• Skip to primary navigation
  • Skip to main content

Donny Verdian

superblogger indonesia

  • Depan
  • Tentang
  • Arsip Tulisan
  • Kontak

Seberapa Lama Dendam dan Permusuhan Memiliki Usia?

21 November 2009 57 Komentar

Aku punya dua orang teman yang saling bersahabat.
Yang seorang berperawakan tinggi besar, ia berasal dari Jerman. Seorang lagi kurus dan jauh lebih pendek, berkulit merah serta berambut hitam. Sekitar lima bulan setelah aku mengenalnya, barulah kutahu bahwa ia berasal dari Israel.
Kebetulan keduanya mengerjakan bagian yang nyaris sama dalam pekerjaan dan kantor yang sama pula.?Hampir setiap weekend, keduanya beserta keluarga masing-masing berkumpul menikmati akhir pekan bersama entah itu sekadar saling mendatangi rumah, piknik dan makan bersama bahkan sampai bermain water-ski di sebuah teluk di utara Sydney tak jauh dari tempat tinggal mereka.
Menyimak serunya persahabatan antar mereka, aku jadi sering terkagum-kagum betapa persahabatan mereka seperti tak menyisakan dendam tua antar kedua bangsa. Padahal seperti kita ketahui bersama, Jerman dan Israel adalah dua bangsa yang pernah saling bertarung, pihak penindas dan yang ditindas, dan kisah kelamnya menjadi titik hitam dalam khasanah sejarah kemanusiaan manusia. Mungkin saja, ini kemungkinan, kedua orang tua / kakek-nekek mereka pun dulu (yang kubayangkan lahir dan besar pada masa Perang Dunia I) terlibat dalam rasa saling benci serta dendam yang luar biasa besarnya dulu. Atau mungkin pula salah satu saudara si Israel dulu pernah menjadi korban keganasan kamp konsentrasinya Hitler, si pemuka dari Jerman itu.
Kisah tentang persahabatan dua teman baruku di atas pada akhirnya mencelikkan mata hatiku untuk tak hanya puas mengagumi tapi sekaligus menggantungkan berbagai macam tanya terkait tentang dendam, permusuhan serta persahabatan itu sendiri.
Kapan dan seperti apa sebenarnya mata rantai dendam itu akhirnya putus, menghablur dan hilang begitu saja?
Butuh pengorbanan seperti apa dan penyangkalan diri sehebat apa dari masing-masing pihak yang berseteru dan mendendam sehingga dendam bisa disapu bersih dari pelataran hati masing-masing?
Bilakah seorang yang telah menyakiti meminta maaf dan bersahabat dengan orang yang disakiti?
Bilakah seorang yang disakiti memaafkan orang yang menyakiti lalu menerimanya sebagai seorang sahabat?

Bilakah George W. Bush berdamai dengan Osama Bin Laden?
Bilakah George Bush Sr berpelukan damai dengan Saddam Hussein?
Bilakah ratusan ribu (hingga jutaan?) manusia Indonesia yang dulu dicap sebagai “PKI” memaafkan Soeharto dan Orde Barunya?
….
….
….

Bilakah Setan mengaku salah dan kalah lalu menggapai Tuhan untuk bersahabat kembali?
Bilakah Tuhan memaafkan Setan lantas menerima pertemanan itu kembali?

Bilakah? Bilakah? Bilakah?
Selamat berakhir pekan…

Sebarluaskan!

Ditempatkan di bawah: Cetusan Ditag dengan:dendam, israel, jerman

Tentang Donny Verdian

DV, Superblogger Indonesia. Ngeblog sejak Februari 2002, bertahan hingga kini. Baca profil selengkapnya di sini

Reader Interactions

Komentar

  1. Ayu mengatakan

    21 November 2009 pada 6:28 am

    Menurutku bila dua temenmu bermusuhan hanya karena latar belakang mereka, itu yg malah aneh. Karena antar mereka berdua kan tidak ada masalah. Bahwa kebetulan yang satu orang Jerman dan yang satunya orang Yahudi (ini israel Yahudi kan maksudnya?) hanyalah latar belakang saja, sebaiknya tidak menjadi patokan untuk senang atau tidak senang kepada seseorang. Bangsa Indonesia sendiri aku lihat sudah memaafkan Belanda dan Jepang yang lama menjajah, mencuri dan membantai bangsa kita. Malah sebagian besar mengagungkan hal2 berbau Belanda dan Jepang. Berarti kita bangsa yang mudah memaafkan kan? Sejak tahun 1949 sampai sekarang kan belum lama? ;)

