Sampai kapan kita layak menjadi web developer?

8 Jun 2015 | Digital

blog_clurit_007

Minggu lalu, dari kawan dekatku aku belajar tentang satu hal, berprofesi dalam jangka panjang sebagai seorang developer, khususnya web developer, itu harus mempertimbangkan faktor usia dan penurunan fungsi otak.

Tuntutan terbesar dari profesi web developer menurutku adalah bagaimana kita mampu melakukan update terhadap bidang yang kita kuasai karena teknologi web sangat dinamis pergerakannya dan mencakup banyak sub bidang yang masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain.

Misalnya teknologi device.
Lima belas tahun lalu, seorang web developer tak peduli bagaimana websitenya dibuka lewat handphone karena memang belum lazim untuk sebuah handphone mengakses website. Hal terjauh yang perlu diberikan perhatian khusus paling hanya bagaimana menjelaskan kepada klien tentang perbedaan screen resolution dan web browser yang digunakan untuk mengaksesnya.

Tapi kini, selain web browser yang digunakan dan screen resolution masih ada device model apa, ukuran dan tipe screen yang bagaimana, orientasi layar yang portrait atau landscape dan masih banyak lagi.Ke depannya?

Itu baru soal device.
Belum lagi soal framework yang pernah kuulas di tulisan ini. Pertumbuhan framework sangat tinggi saat ini. Delapan tahun lalu orang masih takjub melihat javascript library, jQuery mampu menyederhanakan pemahaman kita terhadap Javascript tapi kini ia tak ubahnya menjadi standard yang harus dimiliki setiap front-end developer karena kini bertaburan framework-framework yang memiliki scope kerja tak terbayangkan sebelumnya, sebut saja EmberJs, AngularJs, BackboneJs, React, Vue dan masih banyak lagi dan akan semakin bertambah banyak.

Bagi seorang back end developer, persoalan tak berhenti di situ.
Mereka dihadapkan pada back-end framework yang sekarang juga beraneka rupa; sementara kalau masih tetap keukeuh menggunakan plain programming language, PHP misalnya, ketika mencari pekerjaan baru, perusahaan akan mencari tahu, ?Familiar dengan framework apa? Zend? Laravel? CodeIgniter??

Dan masih banyak? banyak lagi?

Sementara wajah adalah hal yang bisa digunakan untuk menutupi usia, kemampuan otak yang melambat adalah sesuatu yang tak bisa diapa-apakan lagi. Jangankan untuk menampung hal-hal baru yang mesti di-update, menjaga hal yang sudah ada di otak pun kadang kita makin kewalahan kecuali dengan pengalaman yang makin matang yang kita punya?

Itu bukan pula yang terutama karena persaingan (jika mau disebut demikian) datang juga dari mereka yang berusia jauh lebih muda, dengan kerja otak yang jauh lebih fresh, mereka ibarat singa lapar melahap hal-hal baru dan tak hanya itu, membuat inovasi-inovasi terbaru yang membuat kita yang menua ini kadang merasa kecil hati.

Solusi?
Tak melakukan update terhadap ilmu pengetahuan tentu bukan pilihan kecuali kamu mau jadi mesin rongsok yang makin lama makin tak laku.

Berpindah karir atau berusaha untuk naik jabatan barangkali adalah pilihan yang lebih jitu.??Sayangnya aku nggak pede untuk loncat karir kayak kamu!? tutur kawanku pada suatu saat.

Aku memang layak bersyukur karena diberi kesempatan untuk berganti karir atau lebih tepatnya mendapatkan promosi jabatan beberapa bulan silam.

Semuanya berasal dari hal yang tak kuduga. Manajer sebelum yang sekarang keluar mendadak dan terjadi kekosongan kepemimpinan.

Kejadian itu memicu orang-orang di bawahnya tak ubahnya seperti kuda yang dilepas tali ikat dan pagar kandangnya. Kami dulu-duluan melesat mencari posisi yang lebih baik di mata klien supaya nanti ketika manajer baru datang ia melihat bagaimana performa kami selama ini.

Dihitung secara matematis, posisiku kalah saat itu dibanding rekan lainnya. Manajer yang keluar sudah terlanjur mempromosikan rekan-rekan lain ke departemen bisnis yang lain bukan karena kekurangahlianku tapi karena aku baru saja bergabung dan approach mereka, rekan-rekanku tadi, ke manajer lawas lebih mengena.

Aku saat itu sempat putus asa dan berpikir ada baiknya keluar ketimbang mengikuti ?race? yang mustahil untuk kumenangkan dan membuat suasana kerja kian hari kian menegangkan.

Tapi hidup ini untungnya tak sesederhana matematika!?Ada banyak faktor lain dan salah satunya serta yang terutama adalah faktor Tuhan.

Ketika aku sudah mulai mencari pekerjaan baru, mendadak rekan-rekan lain mendapati kesalahan demi kesalahan yang memang sudah kuprediksi akan terjadi karena pilihan mereka untuk menempuh jalur yang lebih licin; mudah untuk maju tapi juga tak sulit untuk kita tergelincir.

Di titik itupun aku sebenarnya tetap tak bernafsu untuk menelikung mereka atau lebih tepatnya sudah tak bernafsu karena bagiku, aku tak ingin menang karena sainganku melakukan kesalahan. Aku ingin menang karena aku lebih baik dari mereka.

