6 Mei 1985
Sepulang sekolah, ketika itu aku kelas 1 SD, Papa menjemputku di depan gerbang, sesuatu yang tak biasa.
“Le, adikmu wes lahir!” serunya di atas sepeda motor.?Aku hanya terdiam karena tak bisa langsung bereaksi atas kata-katanya barusan.
“Le!” seru Papaku lagi kali ini sambil menyorongkan tubuhnya ke arahku yang mendekat kepadanya.
“Oh… Oh ya? Adikku lahir? Wah, adik baru ya, Pa!” jawabku agak sedikit tergagap!
Dan cerita kejadian ini selalu diutarakan Papa sebagai lelucon hingga meninggalnya, April 2011 silam sebagai satu jawaban yang cukup ‘aneh’ dari seorang Kakak yang telah menantikan lebih dari 7?tahun untuk mendapatkan seorang adik.
Itulah hari kelahiran adikku satu-satunya, saudara kandung yang tidak akan pernah ada lagi duanya karena Papaku telah meninggal.. kecuali kalau Mamaku yang telah menjanda setahun?lebih itu lantas memutuskan menikah lagi dan beranak.. sesuatu yang agak tak masuk akal sepertinya hehehe…
* ?* ?*
Pagi itu, di atas mobil nikahnya, aku menemani adikku mewakili almarhum Papa sebagai wali nikah.?Tak banyak yang kami bicarakan selain detail teknis sana-sini seputar pernikahannya; lagipula sepertinya memang bukan saatnya lagi untuk bicara ‘konsep’ semisal,
“Kamu yakin akan nikah dengan Ayok?” atau
“Kamu ga terpaksa kan?” atau yang lebih seram lagi
“Kenapa kamu gak balik ke rumah untuk menunda pernikahanmu ini?”
bukan saja karena aku telah yakin pada calon suaminya yang aku telah kenal cukup lama, bukan pula karena “Yah Don, kenapa gak dari kemarin-kemarin tanyanya?!!!” tapi lebih karena?aku percaya pada apa yang direncanakan adikku yang telah pula kupercaya mendapatkan restu dari Sang Kuasa seiring berjalannya waktu dan bagaimana mereka mempertahankan mimpi itu?hingga pagi itu jadi nyata.
Tapi satu hal yang kuingat kuutarakan padanya sebelum sampai di pintu gereja adalah, “Make-up kamu pas, Chit!”
Chitra hanya tersenyum. Ia tahu aku tak mudah untuk memuji kecantikannya, sebuah pilihan sikap yang ketika disudutkan olehnya aku hanya akan menjawab, “Butuh pengakuan?”.
Lalu selebihnya, ketika ia lantas diterima pastor dan disandingkan dengan (waktu itu) calon suaminya, aku tak punya kuasa lagi untuk menahannya terlalu lama.?Kulepaskan genggaman tangannya dan kusorongkan ia begitu saja untuk maju ke depan karena demikianlah makna hidup, tak pernah mengenal kata surut ataupun mundur apalagi berbalik arah!
Dan ketika ia lantas mengucapkan janji untuk hidup bersatu dengan suaminya hingga salah satu dari mereka mati,?bukannya aku lantas merasa ‘kehilangan’ adik dan saudara kandung semata wayangku itu tadi, tapi lebih pada?perasaan syukur bagaimana ia telah ‘naik kelas’ menuju sesuatu yang baru dalam hidup yang semoga dan kuyakin membahagiakannya karena mereka berdua memperjuangkan kebahagiaan itu sendiri.
Selebihnya hanyalah pemberian restu ketika ia dan suaminya berlutut dihadapanku tanda bakti yang seharusnya diberikan kepada almarhum Papaku.
Sesaat setelah mereka berjingkat berdiri dan kembali ke altar, aku menatap langit-langit gereja dan untuk sementara waktu enggan menundukkan kepalaku ke bawah.?Aku takut kaca-kaca yang ada di permukaan mataku jatuh dan basah…
Hari itu, Minggu, 15 Juli 2012… kutandai sebagai hari dimana Tuhan semakin dipermuliakan melalui keluarga baru adikku, Benedicta Chitra Betsy Verdiana.
Demikian juga dengan menikah.?Kamu harus membantai masa lalu kamu.
Pernikahan akan memaksamu menutup rapat gerbang masa lalu
dan kamu takkan bisa lagi balik ke sana – Donny Verdian
wondering apa yg akan kutuliskan buat adik perempuanku kelak :D
selamat buat chitra (dan suaminya). ya, pernikahan memang memaksa kita mengunci masa lalu. toh hidup harus dijalani ke depan. :)
Akhirnya sekarang cucu2nya Eyang sudah menikah semua, semoga berkah selalu menaungi keluarga kita. Amien :)
wow.. cuma ini komennya..
hehehe sebenernya lebih lengkap kalau Papa ikut ada disana.. tapi toh Papa turut menyaksikan di surga sana..
Makasih ya mas, atas restu, dukungan dan doa juga semuaaaa yang udah dikasih ke kami sampai bisa jadi seperti ini..:D
pernikahan itu harus dihadapi ya biar ga takut.. hehehehhe
Waaahhh… komen mbak chitranya hebat..
pernikahan itu harus dihadapi biar gak takut :)
sip mantap sebagai kakak sudah berlaku semestinya saat adiknya menikah
melu seneng bungah sayange ra ketemu pas bali indonesia
selamat utk adiknya semoga langgeg selalu..
salam kenal ya :)
selamat menempuh hidup baru buat Chitra..adikmu..
Selamat menempuh hidup baru buat Chitra dan suaminya. :)
Don.. Tolong sampaikan salamku, Selamat untuk adikmu Chitra dan Suaminya, semoga pernikahannya langgeng sampai maut memisahkan, sesuai janji mereka.
She’s gotta be proud to have a brother like you, yang mewakilin almarhum papa dalam memberkati perkawinannya.
Nice quote from you: “…demikianlah makna hidup, tak pernah mengenal kata surut ataupun mundur apalagi berbalik arah!”
Selamat dan proficiat untuk Chitra dan suaminya… selamat datang di dunia pernikahan, bersiaplah menerima kejutan-kejutan baru… :D
Kakak yang baik.. aku sering tersenyum geli kalau kamu menggoda Chitra di Twitter. Sewaktu Chitra mengganti propicnya di Twitter..kau bilang apa setelah komentar tulusmu bahwa Chitra cantik?
“Mengapa kau harus terlahir jadi adikku?” hahaha..beruntungnya dia punya kakak yg baik sepertimu.
Chitra dan Ayok : Selamat Menempuh Hidup Baru ya? Berkat dan Penyertaan Tuhan menyertai kalian selalu. Amin
selamat buat chitra & suaminya…
suka dengan ini:
“Demikian juga dengan menikah. Kamu harus membantai masa lalu kamu.
Pernikahan akan memaksamu menutup rapat gerbang masa lalu
dan kamu takkan bisa lagi balik ke sana”
yg dipersatukan Allah, jangan diceraikan manusia
Salam,