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 8:59 am

      Hehehehe betul…
      tapi lupa dengan memaafkan itu kadang berbeda…
      Entah dengan bangsa kita, semoga memang memaafkan dan bukannya lupa :)

      Balas
  2. krismariana mengatakan

    21 November 2009 pada 9:42 am

    jawabannya ada dalam hati kedua belah pihak. kemarin aku menemukan sebuah kutipan yg menurutku menarik:
    If we could read the secret history of our enemies we should find in each man’s life sorrow and suffering enough to disarm all hostility. ~ Longfellow
    kurasa kutipan itu jika diterapkan bisa jadi sarana untuk melumerkan dendam dan kebencian. kuwi menurutku lo, don. mbok menawa ae ono klerune… hehe

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 8:58 am

      Wah betul, Kris.. Tepat sasaran quotemu! Suwun!

      Balas
  3. Bro Neo mengatakan

    21 November 2009 pada 12:29 pm

    seberapa lama?
    barangkali sampai kita mau berkata ” maaf saya salah” atau sampai kita sanggup berkata “saya memaafkan”

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 8:57 am

      Hehehehe… betul! Tapi biasanya tak berhenti di situ, kadang kalau terkuak, ibarat luka, sakit jadinya :)

      Balas
  4. morishige mengatakan

    21 November 2009 pada 1:22 pm

    mungkin ini pertanda bahwa zaman sudah berubah, mas. perlahan namun pasti setiap orang mulai melupakan dendam masalalu yang melibatkan bangsanya.

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 8:54 am

      Betul! Semoga memang demikian…

      Balas
  5. edratna mengatakan

    21 November 2009 pada 2:28 pm

    Sebetulnya saya terkadang malah heran jika ada orang yang sampai punya dendam kesumat. Mungkin orang tsb pernah menerima perlakuan yang menyakitkan dari yang lainnya. Tapi jika kita berpikir, bahwa manusia adalah makhluk yang lemah, sekaligus makhluk yang kuat, serta punya posisi di atas setan (dari agamaku), maka sebetulnya tinggal manusia itu sendiri yang harus mau merenung, karena pada dasarnya kalau kita dendam atau sakit hati pada seseorang kita akan selalu teringat pada orang tsb…dan ini membuat energi yang negatif, merusak dan membuat kita tak bisa memikirkan yang lain. Dan jika menjadi pendemdam, maka sebetulnya setan2 yang mempengaruhi manusia untuk berbuat negatif yang akan menang.
    Meminta maaf memang sulit, lebih sulit lagi memberi maaf secara tulus.

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 8:53 am

      Betul, Bu! Makasih pencerahannya. Komentarmu sungguh melengkapi tulisan ini

      Balas
  6. boyin mengatakan

    21 November 2009 pada 3:22 pm

    wah kalo dendam antar negara gak bisa di generalisasi sampe ke individual warganya..saya disini semua temen2 deket orang malaysia..kalo makan gak pernah ada tuh yang membawa topik ttg ambalat, tari pendet ,dll sa,pe kalo ngomongin cewekpun gak pernah membahas ttg cewek masing2 negara, lebih enak kalo membahas cewek dari cina, vietnam atau kamboja..heee

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      22 November 2009 pada 7:31 pm

      Jiakakakakakka… cewek dari cina sebutannya Panda..:))

      Balas
  7. oglek mengatakan

    21 November 2009 pada 11:41 pm

    selamat berakhir pekan, no comment for this post :D

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      22 November 2009 pada 7:28 pm

      Hehehe thanks

      Balas
  8. wira mengatakan

    22 November 2009 pada 10:06 am

    hmmmm… jadi menghayak kesana kemari… kata orang, tidak ada yang tidak mungkin..

