Sekitar tahun 1998, ketika kuliah sudah berlangsung empat semester, untuk sesuatu hal yang tak bisa kuceritakan di sini, aku berada pada satu keadaan dimana aku perlu mencari kerja sambilan untuk mencukupi hidup!
Berbekal ilmu yang sudah kudapat serta rasa nekad, waktu itu aku memulai segala sesuatunya dengan bekerja sebagai asisten laboratorium komputer yang bertugas membimbing kawan-kawan (yang kebanyakan malah seangkatan denganku!) dalam kuliah praktek pemrograman.
Berbekal ilmu yang sudah kudapat serta rasa nekad, waktu itu aku memulai segala sesuatunya dengan bekerja sebagai asisten laboratorium komputer…
Selain itu, aku juga membantu teman-teman yang ‘butuh dibantu’ dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah terkait dengan pemrograman maupun skripsi. Ketika orang ramai-ramai mulai berpikir tentang website, akupun ikut ‘terjun’ ke dalam dunia pengembangannya; sesuatu yang pada akhirnya kutekuni hingga kini.
Entah, mungkin ini bisa dibilang maruk, tapi pada malam-malam tertentu termasuk akhir pekan, aku juga bekerja sebagai penjaga warnet serta ketika ada teman yang butuh membeli/menjual hardware, aku siap untuk membantu apapun yang mereka butuhkan, asalkan aku mendapatkan uang.
Dalam jangka waktu yang tak terlalu lama, aku yang sebelumnya bisa dibilang ‘pas-pasan’ bahkan cenderung kurang dalam hal ekonomi, berubah menjadi seorang mahasiswa bertaraf ekonomi yang lumayan.
Perubahan itu membuatku berpikir untuk kembali menyewa kamar kost. Sebelumnya aku pernah menyewa kamar kost, tapi demi pengiritan biaya, selama kurang lebih setahun aku menumpang ke rumah kontrakan kawan yang kebetulan tak keberatan dan mau mengerti keadaanku.
Agak sedikit emosional waktu itu, kalau tak mau kubilang ‘balas dendam’, tapi ketika kesempatan ‘punya duit’ itu akhirnya datang, aku langsung berniat mencari kamar kost yang ‘elit’! Letaknya di tengah kota Jogja dan tak harus tak jauh dari kampus.
Pilihan jatuh pada sebuah rumah yang letaknya di Gang Resonegaran Gk V/1299. Letaknya di kawasan Sagan, kawasan yang saat ini sangat terkenal dengan wisata kuliner ‘tingkat atas’ karena di sana banyak berdiri restoran-restoran ‘mahal’.
Istimewanya kamar kost di rumah tersebut kalau boleh dibilang sebenarnya justru bukan dari sisi bangunan maupun fasilitas yang diberikan. Ia hanyalah kompleks kamar berstruktur bangunan tua yang melekat pada rumah pemiliknya.
Kamarnya pun biasa. Hanya berisi lemari, meja belajar dan sebuah ranjang dengan kasur kapuk. Tapi lebih dari itu, dari sisi lokasi, boleh dibilang ia juara!
Jarak kostku dengan mall terbesar di Jogja waktu itu, Galeria Mall, hanya sekitar 150 meter.
Jika ada gangguan kesehatan yang mendesak (untungnya tidak), ke arah Rumah Sakit Bethesda hanya sekitar 250 meter jauhnya. Nah, karena kampusku letaknya berhimpitan dengan RS Bethesda, maka jarak antara kostku dengan kampus paling jauh kira-kira hanya 500 meter saja!
Perfecto? Indeed!
Oh ya, ada satu hal yang lupa kuceritakan di atas. Letak kostku berhimpitan pula dengan Novotel, sebuah hotel berbintang yang berdiri menjulang di tengah Kota Yogyakarta.
Ada satu keuntungan unik yang hendak kuceritakan terkait dengan bangunan Novotel hotel tersebut.
Ketika hujan tiba, sementara aku tak sedang ada di kost padahal pagi harinya meninggalkan jemuran di depan kamar, aku tak perlu khawatir bahwa jemuranku akan basah kuyup karena bangunan kokoh Novotel itu berdiri seperti sebuah tameng atas air hujan. Paling hanya agak sedikit tak terlalu kering saja karena tampias air yang tertiup angin dan tak terhindarkan.
Hal lain yang juga patut kucatat di sini, saat senggang, bersama kawan-kawan kost lainnya aku sering bermain gitar di loteng kamar kost. Sesekali ketika tamu hotel tampak di jendela kamar maupun di jendela selasar kamar, kami tak jarang berusaha mencuri perhatian mereka entah itu dengan melambai-lambaikan tangan, tersenyum atau apalah namanya.
