Wong lugu keblenggu, wong mulya dikunjara, sing curang garang, sing jujur kojur. – Serat Jongko Joyoboyo oleh R. Ng. Ranggawarsita (1802 – 1873)
Kenapa kita harus terkaget-kaget dengan berita pengusiran Bu Siami dan keluarganya dari kampung Gadel, Surabaya setelah ia mencoba melawan ketidakjujuran? Bukankah kita akan bertindak sama saja seperti mereka, para warga kampung itu, seandainya anak kita tak sepandai Alif, anak Siami, padahal kita tetap ingin anak kita lulus Ujian Nasional (UNAS)?
Atau jangan-jangan kita sedang ber-ramai-ramai mencoba menjadikan sosok Siami dan Alif, anaknya, sebagai topeng sekaligus tameng bahwa sebenarnya kita masih punya nurani?
Jadi, saranku, sebelum berkoar tentang ‘Mari kita membela kejujuran!’ atau ‘Mari kita bela Siami, pahlawan kejujuran!’ ada baiknya kita berkaca pada diri sendiri dulu.. Sudah sejujur apakah kita?
- Sudahkah kita mau menempuh jalur yang benar untuk mendapatkan SIM atau mengurus surat tanah tanpa ‘nyogok’ aparat?
- Sudahkah semua software yang kita pakai, film yang kita tonton dan musik yang kita dengarkan bukan hasil bajakan?
- Sudahkah kita berani tutup mata terhadap hasil laporan praktikum teman dan membiarkan otak kita membuat laporan versi kita sendiri?
- Sudahkah kita berani untuk tidak menyontek skripsi orang lain?
- Sudahkah kita berani terus terang melaporkan pada kantor pajak berapa pajak yang seharusnya kita bayar kepada pemerintah?
- Sudahkah kita benar-benar bekerja pada jam-jam dimana seharusnya kita digaji untuk bekerja?
- Sudahkah kita memilih jalan resmi untuk mengurus pelanggaran lalu lintas kita dan bukannya memilih jalan ‘damai’ dengan oknum keparat?
Kalau ada yang berani menjawab “sudah” untuk semuanya, teruskanlah demo dan koar-koarmu, tapi kalau ada yang “belum” satu di antara tujuh kriteria itu, bergabunglah bersamaku untuk diam dan mendoakan supaya setidaknya kita dimampukan Tuhan untuk jujur terhadap diri sendiri dan lingkungan terdekat dahulu… Kalau sudah, barulah minta lagi padaNya supaya kita diberi kekuatan dan ketegaran seperti seorang Siami yang dengan gagah perkasa berani melawan ketidakjujuran.
Kredit foto dan berita tentang Bu Siami bisa disimak di sini.
david mengatakan
dadi kelingan biyen nek ndelok nomer enem…
DV mengatakan
maksudmu?
lantip mengatakan
nomer 2. saya masih petani. hihi
DV mengatakan
sama, Mas Roni.. tos
sibair mengatakan
singkat padat dan #jleb saya belum skripsi jadi belum berani nyontek.. heheh intinya jangan berkoar-koar sebelum kita benar kan? tapi bu siami ini trigger dari awal meleknya sebuah kejujuran di negri nun ajaib ini :D
DV mengatakan
ya dan semoga jadi trigger bagi kita untuk jujur juga, Sob :)
ryosaeba mengatakan
All that is necessary for the triumph of evil is that good men do nothing. ~ Edmund Burke
DV mengatakan
are u good man? i’m still strugling to be a good man :)
jarwadi mengatakan
j l e b
DV mengatakan
b e l j
@zizydmk mengatakan
Tak semua orang berani jujur bila orang lain tahu dia tidak jujur…..
Sebab menunjuk orang lain memang lebih mudah daripada menunjuk diri sendiri, Don.
DV mengatakan
yak’ tul!
Ronsen mengatakan
sejak kapan nolong orang pakai syarat dulu?
DV mengatakan
sapa yg bilang pake syarat? sapa yg mau nolong dan sapa yang ketolong?
