Ketika sedang bingung memaknai Paskah tahun ini dengan ?sesuatu?, Sang Ide menghampiriku pada sebuah sore yang kunikmati di rumah sepulang kerja.
Melalui siaran sebuah stasiun televisi di Tanah Air yang kutangkap pada jaringan parabola, aku menyaksikan sebuah kondisi yang membuat sore itu berjalan beda dari yang biasanya.
Seorang anak, Siti namanya, tinggal di Jawa Barat dan usianya belumlah genap 10 tahun. Setiap sepulang sekolah hingga menjelang sore, ia tak bisa bersantai seperti yang lain. Dua ember besar berisi bungkusan bakso dan mangkuk menanti olehnya dijual berkeliling desa demi mendapatkan uang untuk diberikan kepada Ibunya.
Hatiku miris!
Awalnya aku tak bisa tidak mengutuk pemerintah yang begitu lalai dalam memfasilitasi warganya kehidupan yang layak. Tapi hal itu ternyata tak menyelesaikan kegelisahanku; membuatku makin antipati pada pemerintah sih iya, tapi apalah gunanya.
“Hidup memang terkadang tak menyisakan banyak pilihan.”
Lebih berarti bagiku mengagumi Siti.
Bagiku Siti adalah sosok yang begitu perkasa karena ia mau berkorban.
Ia mau mengorbankan impiannya untuk menjadi seorang anak yang seperti ia lihat di sinetron-sinetron yang kerap ia curi lihat dari televisi tetangganya tentang gambaran sepulang sekolah lantas les renang atau musik; atau bobo siang ditemani Mama di kamar ber-AC?
Berjualan bakso bagi Siti adalah keharusan karena kalau tidak, orang tuanya akan tak terbantu apalagi untuk menyekolahkannya.
Hidup memang terkadang tak menyisakan banyak pilihan.
Jadi, meskipun harus berjualan bakso di tengah terik mentari maupun deraan hujan, harus menanggung malu (pada awalnya) karena diledek sebagai tukang jual bakso oleh kawan-kawannya, harus merasakan keletihan yang luar biasa, Siti hanya berpikir itulah peran yang harus dijalankan karena hidup adalah titah dari Sang Empunya Hidup apapun wujud dan rupanya. Tak lebih.
Mungkin ini terkesan terlalu ekstrim tapi ada baiknya kita berkaca pada Siti.
Ada berapa banyak dari kita yang terkendala untuk maju hanya karena kita tak mau menghadapi kenyataan yang tak selamanya seindah dongeng itu.
Kita lebih banyak memilih hidup di awang-awang, atau malah sebaliknya, hidup yang terlalu terpatok pada tujuan-tujuan duniawi sehingga untuk itu tak jarang kita menghalalkan segala macam usaha termasuk yang tak manusiawi, korupsi misalnya.
Lalu yang terakhir, yang sayangnya membuatku semakin yakin bahwa kita memang harus belajar banyak dari Siti yaitu inisiatif untuk mau berkorban dan menjalani pengorbanan itu dengan sukarela.
Siti. Dari namanya, jelas ia bukan Kristiani.
Namun justru melalui dirinya, aku menemukan keping kisah yang mengingatkanku pada Yesus yang 2000 tahun silam pun memilih untuk mau berkorban; sengsara dan menderita hingga mati demi kita.
Selamat merayakan misteri Paskah, Tuhan Yesus memberkati kita semua!
Selamat hari Paskah mas Donny, semoga kita semua diberikan kekuatan menjalani lakon dalam hidup ini.
Makasih, Bli :)
Hambok pisan-pisan paskahan no Klaten to, Mbah..
wes tau hehehe
cerita yang menarik Don… selamat paskah Bro… salam buat keluarga… semoga tidak makin banyak siti siti di negara ini.. biarkan anak-anak menikmati dunianya yaitu bermain dan belajar.
Selamat memperingati Paskah. Semoga semangat pengorbana-Nya menjadi semangat kita juga untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan dan sesama.
selamat hari paskah mas…
Ndherek mangayubagya Kemis Pethak, Jumat Ageng tuwin Ngaturaken Sugeng Paskah dhumateng Kangmas Donny sak kulawangsa, Mugi Gusti paring kesaenan dhumateng kita sedaya, Amien…!
Selamat Paskah juga Don…