
Si Blirik, cangkir minum berbahan baku enamel yang selalu kupakai untuk menikmati teh dan kopi itu berlubang pada bagian bawahnya. Istilah Jawanya borot. Bukan barat tetapi borot. ‘O’ diucapkan seperti O dalam ‘komik‘.
Si Blirik kubeli di Klaten pada Maret 2015, saat aku harus pulang menengok Mama yang kritis dalam sakitnya. Mama berpulang tiga belas bulan sesudahnya tapi Si Blirik tetap kupakai hingga dua hari lalu kutengarai.






Cangkir blirik berbahan enamel bagi banyak orang yang pernah tinggal di kawasan Jogja – Solo adalah cangkir legendaris. Mungkin karena harganya yang murah dibanding cangkir berbahan baku kaca ataupun keramik. Hampir di setiap meja di rumah bisa ditemui menemani si pemilik mencecap teh dan kopi. Ketika tinggal di Jogja dan cangkir yang kupakai adalah yang terbuat dari keramik ataupun kaca, cangkir blirik tetap ada di warung angkringan sebagai sarana menyiapkan ramuan teh si pemilik warung sebelum akhirnya dituang di cangkir kaca untuk disajikan pada para pelanggan.
Tentang borot-nya Si Blirik, aku jadi teringat apa yang dulu dilakukan Eyang buyutku ketika perkakas-perkakas berbahan baku enamel, termasuk cangkir bliriknya, borot.
Alih-alih membuang, Eyang mengumpulkan perkakas itu dalam satu wadah. Ketika sudah terkumpul banyak, ia lalu memanggil tukang patri keliling untuk membetulkannya sehingga bisa dipakai lagi. Dulu setiap tukang patri datang ke rumah aku selalu mengamati sambil terheran-heran, bagaimana mungkin ia bisa menambal logam? Adakah ia superman yang menambal besi patah dengan laser yang tersorot dari matanya?
Tapi itu dulu, medio 1980an.
Jaman sudah berubah. Aku sudah tinggal di Australia. Jangankan untuk mencari, dari keyakinanku pun aku tak bisa membayangkan akan ada tukang patri di sini. Kalaupun ada ongkosnya mesti berapa? Sebanding nggak dengan membeli cangkir baru?
Aku lantas membeli cangkir baru. Tak kalah legendarisnya dengan cangkir blirik tapi dalam paradigma yang berbeda saja. Cangkir blirik ada dalam paradigma orang Jawa, cangkir baruku, Queen merknya, ada dalam paradigma orang-orang Inggris dan negara persemakmuran termasuk Australia. Cangkir baruku itu berbahan baku porselen warna cokelat.

Si Blirik kupensiunkan meski atas nama kenangan ia tetap akan ada di sini entah nanti hendak kuapakan.
Dari pergantian cangkir aku belajar bahwa hidup ini sejatinya seperti perlombaan lari estafet. Pelari sebelumnya tak kan pernah bisa digantikan keberadaannya oleh pelari selanjutnya . Mereka tetap ada sebagai pribadi yang berbeda dengan catatan hidup yang berbeda pula. Adapun yang menyatukan mereka adalah perjuangan; bagaimana mereka mampu berfungsi pada masanya sendiri-sendiri….
Cangkir blirik ini penyakitnya memang gampang bolong karena berkarat dari dalam dan menggerogoti badan kalengnya, Mas 😅
Yoi!
Tampaknya Pak Donny penyayang barang.
Saya juga penyayang barang. Sepatu, termos mini untuk kopi, sabuk, jika belum rusak, tidak terpikir untuk beli yang baru.
Betul :) Saya penyayang barang yang saya miliki :) Saya awet-awet dan baru saya ganti ketika sudah tidak bisa digunakan lagi…