Sudah ikut Tuhan?

27 Apr 2017 | Kabar Baik

Kabar Baik Hari Ini, 27 April 2017

Yohanes 3:31 – 36
Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi, termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya.

Ia memberi kesaksian tentang apa yang dilihat-Nya dan yang didengar-Nya, tetapi tak seorangpun yang menerima kesaksian-Nya itu.

Siapa yang menerima kesaksian-Nya itu, ia mengaku, bahwa Allah adalah benar.

Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas.

Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya.

Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.”

Renungan

“Sudah ikut Tuhan?”

Ya, pertanyaan itu amat sering kudengar dulu waktu aku masih berada dibalik ‘dinding tinggi’, surga yang kubangun sendiri bersama kawan-kawan. Pertanyaan itu adalah pertanyaan awal yang kami tujukan bagi mereka yang tiba-tiba datang dan ingin bergabung bersama kami, orang-orang yang mengaku sebagai pendoa, pemuji dan penyembah Tuhan.

“Sudah ikut Tuhan?”
“Sudah, Ko Donny!”
“Sejak kapan?”
“2001!”

Takarannya apa sih untuk menyatakan bahwa seseorang itu sudah ikut Tuhan? Dulu pernah aku bertanya dan kawanku yang lebih lama sudah menghuni ‘surga’ itu menjawab, “Harus sudah ikut retret awal!”

“Jadi kalau sudah ikut retret awal berarti sudah ikut Tuhan?”

Yup! Retret awal adalah sebutan untuk Retret/Seminar Hidup Baru Dalam Roh atau yang biasa disebut sebagai SHDR.

Inginku bertanya,
“Lantas bagaimana dengan mereka yang tak ingin ikut retret itu? Atau bagaimana dengan mereka yang tak punya uang untuk ikut karena ongkos pendaftarannya yang tak murah? Misalnya ada orang ingin ikut, sudah daftar tapi di hari pelaksanaan ia berhalangan, apakah itu juga berarti ia berhalangan untuk ikut Tuhan?”

Sayang pertanyaan-pertanyaan itu tak keburu muncul karena ternyata memang lebih mudah dan lebih nyaman untuk langsung bertanya dengan jumawa, “Sudah ikut Tuhan?”

Hari ini Yohanes menulis tentang apa yang muncul dari langit/surga dan apa yang tinggal di bumi dan entah kenapa tiba-tiba pikiran dan ingatanku tertuju pada kenangan dulu itu.

Aku pernah sesombong itu; seolah-olah adalah satu-satunya ‘yang menerima’ kesaksianNya, satu-satunya yang mengerti bahasa-bahasaNya padahal jelas tampaknya bahwa kalau aku benar-benar menerima kesaksianNya dan benar-benar mengerti ‘bahasa’ Nya, sudah barang tentu aku tak perlu menanyakan yang lain apakah mereka sudah ikut Tuhan atau belum! Kenapa? Kalau aku memang berasal dariNya, aku tak perlu bertanya tentu sudah tahu mereka berasal darimana!

Bagiku Bahasa Bumi adalah cara yang selalu berorientasi kepada kepentingan-kepentingan duniawi dan kesombongan itu adalah cara-cara yang tampak surgawi padahal sejatinya imitasi, berasal dari bumi karena menanamkan ego bahwa aku sudah ikut Tuhan dan kamu serta kalian belum!

Jadi, bagaimana bahasamu sehari-hari? Bahasa bumi atau bahasa surga? Atau bahasa bumi yang disurga-surgakan?

Aku memilih Bahasa Cinta.
Mau kubisiki kata-kata cinta? Sini kemari! :)

Sebarluaskan!

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.