“…tapi lebih karena ada begitu banyak mimpi lain yang telah mengantri untuk diimpikan lalu direalisasikan…”
Tak sekalipun aku pernah bermimpi waktu itu untuk suatu waktu dapat menginap di sana. Bukan karena faktor biaya, tapi lebih karena ada begitu banyak mimpi lain yang telah mengantri untuk diimpikan lalu direalisasikan selain sekadar mimpi menginap di hotel tersebut.
Tapi lantas hidup ini berjalan sebagaimana ia memang harus dijalankan. Empat belas tahun sesudah masa itu, Tuhan menyodorkan kesempatan untuk bisa menginap di Novotel hotel, Yogyakarta.
Pada liburan Juli lalu, ketika mengunjungi Jogja selama 10 hari (12 – 22 Juli) aku menginap di sana.
Mendapatkan kamar di lantai lima, aku tak pernah menyangka bahwa ternyata kamarku berada tepat bersebelahan dengan jendela kaca yang dulu selalu kulihat dari kamar kost bersama kawan-kawanku!
Tak hanya itu, pada sisi kamar yang lainnya, aku bisa memandang dengan jelas kampung Sagan, dimana teman-teman lamaku hidup dan menjadi ‘playground’ ku ketika aku kost di sana, 14 tahun sebelum sekarang.
Selalu ada waktu setiap hari selama kunjunganku di Jogja, aku kerap melongok ke arah kedua jendela itu, sekadar mengenang dan membayangkan apa yang dulu kulakukan di sana dan apa yang sekarang kulakukan di sini.
Dalam salah satu bayanganku itu, aku kerap menapak tilas apa yang dulu pernah kulakukan di sana. Kubayangkan diriku berjalan dari gang masuk Galeria Mall lalu berbelok ke arah kiri, masuk ke Gang Resonegaran lalu ke kamar kost, berganti baju, keluar kamar, mengambil jemuran lantas mengambil gitar dan bernyanyi bersama kawan di loteng atas sambil memandang ke arahku sekarang memandang…
Kawan,
banyak orang jaman sekarang bilang kita perlu bermimpi untuk mewujudkan segala sesuatunya menjadi nyata.
Tidak salah! Motivatif malah!
Tapi, tak semua hal yang menjadi nyata itu datang dari mimpi. Ia bisa datang tiba-tiba, menyergap! Bisa pula tidak pernah akan datang meski sejuta kali dan sejuta malam engkau mengimpikannya.
Seperti kubilang di atas, empat belas tahun lalu, aku barangkali tak sempat memasukkan keinginan untuk menginap di Novotel Yogyakarta dalam mimpiku. Tapi, Tuhan barangkali juga sudah terlebih dahulu tahu betapa aku saat itu sibuk bekerja sambilan sehingga, kalaupun harus bermimpi, Ia tahu betapa panjang antrian hal-hal yang harus kuimpikan sebagai sebuah proses untuk menuju tahap realisasi mimpi-mimpi itu sendiri.
Lalu, ketika saatnya tiba, Ia menyodorkan begitu saja kesempatan itu, semudah itu…
Update:
Tulisanku mendapat sambutan hangat dari kawan-kawan sesama alumni (dan bahkan ada yang masih kost di sana) yang berkumpul di grup Resonegaran di Facebook
Bahkan salah satu residen Resonegaran, Maik Kinton, berbaik hati menjepretkan gambar sudut-sudut kost-kostan yang semakin membuatku terhanyut dalam kenangan. Berikut adalah gambar-gambarnya.
Oh ya, info terakhir yang beredar, kost-kostan segera akan dijual dengan alasan keluarga. Sayang memang, tapi kehidupan toh memang harus dijalankan menghadap ke depan, masa lalu hanyalah bumbu untuk memperkuat langkah, selebihnya (dan jika berlebihan keberadaannya) adalah penghambat kehidupan itu sendiri…
Update terbaru, 16 Januari 2015
Dari laman facebook kawan satu kost di Resonegaran dulu, Mas Nico Harjadi, kudapat kabar bahwa bangunan kost dulu di Resonegaran telah diambrukkan sejak akhir tahun 2014 silam. Berikut ini fotonya…
Mas Nico Harjadi memotretnya dari gedung Galeria Mall, sekitar 100 meter jauhnya dari lokasi kost.
