Sukacita sebagai hamba, sukacita karena menjalankan perintah Tuannya

24 Mar 2018 | Kabar Baik

Tepat sehari sebelum dimulainya Pekan Sengsara Yesus, hari ini Gereja Katolik sedunia memperingati Hari Raya Kabar Sukacita.

Tanpa banyak tafsir, aku memandang dua hal yang saling berhimpitan itu sebagai kenyataan bahwa dalam hidup pun kadang juga demikian, suka dan duka muncul dalam tenggat waktu yang tak jauh berbeda.

Lukas menuliskan bagaimana Perawan Maria didatangi malaikat Tuhan untuk mengabarkan kabar sukacita tentang hadirnya Yesus dalam kandungannya. (Lukas 1:26 – 38)

Tapi, wait? dimana letak sukacitanya kabar itu?

Maria masih perawan. Sedang merencanakan untuk menikah dengan Yusuf tunangannya. Berita kehamilannya dari buah Roh Kudus itu tentu mengagetkan. Barangkali tak mudah juga untuk menjelaskan bagaimana ia bisa hamil? Bagaimana kalau Yusuf tak menerimanya? Bagaimana kalau ia diusir dari keluarga dan kampung tempat ia tinggal? Sekali lagi,dimana letak sukacitanya?

Sukacita dari Kabar Gabriel ini terletak pada sosok Yesus yang hadir. KehadiranNya menghapus kedukaan yang paling berat sekalipun karena penyelamatanNya melalui kayu salib adalah sempurna.

Sukacita juga tampak dalam penerimaan Maria.

Meski masih perawan, meski sedang hendak menikah, Maria menerima kabar itu dengan kerendahan hati. Untuk itu ia menyebut dirinya hamba. (Lukas 1:38).

Hal ini menurutku amat penting. Seorang hamba hakikatnya akan bersukacita ketika ia menerima dan mau menjalankan perintah Tuannya. Sebaliknya, seorang hamba akan berduka ketika Tuan tak memberikan perintah sama sekali padanya. Di titik inilah aku memahami kabar sukacita ini.

Sejak dua bulan lalu aku mendengar kabar seorang kawan lama di Jakarta menderita sakit yang menurut orang ada dalam kondisi ?terminal?. Sebuah penyakit yang sulit untuk diobati dan tak jarang mengubah hidup penderita dari hari ke hari.

Tapi dari akun Facebook dan Instagramnya, aku mengamati bagaimana ia berjuang dan membiasakan diri dengan keadaan, menerima penyakit itu sebagai tahapan hidup yang memang harus dilalui.

Ia tak lantas jadi putus asa.
Berbagai upaya medis dilakukan, kegiatan hidup pun berlanjut dengan ceria seolah ia sedang tidak sakit.

Jumat kemarin, kawanku tadi menjalani operasi. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya. Takut, khawatir, sedih namun pasrah. Dari senyumnya yang mengembang di wajah pucatnya di atas tempat tidur rumah sakit seolah memberitahukan bahwa ia baik-baik saja. Di sini aku memandang warna lain dari bentuk kesukacitaan dalam dirinya. Kesukacitaan yang bahkan mungkin belum ternamai karena sebagai hamba yang jauh lebih penting adalah menjalani.

Tuhan bersamamu selalu, Y! Kuatlah karena engkau dikuatkanNya!

Sydney, 24 Maret 2018

Sebarluaskan!

1 Komentar

  1. Mantab pembahasannya! Pertanyaan yg menarik: “dimanakan letak sukacitanya?” Bener juga ya, itulah luar biasanya Bunda Maria sbg seorang hamba Tuhan; yg bersukacita krn dipercayai begitu luarbiasa oleh Tuhannya :)

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.