Dan pada saat itu, manajer baruku datang?
Otomatis ia melihat kesalahan yang dibuat rekan-rekan sebagai sesuatu yang major. Di sisi lain, ia melihatku dari sisi yang positif; tenang dan fokus pada apa yang kuhadapi dan kerjakan. Tak lama setelah hari pertamanya, ia memanggilku dan mengajak berdiskusi.

Kesempatan itu tak kusia-siakan. Kusampaikan visiku tentang apa yang seharusnya bisa dikerjakan lebih baik dan bisa diberikan untuk klien.

Beberapa minggu sesudahnya, ia menerima visi itu…

Hal itu tentu disambut dengan sesuatu yang tak menyenangkan dari rekan-rekan lain. Tapi semakin mereka melawan, semakin tampak kepongahan mereka dan aku tak tertarik untuk terpancing mengikuti ?game? mereka, karena aku memang tak digaji untuk mengikuti kemauan mereka :)

Tak lama kemudian aku dikuatkan posisinya menjadi team leader dan sejak saat itu, rekan-rekan lain yang semula adalah sainganku, harus mengirimkan laporan tanggung jawab pekerjaannya kepadaku.

Di titik itu, aku tahu aku sudah tak bisa lagi memposisikan diri sebagai orang yang sama-sama berlomba dengan mereka. Aku mengendalikan perlombaan antar mereka!

Selebihnya tak perlu kuceritakan lagi kalian sudah bisa menebak bagaimana hasil akhirnya atau beberapa potong ceritanya sempat kuulas secara tersamar pada beberapa risalah akhir pekanku.

Dan jadilah aku kini? mantan developer yang tugas sehari-harinya menjaga supaya para developer tetap punya pekerjaan yang harus dituntaskan setiap harinya.

Apa yang kukerjakan saat ini berada di level pembicaraan yang berbeda dari sebelum-sebelumnya. Aku concern terhadap ide solusi teknis secara global yang kushare dengan developer-developerku, berpikir tentang solusi terkini apa yang bisa kubawa ke direktur dengan pertimbangan robustness namun tetap terdepan.

Aku harus aware terhadap pergerakan tiap project, menjaga hubungan yang manis dan menjaga dinamika tetap bagus dengan klien bahkan ketika hasil pekerjaan developer-developer sedang tidak sesuai dengan ekspektasi mereka, hingga berpikir keras kalau ada developer yang tiba-tiba tak masuk kerja karena sakit atau entah apa?

Kadang aku rindu untuk get my hands dirty seperti dulu; mengerjakan coding dan merasakan jatuh-bangunnya membangun sebuah produk secara langsung. Ketika saat-saat itu datang, yang kulakukan biasanya minta bagian-bagian tak terlalu penting dari para developerku untuk kukerjakan dengan perasaan sukacita, bukannya penuh tekanan seperti dulu.

Pada posisi ini, aku tak bisa tidak bersyukur pada Tuhan.?Menengok ke belakang, bagaimana dulu aku berkutat dengan layar biru (Turbo Pascal dan Power Basic serta C++). Aku juga masih ingat begitu terkejut dan kagumnya aku pada Windows yang bisa meng-encapsule Basic menjadi Visual Basic dengan pendekatan berbeda, event driven dan tentu dengan environment yang lebih indah berbasis pixel ketimbang DOS.

Ketika web development mulai merambat naik, aku juga telah bertengger di sana. Menjuarai lomba web di kampus dan bekerja untuk perusahaan asing yang berkantor di Jogja saat yang lain masih sibuk fotokopi materi kuliah dan membuat laporan praktikum mingguan mereka.

Menorehkan prestasi tak kecil bersama perusahaan yang kubidani kelahirannya dan kubanggakan hingga kini dan nanti, Citraweb Nusa Infomedia. Membangun situs portal kota Jogja, GudegNet dan ratusan situs klien berskala lokal, nasional hingga internasional sejak 2000 – 2008.

Lalu ketika web semakin mengudara dan berkonvergensi ke varian-varian device yang lebih kecil ketimbang PC laptop, aku juga telah membuktikan ada di lini yang lumayan di depan di negara yang bukan tempatku berasal mula, Australia.

Kini saatnya menapak ke jenjang yang lebih tinggi lagi dengan karakteristik persoalan dan solusi yang berbeda dari sebelumnya.

Akan seperti apa karirku ke depannya? Aku tak tahu. Tikungan hidup ini kadang mengejutkan jadi ikuti dan jalani saja. Yang pasti aku tak akan serahkan perhitungannya pada matematika karena sekompleks apapun perhitungan yang ditawarkannya untuk menyelesaikan solusi, keruwetan hidup ini tak bisa dibandingkan karakteristiknya.

Hanya kepada Tuhan aku bersandar sekaligus menatap ke depan.

Hidup penuh tikungan mengejutkan.
Kejutan itu kadang datang tanpa permisi dan tak disangka-sangka. – Ndorokakung

Sebarluaskan!

5 Komentar

  1. Apapun profesi ada batas kemampuan. Ayo kita pintar membuat penghasilan yang nantinya kita nikmati setelah kita tak bekerja.

    Balas
  2. Aku berhenti di kalimat pertama paragraf ke delapan.

    Balas
    • Gila! Kamu kuat baca sampai delapan paragraf? Edan! :)

      Balas

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.