(credit foto: Nico Harjadi)
niee mengatakan
Aku kadang juga berfikiran.seperti itu mas.. aku sibuk bermimpi ini itu dan akapan akan terealisasikannya.. tahu tahu aku diberikan Tuhan kesempatan yg lebih baik dan lebih mudah untuk aku capai.. :)
nayarini mengatakan
nasib kita koq ya mirip2 toh mas, aku dulu jg suka dongo kalo ngeliat hotel megah, ga kebayang bakalan bisa nginep di sana, apalagi ‘berani’ memimpikannya. sekarang kalo nginep di hotel pas pulkam, rasanya memang seperti ‘balas dendam’ hehehe. tapi apa iya kalau ada yg lihat kita skrg keluar masuk hotel dg ‘mudahnya’, org lain menatap kita seperti kita menatap para tamu hotel di masa lalu? mudah2an iya, dan bisa jadi inspirasi atau impian di bawah sadar, hingga satu hari taraf hidup mereka akan terangkat juga :-)
ke2nai mengatakan
Allah akan memberi di saat yg tepat ya. Sbg manusia jgn berhenti bermimpi & berusaha :)
applausr mengatakan
itu namanya law of attraction…. teruslah bermimpi.. karena pasti terwujud itu…. hehheehhe 1998…. itu juga tahun keramat buat diriku waktu masih di australia… dunia terbalik…
DV mengatakan
Hehehe, kalo kamu baca dengan seksama tulisanku ini malah aku sebenarnya ingin ngomong bahwa hidup ini lebih luas untuk bisa dikungkupi law of attraction saja, Plaus :) *peace
ArieL FX mengatakan
wah, saya jadi inget masa dulu baca post yg ini mas
giewahyudi mengatakan
Suwe-suwe kowe nulis novel motivasi koyo Negeri Lima Menara, Mbah. Percoyo aku..
giewahyudi mengatakan
Wis tenan yakin aku. Wani sak wani-wanine. :)
pety puri mengatakan
betul, kadang Tuhan memberi sesuatu yang bahkan kita tidak pernah memimpikannya. Begitu saja. Dan mungkin itu lebih indah dari impian2 kita sendiri :)
Gusti 'ajo' Ramli mengatakan
Memang tidak semua mimpi menjadi kenyataan, kadang apa yang tidak kita impikan malah bisa menjadi kenyataan. Begitulah adilnya Tuhan, yang memberikan sesuatu sesuai dengan kebutuhan, bukan keinginan.. meski demikian, jangan pernah berhenti untuk bermimpi
venus mengatakan
tulisan yg sangat emosional, don. bagus! :D
krismariana mengatakan
tulisanmu ini menggedor pikiran dan hatiku pagi ini!
genthokelir mengatakan
masa kuliah yang sama aku rasakan sebagai mahasiswa yang pas-pasan kemudian harus bekerja, membantu kawan yang butuh dan kita mendapat imbalan uang untuk kebutuhan kuliah itu sama persis yang aku alami dan aku juga memiliki dendam dengan mimpi yang menjejali, terima kasih mas tulisan mu ini membuat aku bersyukur atas masalalu dan aku terus menjaga mimpi menjadi kenyataan
*sopo ngiro yen sak iki awake dewe iso ngrasakne opo singmbiyen mung dadi pandengan termasuk nang hotel kui yo mas*
Michael Riffan H mengatakan
Baca tulisanmu ini jd ingat kembali ke kenangan masa” di Reksonegaran….jaman jahiliyah ama anak2 kost…jahil sesama anak kost, jahil jg ama ibu kost…..hehehehe….btw beliau udah almarhum skr. Theo penghuni abadi kost kita ya Don…..??
Jidat mengatakan
cerita yang menarik, sangat menginspirasi mas.
tuhan tau yang terbaik buat kita, mimpi itu perlu tapi kadang tuhan memberi sesuatu tanpa kita harus bermimpi.
wongkamfung mengatakan
Aku ngerti tulisan iki saka tulisane Mas Totok. Pancen memotovasi, menginspirasi, lan kebak emosi. Salam kenal, Mas. Muga-muga awake dhewe isa ketemu lan kenalan rai ketemu rai. ;)
Salam persahablogan,
@wkf2010
wongkamfung mengatakan
Meski kos itu dijual atau musnah sekalipun, kenanganmu tak akan ikut terjual. Akan terus ada di situ sampai pemilik kenangan musnah ditelan masa.
Btw, kembali menengok setelah dapat kabar ada update foto. ;)
Salam persahablogan,
@wkf2010
Bro Neo mengatakan
Ah… putaran waktu saling bersinggungan.. membawa cerita dan kenangan.
Indah sekali kau merangkainya kawan :)
salam,