Kian hari aku kian percaya, tercapainya sebuah masyarakat madani itu bergantung pada bagaimana kita dan sesama saling percaya.
Pagi berkebut di jalan raya. Para pengendara harus percaya bahwa tak satupun berintensi mencelakai sesamanya dengan menyodorkan kendaraannya ke jalur sebelahnya, misalnya.
Sesampainya di gedung tempat kerja, kita yakin tak satupun yang berniat meledakkan gedung atau membajak dan menyandera penduduknya.
Ketika menyeruput secangkir kopi buatan office boy, “Ah, tak mungkin ia menaruh racun arsenik di cangkir ini! Saya kan tidak sedang pergi ke Belanda!”
Ketika melaporkan hasil pekerjaan kepada bos, kita harus percaya bahwa ia akan meneruskan laporan itu ke bosnya tanpa prasangka ia akan mengakukan hasil kerja kita sebagai kerja kerasnya.
Demikian pula ketika sampai di rumah. Kita harus membuang prasangka bahwa pasangan kita tidak habis berkencan dengan selingkuhannya sewaktu kita bekerja.
Itulah hidup saling percaya. Hidup tanpa syak wasangka.
Berbahagialah mereka yang percaya meski tidak melihat – Y.K
dan kepercayaan itu mulai dibangun dari hal-hal kecil…
satu kata: Trust
dan katanya, agar orang lain juga mempercayai kita, mulailah dengan menjadi orang yang “dapat dipercaya”
setuju…. berbahagialah yang tidak lihat namun percaya…
Pawitane wong ra nduwe dhuwit ki kejaba dhengkul kadhangkala ya “kapercayan” kuwi je Likk…
Manthuk2 sakwise maca tulisan iki, nuwun Dab…
nice info…salam kenal yaaa
Tapi mas, kalau sekali saja kita pernah di bohongi, rasanya sulit untuk membangun kepercayaan itu kembali.
Ya sayangnya masih banyak orang yang tidak percaya sama dirinya sendiri..
apa jadinya hidup kalau setiap detik hanya ada saling khawatir :)