak lagi.
Hari pertama itu pun ditutup pada sekitar pukul 9 malam setelah memutar VCD yang kami beli tempo hari di Jakarta. Ditengah sepoi angin yang mengencang serta mengantarkan suhu yang semakin dingin, aku memutuskan untuk berkubang bersama istriku di antara kasur, bantal serta selimut tebalku.
Brrrr! Sekian dulu!
wah.. dah nyampai di negara sebelah ya..
sukses mas..
Wah matursuwun, Mbah!
Doakan ya selalu!
Wedew… gut lak di tempat baru !!!
Hihihih.. makasih Pak Tampah.
Ingatanku selalu menuju ke acara Malam Paskah tahun 2007 lalu setiap kali “bersua” denganmu huauahua!
selamat memulai hidup baru utk kedua kalinya dalam waktu yang singkat ini…
plis, bikin byk2 devisa di sana utk dibawa ke tanah air :)
Hehehe makasih Pak Khun ucapannya… setiap saya pulang ke indo, akan saya usahakan untuk menebar devisa di sana.. makanya doakan saja supaya saya cepat sukses di sini.
Hai…hai…wah sup Vietnam, pakai mie gak? Pho (noddle soup)…itu salah satu favoritku sluuurp…
Have a great-great day…! semoga berkelimpahan rezeki dan kasih sayang selama dirantau.
Iya, pake! Semula pengen nulis gitu tapi ya.. you know lah…
Enak bener emang! Been here ya..?
hai..hai… im back….aih indahnya sydney… kayanya bakalan hawa bulan madu sepanjang tahun ya…. jadi gmn don… no more nyeree hatee ya pokoknya hihihihihi….
Smoga, Ndi…
Doakan aja slalu baik dimanapun kita!
Semoga krasan di Sidney…dan cerita lanjutannya ditunggu.
Ilalang berbunga orange? Kapan-kapan mesti di foto…..disini bunga ilalang hanya putih….
Baik Ibu, nanti siang akan saya potretkan untukmu..
ilalang ungunya seperti apa sih? disini ilalang kering aja dikumpulin zia, apalagi ungu …
sukses dan sehat selalu ..
Bukan batangnya Mas tapi bunganya yang berwarna ungu dan itupun disebut ilalang.
Makasi doa2nya.. gimana dah dapet pembantu ?
Lhoh mas, di Sydney juga?
*halah
Iya. Lha Masnya ngeblog juga? Halahhh ;)
Waaah dah sampe!
selamat sampai…hehe apa coba…
baru liat2 blog orang lagi nih..
duh dah langsung nge-Pho Bankstown aja nih…yam! :p
Iya… huahuahua kemarin udah ke Lowenbrau malah… Nguik-nguik, nyam-nyam
Kowe dikon njabuti ilalang tho, Dab?
Eman-eman no… :D
Eman-eman apane? Eman-eman ilalange sing dijabuti atau eman-eman akune sing mung dadi tukang jabut ilalang?
Both of them, ndak ada sing kudu dieman-emani Kang hihihihi..
Ilalang mesti hilang untuk pemandangan yang lebih indah, aku mesti njabuti ilalang supaya … ya supaya ilalangnya hilang huahuahua…
memang semua rumput yang kecil tumbuh di mana-mana meskipun ada bunganya dinamaan ilalang, atau rumput. Tapi aku justru suka sekali bunga-bunga kecil ini. Dia cantik dan kuat karena bisa hidup di atas aspal yang kuat.
ingat perumpaan mengenai ilalang Don?
EM
Ah tentu ingat, EM..:)
Tentang ilalang yang tumbuh di tempat subur, di tanahh tandus serta tanah subur yang permukaanya berduri itu kan..?
Komen yang indah!
we, jebul aku durung komentar to? hehe.
ingat ilalang, aku jadi ingat banyak rumput di depan rumah. beberapa ada yang tampak cantik.
akhire wis kerasan to.