Setengah Telanjang atau Setengah Berpakaian ?

23 Sep 2008 | Cetusan, Tunggonono

Porno?
Kenapa aku tidak setuju dengan RUU Pornografi yang kabar-kabarnya akan segera disahkan menjadi undang-undang itu adalah semata-mata karena aku membenci pornografi!

“Weh, si Bos lucu… Ngakunya benci pornografi kok malah nggak setuju dengan UU Pornografi. Piye tho?” demikian tanya
Tunggonono, preman ndeso yang gemblengan itu.
Tapi pertanyaannya tak kujawab langsung karena selain aku belum siap menjawab pertanyaan todongan itu,
dia juga sedang sibuk membantuku packing barang-barang, jadi ya sudah ketimbang nantinya pekerjaannya malah terbengkalai atau terlibat debat kusir dengannya
mending aku mendehem pelan lalu pergi dari hadapannya…

Siapa sih yang nggak benci pornografi, meski mungkin dalam konteks yang lebih “bisik-bisik” bisa pula aku bertanya
“Memangnya kamu nggak suka dan tidak tertarik dengan sesuatu yang porno?”

Aku benci pornografi karena hal itu menjijikkan, aku terkadang risih melihat seorang penyanyi dangdut yang malah lebih banyak meliuk-liukkan tubuh
ketimbang berkonsentrasi memainkan cengkok suaranya. Tapi sebagai ekspresi berkesenian mereka, tentu aku tak boleh mengecap itu sebagai pornografi apalagi
sebagai sesuatu yang menjijikkan karena atas nama seni dan berkesenian, jangankan bicara jijik, menilai baik ataupun buruk pun sebenarnya kita tak berhak, bukan ?

Jadi ketidaksetujuanku terhadap UU Pornografi, dengan kata lain adalah karena aku tak mau terjebak dalam definisi yang salah kaprah dari pornografi itu sendiri.
Pada contoh seorang penyanyi dangdut di atas misalnya, kita setidaknya bisa melihat dua sisi persepsi yaitu porno atau seni?
Dan masalah persepsi itu menurutku adalah masalah konsep yang ada di balik batok kepala masing-masing.
Persepsi adalah masalah rasa yang tidak bisa dianalogikan sebagai akibat dari penjumlahan angka satu dan satu adalah angka dua.
Persepsi itu menurutku lebih ke soalan “Wah, orang ini menangis, rasa-rasanya sedang bersedih…” padahal, apa ya pasti ia bersedih,
barangkali ia sedang menang lotere dan saking gembiranya sampai menangis?

Nah, ketika ranah “persepsi” sudah dijadikan aturan seperti itu maka pertanyaannya “persepsi” siapa yang akan dijadikan patokan?
Persepsi yang “besar” menggilas “yang lebih kecil” kah ?
Atau persepsi yang seimbang yang mengakomodasi baik yang besar maupun yang kecil ?
Entahlah…

Ah, tiba-tiba aku jadi teringat pada pertanyaan usang yang kerap kali muncul di benak kita,
Gelas dengan separuh air ini setengah kosong atau setengah penuh?
Orang yang menari di panggung itu setengah telanjang atau setengah berpakaian?

Sebarluaskan!

33 Komentar

  1. wah, pertanyaan yang tidak mudah utk dijawab, mas donny, hehehe … setengah telanjang atau setengah berpakaian? kayaknya ini sangat tergantung dari bagian kata mana yang akan diberi tekanan. pakaiannya atau telanjangnya, haks. UU pornografi kayaknya masih akan menuai banyak kritik, mas, meski sdh melalui uji publik beberapa kali, sebab ada beberapa teman seniman yang mempersoalkannya karena dianggap sbg belenggu dalam berkreasi. batasan porno itu sendiri kan bisa jadi masih sangat subjektif.

    Balas
  2. Kalau saya dari pertama RUU ini diributkan dulu, sudah mati-matian menentang. Sebab definisi pornografi sangat subjektif. Sedangkan undang-undang itu mestilah objektif. Tidak mungkin sesuatu yang subjektif bisa digabungkan dengan sesuatu yang objektif. Karena ini adalah dua kutub yang berbeda. Saya yakin untuk tahap definisi saja RUU ini sangatlah sulit dirumuskan. Yang jadi korban oleh RUU ini nantinya adalah perempuan. Egois sekali kita kaum laki-laki menurut saya, kalau akibat ulah sebagian oknum laki-laki yang tidak bisa menahan hasratnya, malahan perempuan yang dipaksa menutup auratnya. :D

    Balas
  3. Susah ketemunya, bermula dari persepsi aja kali hingga susah berpadu pada esensi.

    Balas
  4. semacam setengah gila apa setengah waras yah ^^

    Balas
    • Heh! hHehehehe…

      Balas
  5. kalo ndak salah ada lagu dengan judul : “yang sedang-sedang saja…”
    bro, templatenya bagus banget…

    Balas
    • Makasih Mas Pesing atas kunjungan dan pujiannya :)

      Balas
  6. Memang susah kalau bicara berdasarkan persepsi masing-masing. Gak bakal ketemu. Ketika kita menggambar garis melengkung, kita bisa mengatakan bahwa itu cembung. Orang lain bisa mengatakan itu cekung. Susah. Yang jelas, kita harus melindungi anak-anak dari tontonan yang belum pas buat umur mereka.

    Balas
    • Itulah, Pak!
      Saya sendiri lebih setuju dengan pendekatan dari keluarga masing-masing.

