Seikat typo pada minggu pagi yang malas

19 Mar 2012 | Australia, Cetusan, Indonesia

Minggu pagi adalah waktunya untuk bermalas-malasan. Bahkan sekadar untuk bangun dari tidur pun, kadang kita perlu memicingkan mata untuk mencari remah-remahnya yang tersisa di atas sprei kasur kita lalu mencomotnya untuk menghidupi hari.

Sama halnya dengan banyak minggu pagi lainnya, pagi itu akupun bermalas-malasan meski itu hanya untuk sekadar keluar rumah mencari makan. Setelah sekian menit memutuskan hendak makan dimana, kami lantas menuju ke satu area tak jauh dari areal tempat tinggal. Sebuah gerai fish and chips ‘take away’ menjadi tujuan.

Aku sendiri belum pernah ke gerai tersebut namun karena jamaknya gerai-gerai seperti itu di Sydney, dan kebanyakan menghadirkan rasa yang ‘sebelas dua belas’ satu sama lain maka tak masalah bagiku untuk mencoba sebanyak mungkin gerai yang ada termasuk gerai yang kuhampiri pagi itu.

Mobil menepi dan karena namanya juga ‘take away’, maka akulah yang keluar untuk membeli makanan sementara yang lain tetap menunggu di mobil.

Suasana di dalam gerai tampak ada beberapa orang mengantri menuju kasir. Gemuruh kompor pemasak di dapur ditingkahi suara manusia-manusia yang sama-sama malasnya denganku dibumbui aroma ‘ocean’ dari para ikan yang dijajar beserta wangi olive oil membuat semua sepertinya akan berjalan seperti biasa saja, nothing’s special.

Tapi sesuatu yang ‘lain’ terjadi. Tak ada angin, tak ada hujan, tapi pagi itu rasanya ketertarikanku pada gadget selama menunggu antrian tergantikan pada perhatianku terhadap menu makanan yang dicetak besar-besar di salah satu dinding gerai.

Dibandingkan dengan fish and chips lainnya, gerai yang satu ini boleh dibilang inovatif. Ia tak hanya jual fish, chips dan beberapa kombinasi seafood cepat saji lainnya, tapi ia juga menyediakan ayam, beberapa kombinasi burger dan wrap serta .. oh no, Asian Food!

Mau tak mau hal ini mengingatkanku pada warung-warung ‘inovatif’ di Indonesia, tempatku berasal mula.

Bagiku, typo seperti halnya kesalahan yang lain adalah lumrah karena demikianlah adanya kita, manusia. Tapi penyadaran akan kesalahan dan kelupaan kita bukanlah jalan akhir untuk kehidupan ini, kan?

Kuingat betul, banyak warung-warung Indonesia di kota tempat tinggalku, Jogja, yang awalnya mungkin hanya jualan pecel lele, tapi seiring berjalannya waktu, mereka jual juga menu-menu lain seperti seafood, nasi goreng atau ketika musim ‘penyet-penyetan’ sedang menggejala, tak jarang mereka pun melengkapi menu dengan ayam penyet, ikan penyet, tempe dan tahu penyet. Iseng dulu pernah tanya pada salah satu dari mereka, “Kamu jualan apa sih sebenarnya?” dan jawabnya adalah, “Buanyak!” :))

Ok, kembali ke soal gerai fish and chips itu.
Pemandangan tentang ada banyaknya pilihan masakan yang dihadirkan di menu besar membuat otakku terperas, haruskah aku tetap memesan fish and chips saja atau ah, gimana kalau memberi tahu istriku adanya menu lain sehingga kami bisa pesan menu yang lain yang mungkin bisa lebih memeriahkan minggu pagi yang malas itu ketimbang dengan fish and chips saja?

Ah tapi, hang on! Tiba-tiba mataku menangkap pemandangan di bawah ini:

 

Oh, skali lagi ingatanku melayang kembali ke Indonesia. Perkara typo (salah tulis) dari Chicken ke Chiken dan beberapa yang lain seperti tertulis di atas ternyata tak hanya menjadi dominasi negara-negara Asia seperti Indonesia yang tak menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa utama… di Australia pun ternyata terjadi juga!