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      22 November 2009 pada 7:28 pm

      Hehehe betul

      Balas
  9. fekhi mengatakan

    22 November 2009 pada 10:22 am

    Bagus, Don :)
    Aku juga suka bingung kenapa orang suka menyimpan dendam. Apa aku memang aslinya, better make love than make war oooppsss :p
    Power of forgiveness itu sebenarnya pasti ada di dalam setiap orang, tinggal mau atau tidak. Sekali ia berkenan memaafkan, justru ia akan diberi kekuatan untuk membuang benci.
    Tapi di dunia ini sudah banyak edukasi dan berita yang secara tidak sadar dari tontonan atau media yang secara tidak sadar mengajak kita untuk memendam dendam. Sayang sekali, dendam tetap jadi konsumsi terbesar dalam media massa.

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      22 November 2009 pada 7:27 pm

      Hehehehehe, thanks pujianmu…
      Fem, aku tertarik untuk membahas soal ‘manajemen konflik’. Ketika aku masih jadi atasan dulu, konflik adalah sesuatu yang seharusnya memang dihindari, tapi ketika tidak ada konflik sama sekali, adrenalin manusia untuk damai terlampau luar biasa sehingga terkadang malah menimbulkan ketidakdinamisan hidup.
      Hidup jadi seperti lurus2 saja tanpa ada gairah tertentu…
      Jadi nggak heran kalau dendam dan konflik pada akhirnya dipakai menjadi strategi untuk memasarkan sesuatu… memang semuanya harus terlalui seperti ini, tampaknya :)

      Balas
      • fekhi mengatakan

        22 November 2009 pada 8:13 pm

        Betul, masalah adalah sumber dari segalanya. Termasuk sumber pendapatan :D
        Selama kita bisa filter dan menjadikan adrenalin itu menjadi sesuatu yang positif buat kita sih ya sebenernya gpp sih ya :D
        Yang penting kan kita bawa happy ajalah… Kesel bentar untuk tersenyum lebih lama ya worthed lah hehehe…

        Balas
    • mbah_maliq mengatakan

      24 November 2009 pada 1:50 pm

      Kalo mbak fekhi pernah disakiti pasti gak bingung deh kenapa orang bisa menyimpan dendam, kenapa orang susah memaafkan..
      Sama hal nya kalo kita pernah menyakiti, betapa susah nya kita meminta maaf..
      Dan kalo menurut saya orang yang tersakiti/disakiti selalu saja menjadi pihak yang kalah, di bawah, serba salah, apapun istilah nya. yang jelas kualitas manusia orng yg disakiti/tersakiti tadi benar2 diuji

      Balas
  10. chitraverdiana mengatakan

    22 November 2009 pada 12:58 pm

    kadang orang lebih memilih ambil sikap ” melupakan, tidak memaafkan ” karena untuk memaafkan kesalahan seoranmg sahabat tu berattt bangettt…. susah, benar-benar butuh kedewasaan dan ketulusan.. :'(

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      22 November 2009 pada 7:25 pm

      Hehehehe, tapi jangan sampai bersembunyi di balik ‘malas’ untuk memaafkan lho :) Dah ke gereja?

      Balas
  11. narpen mengatakan

    22 November 2009 pada 3:05 pm

    bukan dendam sih.. tapi klo aku pribadi klo emang ga cocok, lebih suka ga berurusan.. (kasarnya, mending “out of my life” deh :D) menurut aku, buat apa dipaksain klo nantinya malah makan hati? yg sama2 nyaman aja..
    klo perkara suatu saat nanti ketemu lagi ternyata udah cocok, ya mungkin ga masalah..
    klo di kasus bang don sih, rasa2nya mereka tidak punya alasan pribadi untuk saling memusuhi.. apalagi kayanya “klik” begitu,,
    eh aku juga pernah ditanyain orang jepang ding.. “gimana perasaan kalian (bangsa Indonesia) terhadap bangsa kami?”
    malah aku jadi kedip2 :D wah mereka masih kepikiran ya? perasaan klo di Indo sendiri dendam penjajahan begitu malah jarang disebut..

