• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Solusi Mujarab Perekat Persatuan Bangsa

11 September 2009 47 Komentar

Ini mungkin ide gila!
Berangkat dari keprihatinanku terhadap begitu banyak masalah akhir-akhir ini yang terkesan mengusik kebinnekaan serta pluralitas bangsa, aku berpikir salah satu solusi jitu, murah lagi meriah untuk mengatasi semuanya itu adalah dengan membagi-bagikan foto di bawah ini ke seluruh rakyat Indonesia tak terkecuali, mulai dari presiden sampai petani, dari artis sampai tukang becak, dan dari para lansia hingga bayi yang barusan ceprot dari rahim ibunya.

OK, inilah fotonya

Kalian mau tertawa menertawakan ide ini?
Tak mengapa, namanya juga ide gila!
Tapi sebelum melanjutkan keterpingkalan, ada baiknya kalian menyimak penjelasanku kenapa harus foto yang ini dan bukan yang lain.

Foto ini adalah foto keluaran tahun 1988, diabadikan oleh Ibuku, seorang pemeluk Katholik yang taat.
Yang berdiri paling sebelah kiri mengenakan kemeja dan celana pendek putih serta dasi adalah aku (ketika itu berusia 11 tahun), seorang yang juga Katolik yang saat itu baru saja menerima Sakramen Ekaristi untuk pertama kalinya, sebuah proses pemantapan atau inisiasi lanjutan untuk menjadi seorang Katholik sesudah baptis bayi.
Gadis kecil yang mengenakan topi dan menoleh ke arah kanan itu adalah Citra, adikku, yang sejak lahir hingga saat ini juga adalah seorang Katolik.

Sementara yang tengah, seorang wanita setengah baya itu adalah nenekku, ibu dari Bapakku.
Ia seorang muslimah yang datang secara khusus dari kediamannya di Blitar (Jawa Timur) ke Kebumen (Jawa Tengah) tempat tinggalku dulu hanya demi menyempatkan diri memberiku dukungan dan selamat atas Sakramen Ekaristi pertamaku.

Keluargaku memang keluarga campuran.
Kami dari suku Jawa, tapi bapakku, sama halnya dengan ibu dan bapak serta saudara-saudaranya, adalah pemeluk Islam yang taat.
Sementara aku dan Citra, adikku, ikut Ibuku dan keluarga besarnya yang percaya pada ajaran Gereja Katholik.

Mungkin kalian bertanya-tanya bagaimana bisa aku dan adikku ikut Ibuku sementara bapakku diam saja.
Kenapa ia tidak meronta atau menalak cerai Ibuku karena aku dan adikku tidak memilih seiman dengannya?
Atau kenapa pula dulu Ibu dan Bapakku bisa-bisanya mendapat restu dan berani menikah meski beda agama?
Aku hanya satu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu: aku tidak tahu.

Dan aku patut bersyukur untuk ketidaktahuanku itu!
Karena ketidaktahuan itu bagiku kuartikan sebagai sebuah ruangan gelap dan terkunci; tempat bagi segala macam bentuk perpecahan, amarah, dan ekses-ekses negatif lainnya terkait dengan perbedaan berada dan tersimpan.

Selebihnya, yang kutahu di dalam keluarga orang-tuaku, tak sekalipun aku pernah melihat ada diantara kami yang harus bertengkar dan bermusuhan hanya karena perbedaan agama.
Aku, begitu juga dengan Adik, Ibu serta Bapakku, hidup dalam kebahagiaan dan saling menghargai yang sesungguhnya.
Bagi kami, hidup ini tak sesempit hanya bicara tentang perbedaan, perbedaan dan perbedaan saja. Selalu ada setidaknya satu kesamaan dalam perbedaan seperti yang pernah dibilang Bapakku pada suatu waktu, “Ngapain harus padu (bertengkar – jawa) hanya gara-gara beda agama lha wong sama-sama makan nasi, minum air, langitnya sama, mataharinya pun juga sama kok!”