Ini tentu sesuatu yang luar biasa! Ah kok bisa ya? Bukankah seharusnya… Ah rileks! Ini kan minggu pagi, ngapain aku harus memikirkan hal-hal tak penting seperti itu…

Jadi balik lagi ke menu makanan yang hendak kupesan… hmmm.. fish and chip atau chiken.. eh Chicken?

Ketika sedang meneruskan pikir, tiba-tiba aku yang masih terpaku pada daftar menu itu menemukan typo (salah tulis) lainnya dan setelah kuamat-amati, kesalahan itu ternyata lebih banyak lagi seperti kutunjuk di bawah ini:

“Wow!” gumamku… Warung macam apa ini?
Tumben-tumbennya dan barangkali ini adalah yang pertama kalinya dalam sejarah aku menemukan warung di Australia yang banyak terdapat kesalahan tulis (typo) dalam menu yang disediakan dan dituliskan dalam bahasa utamanya, Bahasa Inggris!

Otakku yang semula kukondisikan untuk bermalas-malasan pun serta-merta terbangun oleh karenanya.

Bagiku, typo seperti halnya kesalahan yang lain adalah lumrah karena demikianlah adanya kita, manusia. Tapi penyadaran akan kesalahan dan kelupaan kita bukanlah jalan akhir untuk kehidupan ini, kan? Tantangan sebagai manusia adalah bagaimana semakin meminimalisir kesalahan sehingga kehidupan berjalan menjadi semakin baik dari hari ke hari.

Jadi, soal typo tadi, apakah tak bisa kalau seandainya si pemilik gerai ini melakukan beberapa kali checking atas layout menu sebelum akhirnya diputuskan untuk dicetak perbanyak untuk dipasang ditiap meja gerainya serta mencetak satu yang sedemikian luar biasa besarnya untuk dipasang di dinding supaya memudahkan orang untuk membaca menu… (dan menemukan typonya?)

OK, katakanlah terlanjur naik cetak, tapi apa tak ada effort untuk memperbaiki keadaan dengan misalnya menempel sebuah kertas putih di atas menu yang salah ketik lalu menuliskannya dengan sesuatu yang lebih benar misalnya?

Atau.. jangan-jangan si pemilik gerai tak sadar akan kesalahannya? Sesuatu yang nyaris tak mungkin sih karena kutaksir dari dekil lembar menu tersebut, barangkali ia telah terpasang di dinding sekitar satu atau dua tahun lamanya!

“Ah, typo! Tak masalah, toh orang tahu maksudnya, bukan Chiken tapi Chicken!” A-ha, barangkali si pemilik gerai berpikir demikian juga?

Lah tapi kalau memang demikian cara berpikirnya, bagaimana ketika ia menghadapi pembeli sebawel dan senyinyir aku?

Aku biasa mengembangkan sesuatu untuk kupikirkan jauh bahkan kadang terlalu jauh dari konteks sesungguhnya. Dalam soal salah ketik seperti ini, aku biasa membebaskan pikiranku untuk berdebat tentang “Bagaimana kalau kesembronoan dan ketidaktelitian ini terjadi dalam hal ia memasak makanan yang dijualnya?”

Bagaimana kalau ternyata masakannya kurang matang?
Bagaimana juga kalau ternyata si pemasak lupa menaruh garam. Akankah ia juga akan berujar, “Ah, kurang garam ya? Masih mending.. kalau kebanyakan nanti dikira aku masi pengen kawin!”

Lalu bagaimana pula kalau ternyata masakannya kurang bumbu penyedap?
Terlalu matang?
Salah memberi harga?

Dan bagaimana-bagaimana yang lain bebas kukembangkan sebebas mereka memberi kelonggaran pada kesalahan dalam penulisan menu?

