Hok, kalau tak ada perubahan drastis, kamu dipastikan kalah dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta kali ini. Tapi tak mengapa Hok, karena dibandingkan ‘kawan bermain dan berkompetisi-mu’, kamu tampaknya memang lebih siap untuk kalah.
Dari awal aku memang mengira bahwa hari ini akan terjadi dan sebaiknya memang terjadi. Bukannya sok main ‘feeling’ tapi aku mencoba berpikir berputar bahwa seandainya kamu menang, para radikalis yang anti keberagaman itu akan bagai kepenuhan mesiu untuk menjalankan aksi-aksi berikutnya entah 505, 510, atau 501 namanya! Kekalahanmu bagaikan memberikan mesiu kosong pada ujung meriam yang siap njeblug… mereka kini justru yang mati angin sambil menunggu mesiu yang baru mungkin dekat-dekat 2019 nanti.
Kekalahanmu juga adalah simbol betapa Tuhan tak hanya sayang kamu tapi Ia juga sayang ‘kawan bermain dan berkompetisi-mu’ itu, Hok!
Membayangkanmu kalah itu mendamaikan karena kamu akan legawa dan akan bekerja sebagaimana rakyat biasa (kalau Jokowi tak memanggilmu untuk menempati pos baru di pemerintahannya sih…) Tapi membayangkan ‘kawan bermain dan berkompetisi-mu’ kalah? Mau kerja apa dia? Bukannya nanti dia jadi tak oke dan tak oce lagi?
Jadi? Dunia belum berakhir! Bekerjalah tak hanya dalam lingkup Jakarta. Bekerjalah kepada sekelilingmu yang juga membutuhkan cinta dan menawarkan kasih nan semerbak kepadamu dan keluarga cantikmu itu.
Kini saatnya untuk fokus pada sisa masa jabatanmu dan persidangan terhadap kasus yang menimpamu. Kita tak akan pernah tahu seperti apa tikungan jalan di depan. Kamu kalah, bisa jadi kamu juga masuk penjara karena kalah dalam persidangan. Betapa malangnya nasibmu? Aku tetap mendoakanmu supaya lolos dari jerat hukuman itu. Tapi kalaupun harus dibui, tak mengapa! Aku percaya orang-orang yang benar dan bercahaya sepertimu justru perlu dikirim ke tempat-tempat dan lorong yang gelap supaya daripadanya mengumbar cahaya yang menerangkan dan menenangkan.
Aku ingin menutup surat yang kuuntai di atas kereta yang mengantarkanku pulang di tengah kepedihanku yang tak bisa kusembunyikan menyaksikan kalahmu ini dengan sebuah cerita pendek tentangku dan almarhumah Mamaku.
Sepuluh tahun lalu aku pernah gagal dalam bercinta, Hok. Hilang separuh jiwaku, lunglai tubuhku, pupus rencana-rencanaku. Kepada Mama yang amat kucintai, aku pulang dan bersandar serta mengeluhkan kesahku.
Lalu yang kuingat dan muncul dari bibirnya kala itu adalah begini,
“Kamu gak perlu menang dalam setiap pertandingan, Le! Yang diperlukan hanya bertahan dan berjuang hingga garis finish! Menang dan kalah itu hanya pangkat dan jabatan. Kamu tetap jagoannya Mama dan itu adalah pangkat dan jabatanmu!”
Betapa bangga dan mongkok hatiku saat itu, Hok!
Hok, kamu telah mengakhiri pertandingan dengan baik! Kamu telah mencapai garis akhir! Sekarang telah tersedia garis start yang baru, berlarilah lagi di gelanggang yang baru. Bawa tjahajamu di sana seperti kami akan memelihara tjahajamu dari sini.
Kalau udah longgaran, main-main ke Sydney lah, Hok! Kita nge-beer bareng sambil cerita sana-sini!
DV, Superblogger Indonesia
Simak juga tulisanku?sesudahnya,?Sebelum menagih janji Anies ? Sandi, adakah semua janji kampanye Jokowi ? Ahok dulu terpenuhi?
Istimewa selalu katakata kamu bro!!
Top !!!!!
Keren tulisan bapak…??
Good writing. Perasaan , penghiburan dan harapan yg ditulis mewakili yg dirasakan banyak orang.
Super !!!! Salam kenal ..
baru pertama kali buka bloq bpk
Mantap. Sama dan sebangun dengan isi hatiku. Salam kenal
background photonya cool juga, Karena sebagai muslim, kerapihan dan kebersihan suatu tempat (apalagi toilet!), adalah sebagian dari iman