Bekal keluarga itu tadi pada akhirnya membuatku mantap untuk bergaul dalam masyarakat yang plural tak hanya di sisi agama saja tapi juga dalam hal suku, ras, serta antar golongan.
Aku tak berani bilang bahwa aku tak pernah tergoncang menghadapi perbedaan, tapi setidaknya ketika goncangan itu datang dan menghebat, tak butuh waktu lama bagiku untuk kembali tenang dan reda setelah aku menoleh ke belakang, melihat wajah-wajah penuh damai yang ada di dalam keluargaku serta dalam foto di atas itu tadi.

Pluralitas yang ada di keluargaku dan secara khusus yang tampak dalam foto itu, sekaligus juga menguatkan prinsip harga-menghargai serta bertoleransi terhadap semua manusia terutama mereka yang berbeda karena secara perlahan tapi pasti aku semakin meyakini bahwa setiap manusia diciptakan untuk menjadi pembeda dari manusia lainnya bahkan dalam kaitan anak-orang tua sekalipun.
Jadi, setelah melihat kenyataan betapa berbedanya aku dibanding dengan Bapakku atau nenekku sekalipun, aku semakin mantap untuk melihat kenyataan bahwa antara aku dengan kalian pun juga berbeda dan itu wajar!

Nah, jadi bagaimana?
Apakah kalian semakin tertarik dengan ajakan gilaku ini?
Ayo! Jangan ragu lagi malu! Cukup klik kanan pada foto di atas, pilih menu “Save As” lalu cetak dan pasang di dompet kesayanganmu atau boleh juga kalau tak punya printer atau uang untuk mencetak, transfer saja ke Blackberry atau handphone atau malah laptop kesayanganmu dan jadikan wallpaper di sana!

Berpikirlah sama denganku bahwa dengan melihat foto itu, kita bisa belajar banyak tentang indahnya persatuan dalam perbedaan.
Sebagai contoh, kalau kamu membaca berita tentang perusakan kebhinnekaan atau sekalinya kamu merasa benci dengan orang lain karena mereka berbeda, bukalah dan tataplah fotoku itu… kujamin panas hatimu akan mereda, dan kalian akan tertawa meski entah itu berarti menertawakan wajah polosku di foto itu atau, (semoga!) kalian bisa menertawakan orang-orang serta perasaan benci yang tak bisa menghargai perbedaan dalam persatuan itu tadi.

Gampang tho?

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan, Indonesia

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. zee mengatakan

    11 September 2009 pada 7:23 pm

    Hai Don,
    Hidup memang seharusnya tidak melihat hal seperti itu sebagai perbedaan. Suka aku dengar kata bapakmu, langit dan mataharinya sama kok.
    Kebetulan gw & hubby juga menjalani yang berbeda saat ini & so far ga ada masalah. Karena kami menjadikan itu bukan sebagai masalah….
    :)

    Balas
    • DV mengatakan

      11 September 2009 pada 7:23 pm

      Kudoakan untuk keluargamu, Zee…
      Semua pasti dapat yang terbaik, meski itu terkadang ya datang dengan kenyataan yang “beda-beda” :)

      Balas
  2. samsul arifin mengatakan

    12 September 2009 pada 8:35 am

    aku harus belajar banyak dari keluarga njenengan, mas. sungguh. betapa sulitnya menghargai perbedaan saat ini, apalagi kalau sudah menyangkut masalah bangsa dan bersifat nasional.

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 8:35 am

      Hehehehe, belajar dari keluarga sendiri juga bisa kok, perbedaan kan nggak harus ekstrim pasti ada! :)

      Balas
  3. igna mengatakan

    11 September 2009 pada 11:38 pm

    Wuih jero tenan permenunganmu dab… memang kadang kita terjebak dalam perbedaan, bahkan memperbesar perbedaan itu, bukannya mempersatuka, sementara sebenarnya perbedaan itu justru akan semakin memperkaya pribadi kita, setidaknya kita tahu bagaimana harus bersikap terhadap orang yang berbeda dengan kita….
    Wah yen ngono cilikanmu uenak yo Don, yen pas badha entuk2an THR saka bapak, yen Natalan entuk2an THR saka ibu… jos gandhos temen kuwi…

    Balas
    • DV mengatakan

      11 September 2009 pada 11:38 pm

      Suwun, Dab!
      He eh! Bener itu! Kalau Lebaran dapat duit, Natal dapat juga :)
      Penak tho? :)