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      22 November 2009 pada 7:24 pm

      Heheheheheh benar sekali..
      Tapi Pen, kita memang belum pernah saling ketemu, kenal juga barusan tapi itupun virtual, tapi entah kenapa, dalam 2-3 komentarmu yang terakhir, seperti ada ‘apa-apa’ antara hubunganmu dengan ‘seseorang’? Hehehehe….
      Terus hadapi!

      Balas
      • narpen mengatakan

        24 November 2009 pada 11:21 am

        gyaaa.. kesimpulannya kok begitu :D
        aku sampe ubek2 lagi 2-3 komenku terakhir..
        ahahaha..
        (tapi dasar mental artis, tetep ga klarifikasi..)

        Balas
        • edratna mengatakan

          24 November 2009 pada 1:13 pm

          Hehehe…..ahh Donny….tahu aja dikau

          Balas
          • Donny Verdian mengatakan

            24 November 2009 pada 2:24 pm

            Wahahaha dikroyok narpen dan ibu hahaha

            Balas
      • Tuti Nonka mengatakan

        27 November 2009 pada 2:33 pm

        Hehehe …. aku juga mendeteksi begitu ….
        Narpen, semoga baik-baik saja ya. Semoga happy ending … :)

        Balas
  12. tukangpoto mengatakan

    22 November 2009 pada 7:34 pm

    Gimana ya , sebenarnya semua bisa dimulai dari diri sendiri; memusuhi-dimusuhi, memaafkan-dimaafkan. Kita rasakan dulu apa akibatnya jika terjadi pada diri kita, enak apa nggak dan jangan kita tularkan apapun itu jika pada diri sendiri saja efeknya sudah tidak enak.

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 8:51 am

      eheheh.. betul!

      Balas
  13. haris mengatakan

    23 November 2009 pada 12:40 am

    bagi mereka yg gak mengalami perseteruan jerman-israel secara langsung, saya kira tak ada masalah. apalagi mereka orang2 yang kosmpolit, bergaul dg orang dari pelbagai negara. permusuhan antar-bangsa kayak gt akan jadi kadaluwarsa.

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 8:51 am

      Nah, itu dia.. persoalannya adalah pada titik apa, kadaluwarsa itu tiba… Bilakah?

      Balas
  14. dobleh yang malang mengatakan

    23 November 2009 pada 2:20 am

    bilakah blue bisa menulis sehebat postingan abangku ini
    salam hagat selalu
    pa cabar

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 8:51 am

      Ah, masih hebat kamu, Blue :)

      Balas
  15. zee mengatakan

    23 November 2009 pada 11:55 am

    Kalau menurut aku, semua tergantung dari hati. Aku setuju dengan komen Chitra, bahwa memaafkan seorang sahabat yang sudah menyakiti hati kita itu berat sekali (aku mengalaminya sendiri, dan setelah sekian belas tahun aku menghindar aku akhirnya memutuskan untuk membuka pintu maaf baginya, walau seperti yang kau tahu sendiri, hati yang luka itu tidak bisa kembali spt semula Don).
    Bertambahnya usia akan membuat seseorang menjadi lebih matang, lebih sabar dan lebih ikhlas. Asal mau berdamai dengan hati dan ego, bisa kok ikhlas memaafkan. Rasa dendam itu buat hati dan diri semakin hancur, lebih baik dihilangkan saja toh. Pelan-pelan juga tidak apa-apa, asal ada kemauan untuk mau memaafkan. :)

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 1:30 pm

      Berarti intinya pada niatan dan biarkan waktu yang menepatinya yah hehehe… Good idea!

      Balas
  16. Riris mengatakan

    23 November 2009 pada 1:04 pm

    memaafkan sebaiknya satu paket dengan melupakan, sehingga hubungan yang sempat buruk karena masa lalu yang pahit bisa terangkai kembali dengan manis. Soal lamanya, menurutku tergantung kesediaan masing-masing dalam menyikapi, mau tetap tinggal dalam lingkaran dendam, ataukah menutup kasus lalu kembali bergandengan tangan layaknya sahabat.
    hm..lagi ngebayangin juga, apa jadinya ya, Don .. Jika setan bener-bener mau mengakuki kecongkakannya dan meminta maaf sama Tuhan.. lalu kembali menjadi sahabat-NYA? Rasanya ga akan ada huru-hara di mana-mana.. :D
    Dua jempol untuk tulisannya :D

