• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Si miskin yang kaya

19 Juni 2010 22 Komentar

Kalian boleh menganggap aku orang gila kalau berani bilang bahwa kemiskinan itu terkadang hanya menyoal pola pikir.?Maksudku, ketika kalian berpikir bahwa kalian itu miskin, maka jadilah kamu merasa miskin meski uangmu meteran panjangnya. Sebaliknya, ketika kamu sebenarnya kekurangan tapi tak menjadikannya sebagai soal untuk tetap melanjutkan hidup dengan penuh syukur dan berbagi kepada sama, aku barangkali orang pertama yang akan berani bilang bahwa sejatinya kamu adalah orang kaya!
Banjir berita soal ‘Ariel-Luna-Cut Tari’ maupun maraknya sorotan media tentang rusuh pemilukada hingga tawuran antar mahasiswa tak membuatku kapok untuk tetap setia pada saluran parabola yang menyajikan siaran televisi tanah air di Australia.
Karena selain menjadi pengobat rindu Indonesia, ada beberapa acara yang tetap membawa ‘hawa positif’ seperti misalnya Minta Tolong yang disiarkan salah satu televisi swasta itu. Melaluinya, aku mendapatkan ‘pencerahan’ tentang banyak hal utamanya seperti yang kutulis di awal tulisan ini.
Seorang nenek renta yang hidup berkekurangan berkeliling kota untuk menjual stagen miliknya seharga 25 ribu demi ongkos beli susu cucu tersayangnya. Awalnya banyak orang menolak membeli karena secara logika, stagen bekas memang tak pantas dihargai hingga 25 ribu. Hingga sekitar tujuh jam berikutnya, nenek itupun menemukan pembeli stagennya.
Adalah ibu penjual kerupuk yang hendak pulang ke rumahnya. Karena kasihan, ia pun merelakan uang 20 ribu untuk dilego dengan stagen yang mungkin juga tak akan ia pakai. Si Nenek senangnya bukan kepalang, sementara si Ibu yang diberi uang karena telah mau jadi ‘juru selamat’ malah membagi-bagikan uang yang baru saja diperolehnya kepada sesama yang membutuhkan.
Bagiku, terlepas acara itu dibuat-buat atau memang aslinya demikian, peran si Ibu yang begitu peka meski ia hanyalah penjual kerupuk keliling yang uangnya juga tak cukup banyak adalah sejatinya juru selamat. Ia adalah si miskin yang kaya; seseorang yang bukannya tak mempedulikan diri dan keluarganya yang juga butuh uang, tapi lebih pada bagaimana ia mau mengaplikasikan semangat untuk berbagi kepada sesama dari kekurangannya, sebagai ungkapan syukur atas hidup yang memang ironisnya harus selalu dipandang sebagai sesuatu yang indah ini.
Selamat berakhir pekan!

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan Ditag dengan:minta tolong

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. Arham mengatakan

    19 Juni 2010 pada 3:20 am

    Seperti biasa, postingan akhir pekan yang inspiratif mas DV.. btw salut deh mas DV masih berlangganan parabola demi terus memantau berita dari tanah air :)
    Namun tentang si kaya dan si miskin, bagaimanapun seakan dua dunia yang ingin disatukan. Ada kalangan yang tidak sependapat, ada pula yang sependapat dengan mas DV. yang umumnya menjaga idealisme, hidup bukan soal materi sekalipun itu penting

    Balas
  2. AB5589YU mengatakan

    19 Juni 2010 pada 4:16 am

    postingan yang bagus (as usual), dari orang yang saya fikir sudah waras..

    Balas
  3. Dhie mengatakan

    19 Juni 2010 pada 6:14 am

    Wow!! again inspiring story!! ^^
    ketika kalian berpikir bahwa kalian itu miskin, maka jadilah kamu merasa miskin –>>> wah betul bgt negh, you are what you think.

    Balas
  4. Dewa Bantal mengatakan

    19 Juni 2010 pada 7:22 am

    Miskin materi tetapi kaya hatinya… Ya sama kan kayak kisah si Maria yang seorang pelacur tetapi memberikan seluruh pendapatannya di Gereja (bener gak si ceritanya gitu?) hahaha…
    Yang jangan sampe terjadi itu… Miskin materi tetapi kaya hutang >_< ; gawat.