      Balas
  7. Subyektifitas semacam itu justru menyesatkan. Yang paling sederhana adalah: perbedaan antara korupsi dan bukan korupsi di negeri ini sangatlah tipis. Sehingga terkadang orang tidak merasa bahwa itu adalah korupsi. Dan itu berlaku bagi masyarakat, aparat, penegak hukum, maupun lembaga-lembaga pengelola negara. Sama halnya setengah korupsi setengah tidak korupsi.

    Balas
    • Jadi, setuju atau tidak dengan UU Pornografi ?

      Balas
  8. Duh bingung mau omong apa…
    Tapi saya mendukung UU anti pornografi :)

    Balas
    • Silakan mendukung, saya tetap tidak mendukung :)

      Balas
  9. Perlu sebuah penegasan definisi untuk sebuah aturan yang akan diberlakukan kepada semua orang. JAngan sampai sebuah aturan menghasilkan subjektifitas (yang dalam bahasan DM) akan menyebabkan kesesatan.
    Tentu saja saya tidak berada pada posisi setujua atau tidak setuju dengan RUU itu, toh dengan ada atau tidaknya RUU itu tak akan berpengaruh banyak pada saya… hahaha… :D

    Balas
    • Pengaruhnya sebenarnya tidak akan banyak bagi siapapun, kalaupun ada cuma awal-awalnya seperti biasa.
      Tapi andai saja RUU ini akhirnya ditegaskan dan dilegalkan, nilai yang akan tampak adalah bahwa negara ini dalam penyelenggaraannya semakin totaliter karena mampu merambah aspek pribadi dari warganya.
      Itu saja!

      Balas
  10. Indonesia mah emang sulit,mas. Gembar gembor sibuk RUU Anti Pornografi, malah pejabatnya pada maen cewek high class, selingkuh, dll. Harusnya semua pihak dari atas sampai bawah yang bekerja.

    Balas
    • Atau gimana kalau bikin UU Pornografi khusus pejabat hehehe :)

      Balas
  11. Lebih enak telanjang.
    Selamat idul fitri bagi yg merayakan idul fitri. Selamat berlibur bagi yg berlibur. Mohon maaf lahir dan batin.

    Balas
    • Telanjang dada atau telanjang bulat?
      Kalau telanjang dada boso jowonya ngligo..:)
      Kalau telanjang bulat boso jowonya wudo bledheng :)

      Balas
  12. Saya juga ga suka pornografi, tapi kalau dibatasi sampai detail rasanya aneh aja….
    Apalagi jika bisa menimbulkan multi tafsir….

    Balas
    • Itulah! Itulah yang saya takutkan, ibu.
      Saya takut bahwa kebencian kita terhadap pornografi malah bisa teralihkan ke hal-hal lain yang tampak seperti pornografi juga…

      Balas
  13. Gontok-gontokan mengenai definisi dan batasan, belum lagi jika sudah menyamakan persepsi, negeri yang segalanya multi ini (multireligi, multikultur) akan terus membuat sebuah pembahasan akan terus-terusan beretorika karena banyaknya pihak yang berbeda terlibat di dalamnya. ENtah berbeda persepsi, atau….berbeda kepentingan. :D
    Lantas bagaimana? Saya pribadi memilih untuk tidak mengungkit ranah pribadi ini, toh setuju ataub tidak setuju nggak ada pengaruhnya buat saya…. (pesimis karena apapun yang dibahas oleh orang yang memerintah bangsa ini, ujung-ujungnya kok selalu dagelan. Nggak supertoy lah, UU ITE lah, dll lah)
    Btw, salam kenal, mas.

    Balas
    • Hehehehe, mari kita tundukkan kepala bagi bangsa ini. Salam kenal juga :)

      Balas
  14. no comment….undang undang yang aneh … emangnya bisa isi kepala orang di batasi…?

    Balas
    • Entahlah, tak heran lah kitanya juga aneh termasuk elo ahuahua :)

      Balas
  15. saya sangat setuju UU Pornografi ini, berfikir positif saja lah……
    nanti juga bisa uji materil ke MK kalaupun memang tidak sejalan…..
    siap-siap saja, koran/tabloid berbau porno dimusnahkan….heuheuheu…….

    Balas
    • Masalahnya “bau” itu yang seperti apa dan menurut siapa Mas.. tapi saya setuju dengan ajakan demokratis Anda untuk bisa mengadakan uji material ke MK.
      Semoga proses demokrasi ini langgeng dan demi tegaknya Pancasila dan UUD 45 yang seutuhnya.
      Bravo kita semua!

      Balas
  16. weleh…, contoh : tabloid lipstik atau playboy Ind., adakah yang masih menyangkal sebagai tabloid porno ? adakah yang masih menyebut sebagai seni fotografi ? hanya yang ingin mempertahankan hal-hal jorok saja nampaknya yang beranggapan seperti itu
    mungkin jangan jauh-jauh dulu lah, hal-hal kecil seperti itu saja dulu….
    masa penari Bali atau penari Jawa, misalnya cuma pake kemben dianggap melanggar UU ini dan ditangkap…. :D

    Balas
    • Yang namanya persepsi kan selalu berbeda-beda Mas seperti yang saya tulis di atas.
      Peace …

      Balas
  17. saya mudik dulu Kang Verdy, nggak mudik nih ?
    sampai jumpa di lain waktu, mohon maaf lahir bathin….

    Balas
    • Nggak Mas Yoyo.. Selamat ber-Lebaran yah

      Balas
  18. multitafsir menghasilkan multibentrok

    Balas
  19. Salam kenal aja dari cah jogja

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.