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 1:30 pm

      Heheheheh aku sih ngga bisa membayangkan kalau setan benar2 mau mengakui kecongkakannya… berarti dunia.. KIAMAT hahaha :)

      Balas
  17. anderson mengatakan

    23 November 2009 pada 3:28 pm

    Bisa jadi dalam kasus temanmu itu, karena si Israel bukan yang mengalami langsung siksaan selama PD I & II dan si Jerman sendiri bukan pelaku langsung, jadi berajat dendam kesumatnya nggak begitu tinggi… Akan berbeda rasanya (dan butuh kelapangan hati yang luar biasa) apabila kedua orang itu adalah sesama pelaku sejarah, yang satu pelaku, yang satunya korban. Makanya, mengutip komen Citra, adikmu, akan sangat sulit memaafkan kesalahan sahabatnya yang langsung tertuju padanya…
    Begitulah… Nice insight, Bro..

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      23 November 2009 pada 4:10 pm

      Lha ternyata udah pada tau kalau Citra itu adikku hehehehe..
      Maka dari itu Sob, pertanyaanku kan sampai kapan sih batas dendam itu mulai menguap :)

      Balas
      • anderson mengatakan

        24 November 2009 pada 3:19 pm

        Oalaah…lupa ya pernah ada posting khusus soal Citra dan Tamagotchi-nya? :-P

        Balas
  18. ufianda mengatakan

    23 November 2009 pada 4:31 pm

    hilangkan rasa dndam.
    qta teman tetap tman.
    ukeh..
    sbar.sbar.sbar

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      24 November 2009 pada 9:21 am

      Hehe

      Balas
  19. uny mengatakan

    23 November 2009 pada 4:29 pm

    apakah aq dendam dg mereka y?
    aq trkdang ingin membalas kjahatan yg tlah mreka lakukan padaq.
    namun stiap kali aq ingin membalas.
    selalu dan selalu gagal.
    mungkin aq memang tdk diijinkan untk memiliki rasa dndam..

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      24 November 2009 pada 9:21 am

      Yak, tul!

      Balas
  20. jensen99 mengatakan

    23 November 2009 pada 6:54 pm

    Yang dimusuhi orang Israel bukanlah semua orang Jerman, melainkan hanya mereka yang tercatat sebagai penjahat perang Nazi saja. Sampai hari ini pemerintah Israel masih memburu tiap orang (yang masih hidup) yang terlibat dalam Holocaust namun belum tertangkap/diadili, meskipun yang diburu semua sudah renta dan mendekati ajal. (AFAIR Mossad menyerahkan daftar penjahat perang itu kepada tiap PM baru Israel tuk minta persetujuan pengejaran).
    Disisi lain, walaupun pembicaraan antara pemimpin Jerman-Israel sudah berlangsung sejak 1950, baru tahun 1965 dibuka hubungan diplomatik resmi antara kedua negara karena masalah ini sangat sensitif bagi rakyat Israel. Sekarang Jerman adalah partner dagang terbesar kedua bagi Israel sesudah AS, dan tempat terbaik bagi komunitas Yahudi diluar wilayah Israel sendiri, tapi tidak gampang tuk sampai kesitu. Setidaknya butuh 15 tahun sebelum kedua negara “resmi” berbaikan.
    Jadi, sebrapa lama dendam? Tergantung kapan Osama dan al-Qaeda musnah sepertinya. Mwahaha~~

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      24 November 2009 pada 9:21 am

      Hehehehe, paragraf terakhir no comment ah :)

      Balas
  21. Eka Situmorang-Sir mengatakan

    24 November 2009 pada 1:21 am

    Seberapa lama dendam itu bertahan?
    Tergantung sogokan hehe

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      24 November 2009 pada 9:20 am

      Hayah! Nyogok apa? Apa yang disogok?