Ronsen mengatakan
aku salah ternyata, seharusnya jika ingin meneriakkan kejujuran harus jujur dulu. begitu kan yah inti dari tulisan ini?
kalau gitu mari kita kembali lihat sosok ibu siami ini. yakin kalo dia juga lolos dari poin2 yg kau bikin di atas? sudah yakin kalau ibu ini juga termasuk orang yg jujur? aku yakin ibu ini juga bukan termasuk orang yg jujur 100% masih ada bolong-bolongnya. dan seharusnya ibu ini tidak perlu melaporkan kecurangan yg terjadi di sekolahnya, tetapi tetap diam cukup dengan berdoa saja kepada tuhan dan biarkan tuhan yg membuka semua kecurangan yg terjadi.
DV mengatakan
Hehe, maaf, anda lagi-lagi kurang tepat…
Inti tulisan ini adalah, jangan jadi follower dari seorang pejuang kejujuran dengan mendompleng popularitas si pejuang dan meninggalkan kekurangan kita.
Mungkin tulisanku yang kurang bagus sehingga susah Anda cerna :)
Ronsen mengatakan
Benar sekali, tulisan ini sempit memandang kejujuran. Lagian judul entri adalah Siami bukan “Pengikut Siami”. Kalau judul dan isi sama mungkin bisa menghindari debat kusir. :-)
DV mengatakan
Tak mengapa… lagipula saya menulis bukan untuk diperdebatkan :) Saya menulis untuk diri saya sendiri. That’s it :)
Sungkowoastro mengatakan
Karakter Siami dan Alif, anaknya, tentu masih menjadi “kerinduan” bagi diriku, Om.
Salam kekerabatan.
DV mengatakan
mari kita implementasikan, Pak ;)
monda mengatakan
momok ujian nasional yang jadi pemicunya, jadiiii….
DV mengatakan
betul sekali.. mempengaruhi mentalitas!
telorceplok mengatakan
he eh… gag abis pikir *sambil geleng-geleng*
ini namanya membangun kebodohan secara nasional…. sok pinter yag gw….??
DV mengatakan
kan loe emang pinter :)
wibisono mengatakan
aku punya solusinya di postingan terakhirku :D
hihiii
salam hangat tanpa hoax :D
DV mengatakan
woh, terakhir.. emang mau kmana? :)
niQue mengatakan
Makasih mas Donny
untung saya blom ikutan demo
wong dari 7poin di atas, belum semua jawaban saya SUDAH :(
1. ngambil SIM nya nembak
2. *mingkem*
3. sudah, ga suka nyontek, malah jadi tempat nyontek temen2, dan ga berani nolak waktu sekolah dulu :(
4. ga lulus kuliah, jadi ga bikin skripsi aku mas :(
5. selalu bayar pajak on time, jadi ga perlu bilang yang blom dilaporin
6. sekarang ga digaji orang lagi mas :D
7. wani tenan aku nek sing iki mas … sampai kehilangan sim gara2 ga tau dibawa polisinya kemana, karena saya ga mau damai :D
tapi karena no.2 saya masih mingkem, b erarti ga boleh demo? ya wis, gpp, aku doain bu siami aja,ga punya tenaga juga sih buat demo hehehe
DV mengatakan
sama kok Mbak.. saya masih “belum” banyak banget juga hahahaha…
niQue mengatakan
eh karena 1&2 ding … doh keliwat tuh yg plg penting malah :(
ren mengatakan
siapa yg merasa paling jujur, silakan melempar batu pertama..
*nyontek dari.. u know where…*
teteeeuuppp.. nyontek juga kan …….. :D
DV mengatakan
hahaha.. nyontek Yesus ga ada salahnya ;)
imadewira mengatakan
Iya mas Donny, saya setuju langkah anda. Dalam menanggapi hal seperti ini kita tidak bisa grasa-grusu dan ikut-ikutan arus di media. Diantara 7 kriteria yang anda tulis diatas, saya dengan “jujur” menjawab ada yang BELUM, bahkan sebagian besarnya. Ya walaupun jawaban BELUM itu tentu ada alasannya.
DV mengatakan
Sip, Bli!