Sepuluh menit tak kurasa berlalu, aku semakin mendekat ke kasir sementara orang-orang di belakangku telah mengular, pertanda bagus yang sekaligus menjadi kontradiksi kekhawatiran-kekhawatiranku karena banyaknya antrian kan menandakan bahwa warung ini memang punya masakan spesial meski ya meski… banyak typo di menunya.

Dan antrian telah benar-benar dekat lalu aku memutuskan berdamai dengan pikiranku.

“Next please!” seulas senyum si penjaga kasir menggugah lamunanku. Seorang ibu yang kutaksir usianya sekitar 36 tahun.

Aku maju ke depan. “Uhmmm.. can i have uhmmm.. two fish and chips please…”
“Take away or have here?”
“Take away please!”
Aku menyodorkan selembar uang.

“Any drink?” tanyanya lagi.
“Hmm…. what do you have?”
“Hmm.. you can take anything you want from the fridge!”

Aku menoleh ke mesin pendingin, mataku tertambat pada sebuah botol teh merk tertentu.

“Oh… is that an Indonesian tea?”

Si kasir itu tersenyum dan bilang, “Yes… they’re from Indonesia…”

“A-ha!” Ketertarikanku mengemuka. “How you got them? Are you from Indonesia?”
“Yep!” matanya berbinar, seulas senyumnya meyakinkanku, memang ia orang Indonesia!

“Uhmmm.. bisa bicara Bahasa Indonesia?”
“Iya!”
“Wah,. saya dari Indonesia juga! Kamu dari mana, Mbak?” tanyaku.

“Oh aku? Klaten, Mas! Dekatnya Solo!”

SERIBU TOPAN BADAI!!!!
“Hah, Klaten? Tenane? Aku juga dari Klaten lho, Mbak!”
“Halah mosok?! Oalah… sebentar, Mas. Pak! Pak!”

Ia memanggil barangkali suaminya dari dapur. Si suami yang usianya kira-kira menjelang 40-an itupun agak tergopoh datang dari dapur.

“Ana apa?”
“Iki, Mas-e saka Klaten lho!” si Mbak menunjukku.

“Oh iya tho Mas? Klatenmu ngendi, Mas?”
“Saya, Mblateran! Njenengan?”

“Wah saya Njuwiring!”

Dan lanjutan kisah ini adalah sesuatu yang bisa ditebak yang tak terlalu menarik lagi kutambahkan di tulisan ini karena,

Pertama, menit-menit berikutnya hanyalah akan melukiskan bagaimana lampiasan rasa rinduku untuk berbahasa Jawa pagi itu begitu tahu bahwa si pemilik gerai pun bahkan berasal dari kota lahirku sendiri, Klaten.

Kedua, kalian toh tak kan menemukan kelanjutan kisahku tentang typo (salah ketik) pada menu yang terpampang jelas di dinding gerai itu.

Bukan! Bukan karena aku lantas bias (<- ini memang kumaksudkan sebagai ‘bias’ bukannya ‘bisa’)? dan memaklumi kesalahan rekan sebangsa apalagi sekampungku sendiri itu, tapi lebih karena pagi itu adalah minggu pagi. Hari malas-malasan yang seperti kutulis di awal adalah hari dimana bahkan sekadar untuk bangun dari tidur pun, kadang kita perlu memicingkan mata untuk mencari remah-remahnya yang tersisa di atas sprei kasur kita lalu mencomotnya untuk menghidupi hari.

Hidup Klaten!? *eh

Sebarluaskan!