      Balas
      • Lie Juliana mengatakan

        24 Juni 2019 pada 5:16 am

        Membaca tulisan DV diatas membuat saya berpikir, indah – rindu jaman-jaman 25 thn lalu.
        Kala perbedaan kami dibangku sekolah tidak menjadi suatu masalah.
        Sebaliknya, sekarang di WA grup sekolah….seperti terkotak-kotak.
        Saat perayaan IED semua mengucapkan selamat merayakan.
        Saat perayaan Kristiani bahkan ulang tahun pun, mereka enggan mengucapkan. Kadang ada teman dekat hanya berani japri.
        Prihatin jaman sekarang, identitas diri tidak jujur ditampilkan.

        Balas
  4. Ray mengatakan

    12 September 2009 pada 12:22 am

    I Like this (gak ada klik like this nya sih)
    Agama adalah masalah kepercayaan diri sendiri, tak ada paksaan dalam agama, dan yang pasti tak ada agama yg mengajari kita untuk berbuat jahat terhadap sesama. bahkan kita disuruh menghormati sesama, dan terutama orang tua kita atau yg lebih tua dari kita.
    Di keluargaku juga ada beberapa yg beda aliran, tetapi takpernah sekalipun ada masalah karena kita tetap saling menjaga.
    Tapi sori don, aku ra setuju sama idemu untuk menyebarkan fotomu =))

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 12:22 am

      Thanks..:)

      Balas
  5. Eka Situmorang - Sir mengatakan

    12 September 2009 pada 12:57 am

    Dari awal baca postingan, udah sedikit terasa narsisnya. Sampe bawah apalagi… ampuuun dah gue disuruh save poto keluarga lu :D
    anw salut banget sama keluarga lu mas… bisa rukun gitu. Beberapa keluarga yang gue tahu, biasanya ancur. Anak2nya sengsara karena mesti milih2 mau ikut siapa.
    Sebenarnya itu soal manusianya yah.. mau menjadikan itu masalah atau bukan.

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 12:57 am

      Kamu juga ndak ngerti aku dulu ancur apa ndak :) Xixixixixi!

      Balas
  6. Nita mengatakan

    12 September 2009 pada 1:43 am

    waaah masa disuruh pasang foto orang lain di dompet hehe..
    Saya salut dengan saling menghormatinya keluarga anda ^_^

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 1:43 am

      Sip, thanks!

      Balas
  7. edratna mengatakan

    12 September 2009 pada 4:01 am

    Lha! Mosok, dompetku isi fotomu jik cilik Don…lha nanti podo bingung, iku sopo?
    Soal perbedaan, karena keluargaku juga banyak yang seperti keluarga Donny, jadi rasanya aman-aman aja…dan nyatanya kita bisa saling menghormati.

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 4:01 am

      Hihihihi, kalau ditanya ya bilang tho “Oh ini Donny Verdian…. ” :))

      Balas
  8. p u a k™ mengatakan

    12 September 2009 pada 2:01 pm

    Dih, penting banget gitu save as photo sampeyan??.. hehehe..
    Aku suka perbedaan itu. Perbedaan yang menyatukan dan bukan untuk saling menyakiti..
    Nah, kalau aku udah ngomong gitu, masih penting gitu, di save as? :p week!

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 2:01 pm

      Masih! Penting untuk masa pending:)

      Balas
  9. ren mengatakan

    12 September 2009 pada 6:57 am

    tulisan ini buat gue ya?
    hauhahahuahahhahahahahaa….

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 6:57 am

      Wekss..?

      Balas
  10. sawali tuhusetya mengatakan

    12 September 2009 pada 9:23 am

    wow… ide yang mantab, mas don. saya juga mulai khawatir dg nilai kebhinekaan yang mulai luntur. setiap orang justru malah berloma utk memuja nilai2 primordialisme sempit. tapi foto itu perlu juga ditambahi narasi singkat di bawahnya, mas. kan kita ndak bisa menilai seseorang dari tampilan fisiknya semata, hehe … di kampung saya, keluarga semacam ini diberi predikat keluarga pancasila, mas, haks.

