Siapkah kita untuk kecewa terhadap Jokowi?

20 Mar 2014 | Cetusan, Indonesia

Beberapa hari yang lalu aku mendapat undangan untuk mengikuti PEMILU Indonesia yang akan diadakan pada hari sabtu dua minggu yang akan datang dan Pemilu kali ini sepertinya aku akan datang dan nyoblos.

Kalau dulu aku selalu memaksakan diri ikut Pemilu dengan alasan supaya PKS tak menang (jangan protes, ini alasan pribadi) kali ini aku mendapat alasan baru untuk mendatangi TPS yang letaknya di Parramatta itu yaitu supaya Pemilu caleg dimenangkan single majority dan waktu pilpres nanti juga cukup berlangsung satu putaran supaya uang yang seharusnya dialokasikan untuk putaran kedua Pemilu bisa digunakan dan dimanfaatkan untuk hal baik yang lain selain korupsi (karena korupsi itu tidak baik, bukan?)

Jadi, ya jelas aku milih PDIP dan Jokowi! Siapa lagi? :)

Aku memilih PDIP sebenarnya bukan karena Jokowi dan memilih Jokowi bukan pula karena PDIP

Aku memilih PDIP sebenarnya bukan karena Jokowi dan memilih Jokowi bukan pula karena PDIP.?Ini lebih ke alasan historis yang agak ‘kubuat-buat’ tapi kubiarkan begitu saja karena tak ada yang perlu diubah: alm. Papaku dulu adalah kader dan pengurus PDIP di Klaten sana.

Sedangkan alasanku memilih Jokowi adalah karena menurutku dibandingkan capres lainnya ia adalah yang paling banyak dicitrakan positif oleh media sebagai sosok yang lurus dan mau bekerja keras serta ini barangkali yang paling penting… media hingga tulisan ini ditulis tak berhasil memuat sisi gelap Jokowi di masa silam.

Emang kamu nggak percaya kalau Jokowi benar-benar kerja keras dan lurus?
Percaya! Tapi kepercayaanku sejauh ini baru sebatas “seperti yang diberitakan banyak media…”

Memang kamu tahu Jokowi punya masa lalu yang gelap?
Aku tak tahu dan sekali lagi, kepercayaanku kepada Jokowi bahwa ia tak punya masa lalu yang gelap adalah baru sebatas “seperti yang diberitakan banyak media…”

Lalu kenapa aku menuliskan itu seolah-olah ia tak lurus dan punya sisi gelap?
Ini adalah salah satu upayaku untuk tetap waras menjadi manusia dan tidak gelap mata tenggelam dalam euforia ‘Jokowi’ ini.

Banyak dari kita hari-hari ini larut dalam euforia Jokowi.
Ok, tak semuanya dari yang larut itu benar-benar larut sih… ada yang dibayar untuk nge-buzz di social media terkait dengan euforia ini.. itu adalah pengecualian.

Yang paling kutakutkan dari euforia adalah semakin lama kita berada dalam putaran arusnya, semakin sulit kita untuk berpikir dan kembali pada obyektivitas hidup. Begitu pula dengan euforia Jokowi ini. Kita terlalu melambung-lambungkan namanya seolah ia adalah satria piningit yang sebenarnya, seolah ia adalah orang yang mampu menyelesaikan persoalan yang tak bisa diselesaikan pendahulunya?

Bagaimana kalau ternyata nanti Jokowi juga tak mampu menyelesaikan persoalan demi persoalan bangsa?

Bagaimana kalau Jokowi ternyata (meminjam istilah kawan dekat saya) ‘sebelas-dua belas’ dengan SBY?

Dan ketika hal itu terjadi, hal yang paling susah dicari dari gerombolan pendukung euforia itu sebenarnya adalah rasa kecewa itu sendiri. Orang yang terlalu lama larut dalam euforia adalah orang yang susah untuk mengakui bahwa dirinya sedang dilanda kecewa. Orang yang seperti ini cenderung akan terus menenggelamkan diri dalam keterbiusan bahwa Jokowi mampu… Jokowi mampu… Kalau tak segera bangun dan menemukan diri bahwa dirinya memang dikecewakan, rasa-rasanya pengultusan individu terhadap sosok Jokowi akan dengan mudah terjadi.

Di sisi lain, ada juga orang yang gampang kecewa. Kalau hal yang ditakutkan terjadi pada Jokowi, orang-orang yang seperti ini akan dengan mudah pindah haluan. Mereka akan mencari sosok yang lebih fenomenal lagi pada masanya nanti. Mari kita sebut orang yang seperti ini sebagai kaum oportunis, kaum yang terlalu mudah move on dan seorang trend follower.

Wah, kalau gitu mending nggak usah milih aja ya?
Lho, ya jangan apatis begitu.

Justru di sini tantangannya. Bangsa dan negara kalian itu butuh dibikin maju salah satunya melalui pengambilan keputusan untuk menentukan pemerintahan dan fungsi legislatif yang lebih bagus ke depannya dan itu harus melalui Pemilu.
Kita memang seperti meniti pada balok yang tipis… harus khidmat, penuh perhitungan dan yakin bahwa yang ada di depan itu adalah kebaikan maka mari kita bergerak maju.

