Hmmmm, sebelum benar-benar keluar dari perusahaan lalu bekerja jadi tukang ojek, saranku, pikirkanlah sekali lagi keputusanmu itu, baca dulu artikel ini sampe kelar.
OK, siapa sih yang tak ingin uang?
Nggak ada. Semua orang butuh.
Berapa jumlah uang yang dinginkan?
Tak ada yang tahu karena keinginan akan selalu berada di atas kebutuhan apalagi kenyataan. Itu hukum alam! Pengalamanku dulu, ketika digaji 250 ribu rupiah per bulan, aku ingin merasakan gaji 500 ribu. Ketika diupahi sejuta rupiah, aku berandai-andai seperti apa rasanya kalau dapat gaji dua juta; demikian seterusnya.
Itulah syahwat!
Nafsu!
Jadi katakanlah kamu sudah jadi tukang ojek dengan gaji puluhan juta pun, ragamu tak kan sanggup mengendalikan impian untuk berhenti berpikir ?Apa yang bisa kukerjakan untuk mendapatkan kelipatan gaji yang kudapat sekarang?!?
Adapun kerja, bagiku tak ada ungkapan lain yang lebih mengena ketimbang yang dibilang Gibran,
Kerja adalah cinta yang mengejawantah.
Dan jika kau tiada sanggup bekerja dengan cinta,
hanya dengan enggan, maka lebih baiklah jika engkau meninggalkannya.
Cinta tak bisa dipupuk dengan uang karena iamuncul dari kedalaman hati dan bekerja sesuai bidang yang diminati adalah salah satu cara pengejawantahan cinta itu sendiri.
Aku suka IT, passionku memang di situ.
Misalnya aku harus bekerja jadi seorang chef di dapur, yang tak kusukai, atas nama keharusan mungkin tetap bisa tapi kupastikan hal itu tak?kan berlangsung lama karena aku akan terus mencari pekerjaan yang kusenangi.
So, kalau si manajer yang sakses berubah karir jadi tukang ojek itu mendasari proses perubahan kerjanya karena cinta, that?s cool!
Tapi kalau ia melakukan itu hanya demi kelipatan uang yang didapat, berhentilah untuk mengidolakannya, karena biasanya kalau kamu mengidolakan orang yang picik pikirnya, keleluasaan otakmu pun tak kan bisa lebih luas dari kepicikannya.
Berpikirlah tentang resiko.
Jadi sopir ojek itu, beresiko!
Pernahkah terpikir olehmu, karena pemberitaan gaji tukang ojek yang tinggi, hal itu memicu orang untuk menjahati para tukang ojek karena di mata mereka tukang ojek adalah sama: kaya!?
Ya kalau cuma duitmu yang diminta? Kalau tiba-tiba dia tak memberikan penawaran tau-tau langsung tebas leher? Nyawamu, Bro? nyawamu!
Kamu juga bisa tinggal nama karena ditabrak dan dilindas kendaraan lain yang menggunakan jalanan yang sama.
Dan ini yang terakhir tapi jangan dilalaikan; pernahkah berpikir tentang polusi udara di Jakarta? Berapa karbon, timbal, nitrogen dan zat-zat lainnya yang berasal dari asap knalpot kendaraan lain dan ampas proses industri pabrik-pabrik yang masuk ke paru-paru?
?Ah basi loe Don! Semua orang juga mati kan, akhirnya?!?
Bener! Bener banget! Semua orang akan mati makanya ngapain ngejar-ngejar duit pakai cara yang berisiko tinggi, kan?
Ini ojek pangkalan atau ojek modern seperti GoJek nih? beda cerita soalnya:)
Kalau memang benar jadi driver GoJek duitnya banyak, ya sampeyan mau ngomong apapun gak akan digubris.
Faktor ekonomi atau urusan perut adalah strongest force on earth, diatas segala hukum dan perhitungan matematika:)
Saya nggak butuh digubris. Saya hanya butuh menulis.
soal polusi Jakarta itu, bener banget, Don. aku “salut” sama orang yang betah seharian di jalanan Jakarta yang macet dan penuh polusi. yo nek sanggup, yo lakonono… kanthi bungahing manah. mestine lak ngono, to?
ya, kalau cuma mikir duit—yang konon kabarnya dapat banyak itu—terserah saja. tapi aku kok masih percaya bahwa semua itu ada harganya. dan yang ramai diberitakan itu kurasa bagian dari “iklan”, promosi. nggak semua yang dikabarkan baik dan indah itu selamanya indah. kita tidak tahu sisi sebaliknya. kita tidak tahu motivasinya yang sesungguhnya. kita tidak tahu…
Tepat. Urip itu emang sejatinya harus sa’madya saja :)
Saya gak yakin jadi tukang ojeg bergaji puluhan juta. Seyakin-yakinnya saya gak yakin.
Pemberitaan itu sipi pikir hanya bagian dari pencitraan.
Perumpamaannya begini, masuk akal gak mancing ikan besar dengan umpan cacing?
Saya nggak berpikir yakin atau nggak yakin. Saya berpikir tentang, kalaupun gajinya besar, saya yakin resikonya pasti juga besar…
Di mana ada gula, di situ pasti banyak semutnya :)
Apapun klo dikerjakan dgn tekun pasti ada hasilnya. Sekarang mgkn gak ngojek cuma dpt 1 customer per hari trus bulanannya ngalahin gaji UMR kan ga mgkn jg. Pendapatan bsr pasti dibarengi dgn krja keras, dlm kasus gojek sama dgn dia nongkrongin hp ga henti n grab fast begitu ada client yg butuh. Minimal dpt 10 client perhari baru bs ngalahin gaji pegawai UMR