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 9:23 am

      Sip, Pak!
      Keluarga saya memang keluarga Pancasila hahahah :)

      Balas
  11. femi mengatakan

    12 September 2009 pada 7:47 pm

    Heh??
    aku save foto laki gue ajaaa…
    sama gado-gadonya :p

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 7:47 pm

      Yang ini gado2 nya lebih mantap :)

      Balas
  12. genthokelir mengatakan

    12 September 2009 pada 9:50 pm

    ini mungkin ajakan gila untuk menyimpan foto sampean namun jikala di cermati dengan memngingat foto ini tentu saja akan teringat bahwa perbedaan bukan menjadi penghalang untuk hidup dalam artian luas bahwa dengan cinta kasih semua akan menjadi hidup penuh ke damaian dan itu sebenarnya hal yang kita harapkan mengapa mesti mempersalahkan perbedaan selama kita memiliki cinta kasih yo mas……
    kita memiliki latar belakang yang nggak jauh berbeda mas …….
    bagi saya selama ini tidak mempersoalkan perbedaan namun pikirkan kesamaanya yah….kepanjangan
    eh simpan foto sampean di dompet bisa nggak kecopetan kali wakakaka ( ojo nesu lho )

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 9:50 pm

      Hehehehe betul! Buktinya, meski jauh kita bisa merasa sama *apa sehh* hahaha!

      Balas
  13. Tommy mengatakan

    12 September 2009 pada 7:30 pm

    Hi Don,
    Keluarga besar-ku juga beragam
    dan aku ngga pernah mempermasalahkan apa agama mereka (atau orang lain).
    Kami juga saling menghormati satu sama lain.
    Sebenarnya perbedaan terjadi pada setiap hal, bahkan pada hal yang kita anggap sama sekalipun.
    Dan perbedaan itu sebenarnya yang membuat-nya menjadi indah. Pemahaman yang salah akan perbedaan yang merusak keindahan tersebut.
    *jangan lupa nonton Mario Teguh Golden Ways di Metro TV setiap hari minggu jam 7 malam WIB*
    *nantikan program baru-nya di tvOne, mulai 24 September 2009*
    – streaming @ tv.ayo-cari.com –

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 7:30 pm

      Sip, beda itu indah kalau bisa bersatu!
      Salam untuk Pak MT dan sukses selalu! *mengko nek bali aku tuku DVD ne meneh yo*

      Balas
  14. krismariana mengatakan

    12 September 2009 pada 8:21 pm

    Berbeda memang tidak apa-apa sih. Dan di keluargaku juga banyak yg menganut agama yg berbeda denganku. Sebenarnya lebih enak kalau dalam perbedaan itu kita saling belajar.
    Btw, lha wong aku aja nggak masang foto orang2 yg aku sayangi di dompet, mosok aku malah masang fotomu? Hehehe.

    Balas
    • DV mengatakan

      12 September 2009 pada 8:21 pm

      Lha kamu nggak berani jujur pada dirimu bahwa kamu menyayangiku sih :)

      Balas
  15. andif mengatakan

    13 September 2009 pada 6:47 pm

    photo sampeyan kecil itu ya mas??

    Balas
  16. Tuti Nonka mengatakan

    13 September 2009 pada 9:35 am

    Sik … sik … ! Tak ngematke fotomu disik, terus dipertimbangkan dengan mendalam, pantes nggak fotomu muncul di layar monitor komputerku? Hihi … kurang bagus sithik je Don … wakaka! :D
    Don, di dalam Al Quran ada ayat yang berbunyi : “Lakum dii nukum waliyadiin”, artinya : Bagimu agamamu, bagiku agamaku. Jadi, kita hidup bersama, rukun dan saling menghormati, dalam agama kita masing-masing. Nabi Muhammad SAW, Utusan Allah SWT, junjungan dan panutan umat Islam, juga menghormati orang-orang Nasrani yang hidup di zaman itu. Jadi kami pengikutnya harus mencontoh apa yang sudah ditauladankan oleh Beliau.

    Balas
    • DV mengatakan

      13 September 2009 pada 9:35 am

      Sip, Bu! Seharusnya semuanya memang begitu ya…
      Aku kurang bagus sithik, soale keluwihan ngganteng akeh ahahha!

