Sesuatu yang Berdesir di Dada Tapi Tak Menyedihkan

13 Feb 2008 | Cetusan

Ya…. Ya mau gimana lagi.
Ini toh bukan akhir kesedihan atau setidaknya justru sekarang aku bertanya seperti apa sih wajah terkelam dari kesedihan itu?
Seperti setahun lalu? Seperti sepuluh tahun lalu? Atau seperti dua puluh tahun lalu?
A-ha terasanya biasa saja, hanya sedikit menggerus di sini, di dada ini, tapi selebihnya aku lebih memilih memicingkan mata menatap matahari tajam-tajam.

Apa hebatnya matahari?
Ia tak lebih hebat dari manusia, sama-sama tak mampu menaklukkan Tuhan.
Selama-lamanya dan sekuat-kuatnya ia bersinar, toh suatu nanti akan redup juga lalu padam.
Tapi manusia mati kalau matahari padam?
Kata siapa!? Manusia, sama halnya matahari hanya bisa mati karena Tuhan!

Lalu kalau begitu orang yang bunuh diri itu mati karena Tuhan juga?
Wah ndak tahu… tapi apa Dia sudah kurang kerjaan ya saya ndak tahu ya!
Yang pasti dari dulu hingga selamanya dan terlepas bunuh diri itu diberkati Tuhan atau tidak tapi menurutku itu adalah tindakan yang paling bodoh untuk disebutkan apalagi dilakukan.
Lalu kamu mau bunuh diri? Matamu! Please deh :)

Sewaktu masalah-masalah datang dan mengungkungku aku bakalan cuma bilang “Wes tau!” (Sudah pernah merasakan!)
Jadi nggak heran kalau tikamannya cuma sedalam-dalam segini saja….
Ini semua nggak akan bikin aku breakdown meski brakdance juga … kebat-kebit terkadang.
Apalagi mau berpikir mau bunuh diri?
Yang benar saja panjenengan semua kalo mbacot :)

Lalu?
Ya lalu aku mau mengingat-ingat cerita yang kukarang dulu tentang bagaimana kita sama-sama duduk di dermaga dengan laut yang memisah?
Ya terus berusaha sambil duduk-duduk di ujung dermaga menanti perahu Tuhan datang untukku disatukanNya sambil terngiang-ngiang lagunya U2 – Stuck in a Moment


Im not afraid
Of anything in this world
Theres nothing you can throw at me
That I havent already heard

Ya, mari kita tak takut dengan hal apapun di dunia ini terlebi untuk hal-hal sepele seperti ini!

Kamu tahu satu hal? Mau tahu?
Aku semakin gandrung dan cinta denganmu, terutama di saat-saat seperti ini.
Kekuatanmu dan keteguhanmu dalam mencintaiku itu… tak tergantikan, Hon!

Sebarluaskan!

3 Komentar

  1. kira kira klo yang baca Om Tunggonono kesimpulane apa yah?

    klo keuntungan buatku, jelas itu paragraf terakhir bisa disalin buat amunisi merayu istri tercinta, hehehe

    bebas royalti pisan.

    Balas
  2. @Angga: Hehehehe! Kalau Tunggonono nggak yahut otaknya mbaca yang seperti ini…

    Yak silakeun mengkopi untuk mengamunisi … eh merayu istri tercinta, semoga nanti anak keduamu gak kena royaltiku juga wajahnya

    Hahaha !

    Balas
  3. Wah, melankolis sekali tulisanmu kali ini… ;)

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.