Sejujurnya, hidup yang kujalani tak semulus apa yang kutulis dalam Kabar Baik setiap harinya. Masalah selalu muncul, kecil dan besar. Tantangan selalu hadir, berat maupun ringan.
Tadi pagi, di atas kereta yang mengantarkanku ke tempat kerja, ketika membuka Injil dan membaca perikop Kabar Baik hari ini, benakku terpaku pada ucapan Yesus seperti yang ditulis Yohanes,
?Dan Ia, yang telah mengutus Aku, Ia menyertai Aku. Ia tidak membiarkan Aku sendiri, sebab Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.” (lih. Yohanes 8:29)
Ditinggal sendirian?
Mataku berkaca ketika kudalami betul-betul maknanya. Betapa Tuhan luar biasa! Kita tidak pernah sendiri karena Tuhan selalu menyertai ASALKAN kita selalu berbuat apa yang berkenan kepadaNya.
Kalaupun kita tidak melakukan kehendakNya, itu bukan karena Ia yang menarik diri untuk tak lagi bersama-sama dengan kita tapi kita yang menghindar serta menjauh dariNya hingga terciptalah kesendirian itu.
Tapi bagaimana kalau kita sudah merasa melakukan kehendak-kehendakNya tapi tetap merasa sendiri?
Di sini yang menurutku butuh kehati-hatian dalam bersikap karena akupun merasa sering seperti itu. Sudah berusaha berbuat baik kepada orang-orang, sudah mencoba untuk selalu memaafkan mereka yang menyakiti meski selalu gagal pula, sudah rajin ke Gereja, tak menolak ketika diundang untuk melayani dan sudah menulis begitu banyak renungan Kabar Baik setiap hari sejak hampir empat tahun silam? tapi aku terkadang merasa sendirian.
Dimana Tuhan?
Kenapa Ia terdiam ketika aku terhuyung-huyung? Kenapa Ia tak menopang ketika aku terpuruk dan jatuh?
Pernah terpikir jangan-jangan aku yang salah menebak apa yang seharusnya jadi kehendakNya? Tapi di sisi lain, tak mungkin tebakanku salah karena aku diberi akal dan budi untuk berpikir tentang mana yang benar dan mana yang salah untuk dilakukan.
Kesendirian yang kita pikirkan
Pagi ini kusadari bahwa munculnya rasa sendiri meski telah mencoba menjalankan kehendak-kenhendakNya itu sebenarnya salahku. Aku mendefinisikan kesendirian dan penyertaan itu seenak jidatku.
Aku terlalu egois untuk menganggap bahwa kalau Tuhan nggak hadir dalam wujud kesuksesan dan kebahagiaan ala dunia maka Ia tak hadir! Padahal kehadiran Tuhan itu tak pandang bulu apapun situasi dan kondisinya, Ia tetap ada.
Ia menjadi kekuatan yang mendorongku untuk bangun dan bergegas pergi bekerja ketika pada suatu pagi aku tersadar hari itu ada begitu banyak pekerjaan yang amat malas untuk kukerjakan!
Ia mewujud dalam kalimat, ?Ok, nggak papa, yuk kita coba lagi!? ketika aku gagal mencoba sesuatu dengan cara yang benar.
Ia menjadi air mata ketika aku merasa tak lagi sanggup untuk bangkit dan berkata dalam diri, ?Kenapa harus aku? Kenapa terus-menerus begini??
Ia Maha Ada! Dalam keberadaanNya kita tak pernah sendirian meski enam milyar manusia di muka bumi ini menyingkirkan dan mengucilkanmu seorang diri.
Teruslah bergegas untuk mengerjakan kehendak-kehendakNya hingga paripurna kelak!
Sydney, 9 April 2019
0 Komentar