      Balas
  17. arham mengatakan

    13 September 2009 pada 1:08 pm

    sekilas setelah membaca ini,saya baru sadar ini tulisan untk PB 09 nanti yah :D

    Balas
    • DV mengatakan

      13 September 2009 pada 1:08 pm

      Nah itulah salahnya membaca sekilas :)

      Balas
  18. Riris E mengatakan

    13 September 2009 pada 8:45 pm

    Suka dan ngerti dengan maksud tulisannya..karena aku pun lahir dari keluarga yg berbeda-beda agama.
    tapi panggah wae gak mudeng, Apa coba hubungannya menjaga kebinekaan dengan nyimpen photomu, cah bagus??

    Balas
  19. Eka Situmorang - Sir mengatakan

    14 September 2009 pada 1:51 am

    yg penting saiki ra ancur tho?
    Out put sing saiki sing penting mas :D
    hehehehe

    Balas
  20. ezri mengatakan

    14 September 2009 pada 5:53 am

    perbedaan itu wajar, tapi kadang perbedaan itu tidak enak. saya sempat beberapa tahun berbeda agama dgn suami saya. tetapi selama itu juga suami saya tidak bisa mengambil komuni, kasihan kan?…hehehe. Tapi saya setuju perbedaan itu emang indah.

    Balas
  21. igna mengatakan

    14 September 2009 pada 9:47 pm

    “Klepon 15/09/09
    Ada yg belagu! Mau get off tp pintu bus belakang macet, disuruh via depan marah2 ke sopir. Blom pernah dikerjain banci BI Jogja tuh cowok :) (about 17 hours ago)”
    Don, iku tulisanmu dhewe nggone klepon tanggal 15/09/09…. aku dadi mikir2… sing mbok maksudke banci BI Jogja iku sopo yo ? kowe po ? xixixi

    Balas
  22. Ria mengatakan

    15 September 2009 pada 10:42 am

    hahahaha…no thanks ya mas untuk majang mu d HP atau notebookku merusak suasana…huhehehehe…
    tapiiii
    ajakanmu untuk berbeda tapi satu aku mendukung sangat amat mendukung !!! setiap orang sama kok kalaupun berbeda agama atau keyakinan itu hanya bajunya aja ^^
    nice posting…really nice..
    selamat lebaran buat si mbah dan papamu ya mas :)

    Balas
  23. vizon mengatakan

    20 September 2009 pada 9:58 am

    Donny… I do proud of you…
    Sungguh, inilah yang diharapkan dari dialog antar agama selama ini, bahwa perbedaan itu untuk disyukuri bukan diingkari…
    Jujur, sesungguhnya yang mempermasalahkan perbedaan agama itu hanyalah sekelompok orang yang katanya berpendidikan. Mereka hanya menyimpulkan berdasarkan teori belaka, tanpa melihat kenyataan yang sesungguhnya di tengah masyarakat.
    Masyarakat kita, sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Di Kweni, ada banyak keluarga yang terdiri dari pemeluk agama berbeda, tapi hidupnya amatlah sangat damai.
    Nice posting Bro… Sebagai penghargaan atas tulisanmu ini, maka dengan penuh kebanggaan, kan ku unduh fotomu itu… I mean it!

    Balas
  24. AA Kunto A mengatakan

    28 Oktober 2009 pada 5:35 pm

    Hehe,
    aku punya foto yg lebih bagus Don, jauh lebih ganteng daripada yg mejeng di fotomu. fotoku lebih pantas disebarluaskan karena aku sama beruntungnya denganmu, lahir dari keluarga beda agama. hasilnya sekarang? aku bertanya kenapa aku beragama.
    Salam buat istri dan jagoan kecil di kandungan istrimu ya Thuk…

    Balas
  25. Venesia mengatakan

    21 Juni 2010 pada 2:35 am

    LIKE THIS SO MUCH Don!!! Thanks for share… :)
    Kalo boleh sich, tolong tanyakeun resep dapet restu nikah beda agama dari ortumu donk Don… Send via pm… hehehehe… :D

    Balas
  26. Tongkonan mengatakan

    21 September 2010 pada 5:45 am

    Perbedaan lah yg membuat hidup ini berwarna. Jadi, mereka yg mempermasalahkan perbedaan adalah orang2 yg tidak suka dgn keindahan.

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT