Juli dan Agustus adalah puncak dari rangkaian musim dingin yang dimulai Juni dan berakhir September di belahan selatan dunia, termasuk di sini, di Australia.
Pada saat itu, matahari beredar lebih ke sisi utara bumi memanggang Eropa, Amerika, Jepang dan sekitarnya, menyisakan waktu edar yang jauh lebih singkat dan suhu yang menurun drastis di sini.
Pukul tujuh pagi layaknya subuh dengan matahari masih membenam di ufuk timur, lalu sore harinya, sekitar pukul empat, ia kembali ke peraduan, tenggelam menyisakan gelap dan dingin yang menggigilkan tulang.
Orang-orang lalu membungkus tubuhnya dengan baju super tebal untuk mendapatkan kehangatan.?Memilih untuk tidak bepergian dan berdiam di rumah di depan tungku perapian atau bagi sebagian besar yang mulai tersentuh ‘modernisasi’ memilih menyalakan pemanas elektrik (heater) sambil membaca buku, menonton televisi ataupun bercengkrama dengan keluarga membayangkan musim panas yang segera datang tiga bulan kemudian dengan segepok rencana yang menyenangkan.
“Dan demi segala keterkejutan-keterkejutan yang hendak kuceritakan di sini, kunamakan saja serial ini sebagai Summer in July…”
Tapi, aku adalah sedikit dari yang pantas begitu bersyukur bisa merasakan musim panas ketika banyak kawan di sini masih membayangkan kedatangannya.
Selama kurang lebih sebulan, aku bersama keluarga diberi kesempatan untuk bisa merasakan langsung hangatnya matahari tropis yang hadir secara konsisten di tanah air tercinta, Indonesia.
Bertemu sanak saudara, berjabat erat dan memeluk kawan lama seperjuangan, merasakan indahnya wisata kuliner dan memandang geliat hidup di Indonesia lengkap dengan plus-minusnya dari dekat pada akhirnya kami terjemahkan pula sebagai ‘musim panas’ yang kami rasakan.
Dan, pengalaman-pengalaman yang kami rasakan selama ‘musim panas’ itu amatlah sayang untuk dilewatkan begitu saja.?Menggunakan iPhone yang selalu kugenggam selama itu, aku memotret dan mencatat buih-buih ide, opini, keluh, atau apapun itu namanya yang mencuat dari dalam otak ketika hari demi hari kunikmati di Indonesia.
Memasuki hari-hari akhir liburan di Indonesia, aku lantas berpikir untuk merangkum semuanya ke dalam bentuk serial tulisan di blog ini; hitung-hitung ‘obat rindu’ kalian setelah sebulan tak?membaca tulisanku lagi.
Maka jadilah hari ini kuawali catatan-catatan itu yang rencana akan terus kugelontorkan di sini setiap hari hingga 17 Agustus 2012 mendatang bertepatan dengan hari kemerdekaan kita, ya kita.. ‘masih’ kita, belum ‘kalian’ .
Tapi maaf sebelumnya jika bagi kalian, yang tinggal di Indonesia, barangkali tulisan-tulisan dalam serial ini akan terasa membosankan karena tak ada hal yang baru karena semuanya terlanjur menjadi ‘makanan sehari-hari’. Akan tetapi bagiku hal itu tentu adalah sesuatu yang mengejutkan entah itu dalam arti yang baik ataupun sebaliknya.
Dan demi segala keterkejutan-keterkejutan yang hendak kuceritakan di sini, kunamakan saja serial ini sebagai Summer in July, karena memang kalau biasanya Juli adalah bulan dengan edaran matahari terpendek dan jarum penunjuk termometer turun hingga titik terendah, tahun ini, kami dikejutkan musim panas yang datang begitu menyenangkan di tanah air, Indonesia.
Silakan mencari tempat duduk yang nyaman, ambil kudapan dan jangan lupa secangkir kopi atau teh di genggaman, selamat membaca!
sudah duduk manis nih Don… katanya mau telepon kalau di indo… malah hilang… hihihihi…
siiip aku menyiapkan kopi Indonesiaku sambil menunggu tulisanmu Don…
**benar-benar senang bisa bertemu denganmu Don**
Hahhaaa, rajin tenan Mbahku sing siji iki.
Terlalu cepet balimu, Mbah. Buyutmu Diana durung sempat ditiliki.. :)
cocoknya baca tulisanmu sambi nyruput wedang uwuh. wuenak!
siap mas… *ambil teh hanget*
*gelar tiker*
*bawa kacang godhog*
beli tiket buat dapat tempat duduk, di mana Om? ;)