    Balas
  5. fekhi mengatakan

    19 Juni 2010 pada 3:37 pm

    persembahan seorang janda miskin yang memberi semua kepunyaannya lebih kaya daripada mereka yang memberi sebagian dari miliknya kan :)
    font-nya ganti lageee… aku suka yang ini :)

    Balas
  6. ilcharama mengatakan

    19 Juni 2010 pada 4:51 pm

    sama aja dg “segalanya butuh uang,tapi uang bukanlah segalanya”
    saya selalu suka tulisan2 mas DV,
    salam kenal mas…

    Balas
  7. zee mengatakan

    19 Juni 2010 pada 4:04 pm

    ENtah ya, acara minta tolong itu kurang menggugah hatiku, karena entah kenapa aku tetap merasa itu skenario.
    Aku lebih suka dengar cerita langsung atau melihat langsung orang2 kecil yang rela menolong sesama. Dan memang benar sih, mereka yang miskin sebenarnya bisa lebih kaya dari si kaya. Saat aku di jalan, dari jauh aku lihat jendela sopir taxi terbuka dan dia menyodorkan 5rb utk pengemis yang lewat. Sampai aku berpikir, uangnya lebih sedikit tapi sepertinya dia ikhlas memberi.

    Balas
  8. Susan Noerina mengatakan

    20 Juni 2010 pada 2:08 am

    Hidup parabola, Mas!! Gw juga penggemar parabola. Selain obat kangen, siaran di M’sia ini kan ga bagus2 (hihihi, langsung ditimpukin sama orang2 M’sia). Serasa nonton siaran TVRI jaman taun 90-an.
    Btw acara Minta Tolong emang bagus ko. Dulu juga pernnah ada episode yang dia bahkan selain miskin juga cacat tubuhnya (ga ada kaki ga ada tangan) tapi masih ‘punya hati’ buat menolong sesamanya. Luar biasa!

    Balas
  9. imcw mengatakan

    20 Juni 2010 pada 12:06 pm

    Tapi dengan menganggap diri kita miskin kita akan berusaha untuk menjadi kaya dan berhemat.

    Balas
    • Sungkowoastro mengatakan

      20 Juni 2010 pada 7:32 pm

      Ini seperti fakta yang terjadi di Makedonia (yang miskin menderita lagi), tapi mau melakukan pelayanan kasih untuk umat Allah di Yerusalem yang kekurangan dari pada orang Korintus (yang kaya dan makmur), tapi kurang peka batin terhadap yang kekurangan. Makedonia ternyata miskin tapi kaya; sedangkan Korintus, kaya tapi miskin. Hahahaha…..
      Salam kekerabatan.

      Balas
  10. Ardianzzz mengatakan

    20 Juni 2010 pada 9:36 pm

    Miskin harta tidak apa apa asal tidak miski jiwa :p

    Balas
  11. Komunitas Salesman mengatakan

    20 Juni 2010 pada 10:05 pm

    Sesuatu yang indah manakala kita dapat berbagi ke sesama,namun kadang nafsu yang menggelora menutupi hati dan kebijakan .
    Kunjungan balik Mas…kapan pulang ke Jogja…?

    Balas
  12. bukan detikcom mengatakan

    21 Juni 2010 pada 10:16 am

    sepakat sob…itu juga jadi acara favorit saya…sampai sekarang saya penasaran itu asli atau nggak. Karena karakter orang-orang di acara itu sering bikin saya takjub

    Balas
  13. imadewira mengatakan

    21 Juni 2010 pada 11:58 am

    acara seperti ini memang cukup membuat kita terenyuh, cukup menginspirasi. Terlepas dari adegan/kejadian itu beneran atau direkayasa, tapi kenyataannya kejadian seperti itu realita.

    Balas
  14. Clara mengatakan

    21 Juni 2010 pada 8:44 pm

    Kadang kala, bukan orang kaya yang merasa rela untuk menolong orang yang lebih miskin darinya ya Pak? Tapi justru orang yang sama miskinnya, yang mengerti bagaimana susahnya hidup di dalam kemiskinan itu sendiri, yang dengan rela akhirnya mau membantu sesamanya..