Jadi mari kita lanjutkan mengelu-elukan Jokowi karena memang ia memberikan harapan. Hanya saja, ketika hati sudah penuh dengan kegembiraan kemenangannya (kuanggap ia tak mungkin kalah soalnya) tetap sisakan sebuah rongga dalam hati dan kita namai itu logika. Ya, hati yang berlogika!

Sebarluaskan!

16 Komentar

  1. Pileg aku belum pernah ikut, pilpres baru nyoblos pemilu kemarin. Aku milih SBY. Kecewa? Enggak. Karena aku masih punya logika.

    Pemilu tahun ini, kayaknya kebalikan. Aku ikut pileg nya. Kenapa? Pak Lik ku nyaleg! #hajingan

    Balas
    • ada baiknya kita saling hormat menghormati satu sama lain.dan mari kita tetap bergandeng tangan walau di dalam perbedaan , hitam putih itu tidak baik ,berwarna itu indah .mari sama2 kita dukung capres &cawapres yg sedang bertarung . menyampaikan program itu lebih baik dari pada mencari sisi negatif keduanya.dan mari kita sama2 berdoa semoga allah memberi kita pemimpin terbaik kepada indonesia hingga kita semua hidup aman damai sejahtera & BAROKAH amiiin

      Balas
  2. Pragmatisme berpolitik bukan cuma hak politikus, rakyat juga berhak pragmatis.

    Balas
    • Ya politikus kan juga dari rakyat, wajar kalo pragmatis ya? :)

      Balas
  3. Tulisan yg rasionalis hihi

    Balas
    • Thanks!

      Balas
  4. kemungkinan kecewa itu pasti ada, karena saat jadi presiden, seseorang harus memilih dan memilah mana kepentingan yang akan diperjuangkan dan dijalankan, mana yang harus ditunda, mana yang tidak dijalankan sama sekali. siapapun itu orangnya yang menjadi presiden.

    sehingga, Mas Donny benar, siapapun yang jadi presiden kita jangan sampai kehilangan logika untuk menilai dan menimbang apa yang telah presiden itu lakukan. jangan sampai benci membabi buta, atau memuja seperti dewa. dia juga manusia.

    yang terpenting adalah, apakah kekecewaan kita itu bisa terobati dengan kebahagiaan dan kepuasan lain yang telah dijalankan oleh si presiden, atau malah soyo nggerus?

    Balas
    • Super sekali, Bung Iwan!
      Makanya perlu ada presiden yang bisa bikin album baik itu album musik maupun album video clip liburan ke maldaif.. :)

      Balas
  5. tahun ini lagi-lagi absen nyoblos karena males mudik cuma buat nyoblos doang.
    coba kalo nyoblosnya bisa online, saya mungkin milih pak de jokowi huehehe

    menarik ulasannya mas. emang media selama ini kerjaannya cuma nyeritain yg positif-positif dan belum bisa menemukan sisi gelap jokowi yang dulu-dulu. padahal om jokowi blom kelar nyelesain kerjaannya baik itu di solo maupun di jakarta skg.
    ah mbohlah.. ora ngurus..
    wkwkwk

    Balas
    • Nyoblos online? Wah ide yang keren ;)

      Balas
  6. Mas Donny sepertinya percaya sekali dg apa saja yg diberitakan media. Yakin Mas? Hehehe. Saya pribadi justru ilfil sama Jokowi krn beliau nyapres padahal baru menjabat sbg gubernur DKI Jakarta seumur jagung. Bakal banyak tugas belum rampung yg beliau tinggalkan, kepercayaan para pemilihnya dulu yg spt dikhianati, dan janji2 kampanye yg belum tuntas ditepati! So.. saya ngga akan coblos PDIP ataupun Jokowi.

    Balas
    • Saya bukannya percaya sekali dengan apa yang diberitakan media. Saya cuma mencoba obyektif dan manusiawi bahwa saya percaya ketika melihat ia melakukan hal-hal kebaikan lewat media. Menurutku, kamu tidak percaya bersumber pada apa yang tidak kamu lihat dan dengar (yang menurutku hanya berasal dari media) itu justru tidak obyektif dan … kita semua manusia kan? :)

      Balas
  7. Can’t be more agree buat tulisan Bro Donny Verdian. Einstein dulu pernah bilang begini: “Equations are more important to me, because politics is for the present, but an equation is something for eternity.” – Albert Einstein

    Balas
    • Quotation yang keren, Bro Charlie! Jadi tanggal 5 nyoblos di kedutaan/konsul di NZ? :)

      Balas
  8. saya mah siap-siap aja, tidak ada yang pasti di dunia ini termasuk (apalagi) politikus :)

    Balas
    • Yup.. hidup ini penuh tikungan yang kita tak pernah tahu apa yang ada di balik sana… :)

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.