Kaget mengatakan
Bisa, dengan satu syarat bahwa point 5 dan 7 dihapus. Terus terang itu membuat berat karena pajak juga ngga semua dicurahkan yang akhirnya membuat hati tak ikhlas untuk membayar :P
Soal jujur dan polos, anak kecil usia 5 tahun pun sudah pinter dan dibiasakan tak jujur. Contoh kecil saya sudah pernah bahas dulu dan kita tetap berkoar hanya demi sebuah nama, atau hanya memanfaatkan event untuk ketenaran? Dunia sudah terbalik dan serat Joyoboyo membuat saya ‘melek’ :(
DV mengatakan
hehehe jadi melebihi coffee ya kasiat bikin meleknya :)
edratna mengatakan
Hehehe…aku berani menjawab sudah untuk semua pertanyaanmu.
SIM…asli, walau akhirnya tetap tak berani nyopir, tapi saya belajar, ujian dan lulus.
Beli tanah? Jelas dong harus diurus sendiri, ngecek buku tanah, cek di Pemda DKI apa ada jalur hijau yang bakal melewati tanah kita….kalau yang ini memang harus dicek sendiri agar tak tertipu, dan hal yang biasa dikerjakan jika pernah menjadi seorang account officer.
Pajak? Lha pajaknya kan sudah dipotong saat bekerja…bahkan saat awal pensiun saya harus menyetor kekurangannya, karena pajak pensiunan 5% sedang saat masih menjadi pegawai dibebani 35%…karena pensiun awal Nopember, ada kekurangan pemotongan untuk dua bulan, karena dibuat annualisasi.
Nyontek? Saya tak kenal kata ini…kalau ujian selalu duduk di depan….dan tak peduli diomeli orang….
Apalagi bikin skripsi, karena tugas akhir saya berdasar penelitian dilapangan, yang masing-masing orang berbeda, ada data statistik untuk mengolah hasil uji lapangannya…jadi tak mungkin menyontek.
Hmm…saya juga mengajarkan pada anak-anak untuk selalu jujur, pada diri sendiri dan pada orang lain.
Sungkowoastro mengatakan
Unta Australia, ya Om? (kelakar lo).
pututik mengatakan
kalo hukum cuma jadi mainan
Tuti Nonka mengatakan
Don, aku barusan mencoba bikin SIM dengan cara jujur (SIMku sudah 10 tahun mati … haha!), dan ternyata aku nggak lulus ujian praktek! Padahal aku sudah 25 tahun nyetir … hiks! Ujiannya memang kebangetan : mundur belok 90 derajad, masuk garasi yang ajubile sempitnya, dengan satu kali gerakan (nggak boleh maju lagi, mundur lagi). Gilak. Di kehidupan nyata kan gak ada aturan kayak gitu. Parkir dengan beberapa kali gerakan ya boleh saja to … :(
DV mengatakan
Selamat, Bu… At least meski gagal, Bu Tuti berani jujur :)
DM mengatakan
1. Tentu
2. Sudah
3. Jelas (dalam versi lain tentunya, bukan laporan praktikum)
4. Iyalah
5. Pastinya
6. Ha? Are you nuts? Pada bukan jam kerja saja saya kerja.
7. Selalu!
DV mengatakan
Ya sudah, lekas bantu Siami!:)
fekhi mengatakan
untuk yang berhubungan dengan pemerintahan, gak bisa jujur euy… mau jujur malah dikerjain :D
pertanyaan yang lebih ke diri sendiri, misalnya skripsi, pratikum, lagu, kerjaan barulah aku mau jujur kacang ijo :)
Yoga mengatakan
Di hari Ibu Siami diantar pulang ke rumahnya, Surabaya macet mengalahkan Jakarta. Selain iring-iringan Ibu Siami ada bonek-bonek yang bergembira karen amalam itu ulang tahun Persebaya.
Di list yang kamu kasih di atas, cacatku di item nomor 2, masih ada film dan musik yg entah di down load dari mana. Tetap aku harus diam ya Don? Zip my lips.
antique sari mengatakan
Hanya point 7 yg masih aku langgar,itupun sekitar 5tahun ???? lalu krn aku males ngurus sidang buat ambil stnk ku karena lupa ??? bawa SIM,tapi aku juga ??? mau ribet demo….
dany mengatakan
saya blas pakdhe
meski begitu tetap coba menanamkan kejujuran ke generasi di bawah saya..
DV mengatakan
Jos! :)