      Balas
  22. Tuti Nonka mengatakan

    27 November 2009 pada 2:38 pm

    Menurutku … sekali lagi, menurutku lho, menyimpan dendam pada orang lain itu hanya akan merugikan diri kita sendiri. Bayangkan, orang yang dendam itu pasti hatinya kemropok (halah, apa bahasa Indonesianya ‘kemropok’?), panas, empot-empotan. Lha rak malah rekoso dewe to?
    Ada orang bilang, ‘enak aja memaafkan, dia sudah menyakiti aku je!’. Seolah-olah memaafkan orang itu rugi. Walah, padahal memaafkan orang itu bukan untuk keuntungan yang dimaafkan, tapi untuk keuntungan kita sendiri. Kalau kita bisa memaafkan, kan berarti hati kita lega, lalu kita jadi bahagia. Penak to?

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 November 2009 pada 5:07 pm

      Termasuk memaafkan si Ricky ya, Bu? Hahahaha :)) Cen ibu pantes kujadikan tuladha :)

      Balas
  23. nanaharmanto mengatakan

    27 November 2009 pada 4:07 pm

    asem…aku tersentil je…
    aku sendiri setelah 14 tahun baru bisa memaafkan (dgn tulus), aku juga sadar, ga baik terus mendendam, tapi kalau aku belum bisa tulus maafin dan basi-basi thok, buat apa? pada dasarnya aku gampang memaafkan. tapi siji iki jiaaan…kalau sempet boleh baca ini.
    http://nanaharmanto.wordpress.com/2009/07/20/minyak-dan-air/

    Balas
    • Donny Verdian mengatakan

      27 November 2009 pada 5:06 pm

      Halah, aku juga punya banyak musuh kok… Aku nggak dendam tapi gemas aja hahahaha (opobedanedotcom)

      Balas
  24. Ihwan mengatakan

    28 November 2009 pada 12:52 am

    Saya dulu juga pernah punya masalah dengan temen kerja sampe nggak bertegur sapa cukup lama. Kalo menurut temen2 yang lain sih, saya lah yang bersalah tapi saya merasa bener he3
    Trus kami disatukan dalam satu bagian. Beneran deh, rasanya kesiksa banget, tiap hari saya harus makan hati karena mengalah terus sama dia,.
    Tapi untungnya seiring berjalannya waktu, hati temen saya terbuka dan akhirnya mau menyambut uluran pertemanan saya kembali.

    Balas
  25. kips mengatakan

    1 Desember 2009 pada 6:22 am

    Untuk urusan yang satu ini saya tidak memiliki usia yg cukup lama untuknya “sang dendam” :-D

    Balas
  26. Ria mengatakan

    2 Desember 2009 pada 7:15 pm

    menurutku bisa aja berbaikan lagi tapi pastinya sudah tidak bisa seperti dulu mas…memaafkan itu kewajiban manusia kok wong Tuhan aja bis amaafin umatnya masak manusia tidak bisa :D
    btw…seandaynya Bush bisa berdamai dengan osama? mmmm mungkin dunia ini lebih indah ya mas :D

    Balas
  27. Witho mengatakan

    19 Oktober 2010 pada 3:52 pm

    Namanya dendam hanya akan membawa kesusahan yang tiada habisnya.

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

  • Depan
  • Novena Tiga Salam Maria
  • Arsip Tulisan
  • Pengakuan
  • Privacy Policy
  • Kontak
This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish.Accept Reject Read More
Privacy & Cookies Policy

Privacy Overview

This website uses cookies to improve your experience while you navigate through the website. Out of these cookies, the cookies that are categorized as necessary are stored on your browser as they are essential for the working of basic functionalities of the website. We also use third-party cookies that help us analyze and understand how you use this website. These cookies will be stored in your browser only with your consent. You also have the option to opt-out of these cookies. But opting out of some of these cookies may have an effect on your browsing experience.
Necessary
Always Enabled
Necessary cookies are absolutely essential for the website to function properly. This category only includes cookies that ensures basic functionalities and security features of the website. These cookies do not store any personal information.
Non-necessary
Any cookies that may not be particularly necessary for the website to function and is used specifically to collect user personal data via analytics, ads, other embedded contents are termed as non-necessary cookies. It is mandatory to procure user consent prior to running these cookies on your website.
SAVE & ACCEPT