30 Komentar

  1. bagian penutup yang delicious *itu typi nggak ya?*

    pasti makanannya enak banget, yang jual asli klaten to Om :D

    Balas
  2. rasane ncen seneng nek kepethuk jape methe nang kampungue uwong yo Don? :))

    Balas
  3. Duh dadi ngelih aku mas… Mbayangin tempe dan telur penyet plus sambele :)) #lostfocus

    Balas
  4. kalau ditempat saya, ini namanya “Okkots” mas Donny, banyak juga yg seperti ini.
    Misalnya mungkin tempat servis jeans, terkadang ada yang menulis Serpis Jens:)..hahhaa

    Balas
  5. wong klaten pancen mantaaaaaaabbbbbb

    Balas
  6. mrinding aku…
    sing kepikiran, awakmu mbatin (utawa malah celathu): donya pranyata pancen ciyut.

    jian, wong njuwiring lan mblateran adoah-adoh ngupaya upa menyang tanah sabrang. salam wae kanggi wong njuwiring iku, mbokmenawa malah kanca sekolahku neng sma pakis mbiyen… :)

    Balas
  7. ooogh buyer and seller from Clateen tho

    Balas
  8. Huahahahasuik!

    Aku mau mung arep moco seko reader. Wes geregeten, yen typo kok akeh tenan.

    Bareng arep rampung moco, bule wong KLATEN! :lol: :lol:

    Balas
  9. typo “bias” harusnya “bisa” paragraf terakhir :D

    Balas
    • nggak, memang ‘bias’ dalam arti ‘membias’. Coba kamu baca pelan kalau itu jadi ‘bisa’, malah ga masuk konteks.. :) Aku orang Klaten, tapi mencoba meminimalisir typo kok :)

      Balas
  10. Typonya banyak amat! Masak pas mau nge-print menu gak dicek dulu ya… :D

    Balas
    • Ember:)

      Balas
  11. wahhh pantesan typo :D
    tapi seru hehehehe

    Balas
  12. beuh, Klaten mendunia ya mas..

    Balas
    • Sedunia, pokoknya

      Balas
  13. wah pantesan typo errornya mirip banget orang indonesia, karena hanya orang indonesia yang typo errornya bisa kenali. Enak ga Don makanan Fish and Chipsnya buatan orang klaten?

    Balas
    • Ta’ enak :) Maksudku tak enak diceritakan di sini apakah masakannya enak atau tidak :)

      Balas
  14. dua ribu topan badai dongg..skrg seribuan hampir ga berlaku lagi *ga nyambung.com*..

    huahahahaha.. aku dah curiga pas liat gambar pertama, koq.. spt yg terjadi di negara kita kalo lagi ‘sok enggres’, tambah bawah liat gambar2 selanjutnya tambah yakin, eeh.. beneran!! hihihihihi..

    jadi langgananmu dong, kalo pesen kan ga usah mikir, tinggal pake jowo-lish :P

    Balas
    • Hahahaha…

      Balas
  15. Bwehehehee,
    kere tenanik, maca endinge aku dadi ngakak suuu….

    Btw,
    Seminggu dua minggu lalu ku juga barusan nemu tulisan aksara Jawa di salah satu cafe di Jogja, dan ku ‘iseng’ mensyen di twitt nek iku kurang pener tulisane (aku gak ngomong salah lhoo, hihi)…. Eh tanggapane liwat ReTwitt malah aku kon teka n mbeneri dhewe sekalian ngajari ngono taa…
    asemik… apik nan taa…

    Balas
    • Apik! Oleh duwit ra?

      Balas
  16. hehe kadang sesuatu yang “tak perlu dipikirkan, tapi dipikirkan, dan malah sampai ditulis di blog” –> itu sesuatu yang menarik :)

    Balas
    • Makasi

      Balas
  17. Hahahahahaa…
    Tulisanmu yang hangat ini membuatku tertawa tadi, saat membaca keterpanaanmu menemukan teman sekampung. Apakah itu artinya minggu-minggu besok kamu akan jadi rutin makan di situ?

    Kamu memang “jawa” banget, Don! Salut!

    Eniwei, suka deh dengan font baru blogmu ini.

    Balas
    • Makasih, fontnya sebagus blog dan setampan bloggernya hahahaha

      Balas
  18. Kalau masalah Typo ini pasti Temannya @rasarab

    Balas
  19. UK: United Klaten

    Balas
  20. Atau jangan-jangan typo itu di sengaja sebagai salah satu trik marketing mereka..

    *ah, mungkin saya terlalu mengkhayal

    Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.