    Balas
  15. Saung Tani mengatakan

    22 Juni 2010 pada 2:54 am

    Banyak orangyang secara materi kaya, namun sesungguhnya dia miskin disaat dia tidak bisa memberikan sesuatu kepada yang lain.

    Balas
  16. Yessi mengatakan

    22 Juni 2010 pada 3:10 pm

    kaya miskin kan hanya istilah…seng bener-bener nyata ki yo…cukup po kurang? iso mangan po ra? yo ra? ;)

    Balas
  17. bro neo mengatakan

    23 Juni 2010 pada 4:01 am

    Setuju Don, intinya bersyukur…
    kekayaan ada di hati, dan bagaimana mensikapi apa yg ada…
    Jd inget kisah di Burung Berkicau-nya Anthony de Mello:
    Usahawan kaya dari kota terkejut menjumpai nelayan di pantai sedang berbaring bermalas-malasan di samping perahunya, sambil mengisap rokok.
    ‘Mengapa engkau tidak pergi menangkap ikan?’ tanya usahawan itu.
    ‘Karena ikan yang kutangkap telah menghasilkan cukup uang untuk makan hari ini,’ jawab nelayan.
    ‘Mengapa tidak kau tangkap lebih banyak lagi daripada yang kau perlukan?’ tanya usahawan.
    ‘Untuk apa?’ nelayan balas beitanya.
    ‘Engkau dapat mengumpulkan uang lebih banyak,’ jawabnya. ‘Dengan uang itu engkau dapat membeli motor tempel, sehingga engkau dapat melaut lebih jauh dan menangkap ikan lebih banyak. Kemudian engkau mempunyai cukup banyak uang untuk membeli pukat nilon. Itu akan menghasilkan ikan lebih banyak lagi, jadi juga uang lebih banyak lagi. Nah, segera uangmu cukup untuk membeli dua kapal … bahkan mungkin sejumlah kapal. Lalu kau pun akan menjadi kaya seperti aku.’
    ‘Selanjutnya aku mesti berbuat apa?’ tanya si nelayan.
    Selanjutnya kau bisa beristirahat dan menikmati hidup,’ kata si usahawan.
    ‘Menurut pendapatmu, sekarang Ini aku sedang berbuat apa?’ kata si nelayan puas.
    Lebih bijaksana menjaga kemampuan untuk menikmati hidup seutuhnya daripada memupuk uang.

    Balas
  18. sawali tuhusetya mengatakan

    23 Juni 2010 pada 8:27 pm

    itulah repotnya, mas don. banyak orang kaya –bisa dilhat secara lahiriah, kan?– yang ndak peduli pada sesamanya yang menderita. eh, ternyata masih ada juga orang yang hidup pas2an, malah sangat care dan punya kepekaan terhadap nasib sesamanya yang butuh pertolongan. zaman pancen wis kuwalik-walik.

    Balas
  19. edratna mengatakan

    24 Juni 2010 pada 4:59 pm

    Betul Don, perasaan kaya atau miskin itu hanya di hati kita….
    Karena orang kayapun masih merasa kurang terus..
    Sedang yang biasa-biasa saja, karena selalu bersyukur kehidupannya akan aman tenteram

    Balas
  20. mascayo mengatakan

    24 Juni 2010 pada 10:39 pm

    wah saya kemarin sebetulnya ingin menulis posting begini,
    waktu itu saya nonton seri dimana seorang ibu penyapu jalanan tiba-tiba harus pulang karena dikabari anaknya sakit keras. Dan untuk mencari ongkos pulang si ibu mencari tolong dengan menawarkan sapu lidinya seharga Rp.25.000.
    Anehnya nggak ada yang mau nolong, sampai akhirnya seorang ibu pengamen jalanan yang sebetulnya bahkan cacat, rela menolong si ibu tadi.
    Pikiran saya sempet nggak percaya, kenapa yaa … yang kelihatannya miskin sekali malah yang rela ikhlas menolong .. bingung aku.
    anyway .. kalau kemarin saya posting topik begini bisa jadi hatrick “old soldier never dies?” hahahaha

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT