Apa yang kujalani dan kudapatkan hari ini membuatku merasa perlu untuk mengingatkan beberapa hal yang dulu dan kemarin lalu pernah terjadi.
September 1996
Aku memilih untuk mendaftarkan diri ke Jurusan Teknik Informatika Universitas Kristen Duta Wacana setelah lulus SMA.
Keberadaan kampus itu belumlah setenar seperti sekarang karena kata orang-orang kampus itu hanya bagus untuk urusan teologia dan tidak selebihnya.
Aku yang lulusan SMA De Britto, SMA swasta Katolik ternama di Yogyakarta, mendapatkan begitu banyak olok-olok serta keberatan dari teman-teman dekatku perihal rencanaku untuk masuk ke kampus yang kata teman-temanku “ecek-ecek” itu.
Tapi bagaimana lagi, keputusanku sudah bulat, meski kebulatannya bukan karena bulat tekadku tapi justru karena aku tak punya orientasi kuliah yang jelas karena prestasiku di De Britto yang pas-pasan sehingga ketimbang mendaftar di kampus-kampus ternama dengan beban studi yang nantinya berat dan membayangkannya pun aku sudah malas, mendingan kuliah di Duta Wacana dengan beban studi yang “kukira” waktu itu akan mulus dan ringan begitu saja.
Oh ya, satu hal lagi yang menjadi “sesuatu” yang layak kukenang adalah meski aku memutuskan untuk mengambil jurusan Teknik Informatika tapi hingga detik aku diterima, tak sekalipun aku senang dan suka pada komputer dan tetek bengeknya yang akan menjadi pusat perhatianku sejak saat itu dan jadi obyek mata pencaharianku hingga saat ini.
September 1999
Kuliah yang kujalani hingga tiga tahun sebelumnya harus berakhir bukan karena kelulusan.
Keadaan ekonomi keluargaku yang jumpalitan membuatku harus berpikir sekian kali untuk melanjutkan kuliah atau “menunda” terlebih dahulu.
Sementara aku yang semula terpaksa akhirnya mulai senang bekerja dan lebih tidak mencintai kelas dan perkuliahan. Di tempat kerja aku mendapat uang, sahabat, musuh dan pengalaman tapi di kelas aku hanya mendapat percakapan dan superioritas dosen yang menurutku adalah raja teori yang sangat berpengalaman dan jago dalam membolak-balikkan buku tapi tidak dalam hal lain.
Aku bekerja sebagai operator warnet dan teramat sangat menikmati pekerjaan itu beserta hasilnya meski tak bisa dibilang besar untuk ukuran saat itu.
Februari 2000
Berdirilah “mimpi yang menjadi realita” itu di atas bahu kami berlima, Citraweb Nusa InfoMedia hingga saat ini.
Sementara beberapa teman-teman seangkatanku terdengar mulai membuat tugas akhir tapi aku tak bergeming.
Bagiku, tugas akhir adalah mimpi terakhir mereka sebelum terlelap dalam kesulitan mencari pekerjaan sementara aku, aku mulai membangun sesuatu untuk menampung mereka bekerja. Arogan? I really am :)
Juli 2003
Seorang rekan sekampus yang kebetulan berhubungan denganku melalui internet memberitahukan hal kepadaku bahwa aku dipanggil oleh pejabat kampus untuk membicarakan kelanjutan studiku. Dalam kabar itu aku mendapatkan info bahwa karena prestasiku yang bagus selama di dunia kerja didengar olehnya, aku tak perlu kuliah tapi dimintanya aku untuk menghadap, membicarakan yang terbaik maupun yang terburuk untuk studiku.
Aku tak menanggapi terlalu serius undangan itu karena menurutku, pejabat itu terlalu berbasa-basi kepadaku.
Aku lebih memilih “Katakan DO kalau mau men-DO!” atau “Katakan lulus meski tanpa kuliah, karena aku benci untuk mendengar percakapan dosen-mahasiswa di ruangan kelas!”. Tidak slintat-slintut seperti itu.
1 Januari 2006
Di depan calon mertuaku aku berjanji untuk melanjutkan dan meluluskan kuliahku hingga beberapa saat tak lama ke depannya.
Juni 2006
Dengan langkah yang kutegar-tegarkan aku datangi kampusku yang sekarang telah menjelma menjadi kampus idaman para calon manusia-manusia IT terkemuka.
Duta Wacana! Sepuluh tahun yang lampau kuingat betul, di tapak jalanan yang kulalui sekarang ini, aku mendaftarkan diri untuk menjadi mahasiswa.
Dan kini, aku menapak sekali lagi untuk mohon undur diri. Berdasarkan pemikiran strategiku, lebih baik bagiku mengundurkan diri dari Duta Wacana untuk melanjutkan di kampus lain yang sekiranya lebih “mudah” dan lebih “cepat” bagiku mencapai gelar kesarjanaan namun tetap dalam tataran legal.
Aku pandangi perpustakaan, per-biro-an, ruangan-ruangan dan sudut kelas… aku mohon pamit pada setiap dinding dimana kenangan manis-pahit 10 tahun yang lampau terpantulkan di sana.
Tahu bagaimaa ekspresiku ketika aku akhirnya menandatangani surat pengunduran diri itu ?
Ada sebulir airmata yang tak sempat menetes di pelupuk. Pada petugas biro yang masih saja mengenali wajahku aku berkata “Saya pamit, Pak. Saya mengaku kalah (dalam pertempuran) kali ini”. Ya, aku telah kalah telak!
September 2006
Aku tergabung sebagai mahasiswa baru transfer-studi di STMIK AKAKOM Yogyakarta.
Dan seperti yang sudah menjadi prinsipku sejak di Duta Wacana dulu, aku tak sudi untuk ikut acara-acara mospek dan plonco-ploncoan karena bagiku sehalus-halusnya pembahasaan/pengistilahan terhadap kegiatan itu, tetaplah bagiku itu suatu acara intimidasi terhadap kemanusiaan, dan aku melawan!
Setiap harinya sejak saat itu aku rela untuk duduk di kelas bersama adik-adik mahasiswa/i yang mungkin sepuluh tahun sebelumnya adalah anak-anak mungil nan lucu yang tahunya hanya nonton tivi, makan malam, cuci kaki dan bobo.
Lari-larian antar-ruang mengejar jam kuliah yang tetap tak pernah mau kompromi, beradu cepat dengan mobil-motor dari kantor-kampus dan kampus ke kantor.
Menapak-napak anak tangga dari laboratorium yang satu ke laboratorium yang satunya, berkenalan baik dengan petugas satpam serta mas-mas fotokopi.
Aku pun mulai kerasan disitu.
28 Agustus 2007
Sepagian aku berjajar antri di depan ruang Bu Kepala Jurusan (Kajur) bersama teman-teman yang, ah… meski setahun aku kuliah tetap saja aku tak ingin mengenal baik banyak dari mereka. Setengah jam berlalu, pikiranku makin gerundelan tak keruan. Urusan mengejar ijin untuk memulai skripsi memang harus kuraih demi semakin cepatnya kelulusanku dari sini. Sementara Citra sudah tak sabar menelpon dan mengirimkan sms karena hari ini aku telah berjanji untuk menyerahkan uang pembayaran krs semester ganjilnya.
Lima belas menit kemudian Bu Kajur keluar ruangan dengan dinginnya. Tiada senyum tiada sapaan meski lewat mata sekalipun. Ia ngeloyor pergi setelah mengunci rapat pintunya. Ya… seperti biasanya, ia tak mau ditemui, sibuk barangkali.
Harapan untuk memulai skripsi seperti akan kandas hingga disitu karena ini adalah hari pertama dan terakhir untuk mendaftarkan diri sebagai mahasiswa skripsi.
Persendianku lemas, terbayang sosok banyak orang yang begitu berharap aku bisa lulus secepatnya…
Gontai kumelangkah ke Bagian Pengajaran. Tujuanku tak lain mengembalikan buku panduan akademik yang habis kubaca semalam.
Hingga di sana, secara tak disengaja aku mendapatkan informasi bahwa nilai beberapa mata kuliah yang semula jadi penghalangku untuk mengambil skripsi semester ini, telah keluar dan muncul di Kartu Hasil Studi.
Segera kucheck kebenaran berita yang mungkin tak benar itu. Dan… Aha! Benar saja, memang telah muncul disana sebagai pertanda aku bisa mengambil skripsi tanpa harus mengantri memelas mengharap tanda tangan persetujuan bu kajur sekalipun !!!
Senangku bukan kepalang!!!
Tanpa ba-bi-bu aku berterimakasih pada para petugas di Bagian Pengajaran yang mungkin tak mengerti kenapa aku harus berterimakasih untuk satu hal yang pantas aku dapatkan itu…lalu berlalu pergi.
Tak lama telepon berdering, Citra memanggil “Mas, kapan uangnya?”
“Iya-iya… Hari ini! Sekarang ini aku ke ATM lalu ke kampusmu.”
Segera aku pergi dengan gembira ke ATM, menarik beberapa lembar ratusan ribuan dan melanjutkan hari.
Bertemu dengan Citra berarti mendatangi kampusnya.
Dengan langkah yang tegar dan tegap hati, aku beringsut masuk ke parkir-area Universitas Kristen Duta Wacana.
Kampus yang sepuluh tahun lalu aku tapaki dengan gagah berani meski sepuluh tahun kemudian aku tapaki kembali dengan kecil hati.
Hari ini setahun sesudah aku menyerah kalah, dari dalam hati dan pandangan ke seantero dinding perpustakaan, ruang kelas, atrium dan per-biro-an, aku katakan terimakasih karena meski aku tak dapat mengakhiri studi secara mulus disitu, tapi setidaknya aku memulai semuanya dari situ.
Kuserahkan uang kepada Citra yang telah menanti di Atrium bersama teman-temannya.
“Cit, aku skripsi!”
“Wah, seneng dong!”
“Hehehe iya. Kamu lagi ngapain?”
“Nunggu kamu sambil nongkrong bareng temen-temen di atrium.. tuh di dalam sana”
Aku melongok ke dalam dan say hi ke beberapa teman dekat Citra yang aku kenal.
“Ya udah ya aku pulang dulu. Aku kalau inget ruangan-ruangan itu jadi inget temen-temen seangkatanku dulu, Cit. Sedih aku…”
“Buat apa sedih, kamu kan sudah skripsi!”
Ya, buat apa aku sedih karena katakanlah gedung-gedung dan ruangan-ruangan itu memiliki roh, mereka pasti akan menyeringai bangga kepadaku.
Dan saat itu kurasakan gedung-gedung itu menjulurkan tangannya menjabatiku.
Ya, selamat Donny! Selamat berjuang untuk perjuangan yang hampir selesai!
Tulisan ini adalah salinan dari blog saya yang ada di friendster. Pernah dimuat di sana pada tanggal 28 Agustus 2007
perjalanan adalah proses, dan proses itu yang akan mengantarkan pada mimpi dan harapan.
Don, aku sekarang lagi perth. istriku lagi mau wisuda.